Oleh: KH. Hafidz
Abdurrahman, Lajnah Tsaqafiyah DPP
Khilafah bukan hanya
menyatukan wilayah kaum Muslim tetapi juga menyatukan suara, pandangan dan
hukum yang diadopsi mereka. Karena salah satu kaidah syara' menyatakan,
"Titah imam [khalifah] bisa menghilangkan perselisihan.” Meski saat ini
Khilafah belum ada, adanya revolusi informasi, maka arus informasi begitu cepat
sampai dari ujung ke ujung dunia yang lain. Karena itu, beberapa tahun ini umat
Islam bisa merasakan puasa dan hari raya yang sama.
Harus dicatat, umat
Islam ini mempunyai banyak aspek kebaikan dan tidak pernah hilang dari diri
mereka, meski bersifat individual. Salah satunya adalah perhatiannya yang luar
biasa terhadap agamanya, khususnya pada bulan-bulan tertentu, seperti puasa, hari
raya, dan haji. Untuk menentukannya, Islam pun telah menetapkan satu metode
yang mudah dan bisa dilakukan semua orang tanpa harus menguasai ilmu
pengetahuan yang tinggi, yaitu melihat anak bulan (rukyat hilal).
Rukyat
Global
Mengenai rukyat hilal,
apakah anak bulan yang dilihat di suatu wilayah itu berlaku untuk wilayah
tertentu atau seluruh dunia, memang ada perbedaan di kalangan ulama mazhab.
Meski secara umum, hadits yang mereka gunakan untuk melakukan rukyat hilal
sama, yaitu hadits, ”Shumu li ru'yatihi wa
afthiru li ru'yatihi” [Puasalah karena melihat hilal, dan berhari
rayalah karena melihat hilal] (HR. Muslim).
Perbedaan ini
disebabkan oleh cara mereka memahami hadits ini. Ada yang menggunakan hadits
ini dengan mengambil keumuman khithab-nya,
tanpa takhshish. Ada yang menggunakannya
dengan takhshish, dengan hadits Kuraib
dari Ibn Abbas. Karena itu, muncul dua pendapat. Pertama,
satu rukyat dan mathla' [tempat
terbitnya anak bulan] berlaku untuk seluruh dunia, karena khithab-nya umum. Kedua, satu rukyat hanya berlaku untuk daerah [wilayah]
tertentu. Karena itu, kemudian ada banyak rukyat dan mathla'.
Hanya saja, konteks
yang kedua ini bisa dimengerti, jika arus informasi sangat terbatas dan
tersendat, meski saat itu ada khilafah yang menyatukan suara, pandangan dan
hukum yang dianut oleh kaum Muslim. Tetapi, dengan adanya arus informasi yang
begitu cepat seperti hari ini, maka satu rukyat di suatu wilayah bisa detik,
menit dan jam itu juga sampai ke wilayah di belahan dunia yang lain. Khalifah
pun bisa dengan mudah menyampaikan itsbat, dan saat itu juga bisa disampaikan
ke seluruh dunia. Karena kendala sampainya informasi itu saat ini tidak ada
lagi.
Jika puasa, hari raya
dan haji mereka bisa bersatu, maka ini akan menunjukkan syiar Islam yang luar
biasa. Karena 1,6 milyar umat Islam di seluruh dunia bisa melaksanakan puasa
dan hari raya dengan serentak. Pemandangan yang luar biasa. Pada saat yang sama,
mereka bisa melaksanakan shalat Tarawih dan Hari Raya bersama-sama,
berduyun-duyun di lapangan dan tempat terbuka, mempertontonkan jumlah sekaligus
kekuatan mereka.
Khilafah
dan Rukyat Global
Bagi khilafah tidak
sulit untuk melakukan rukyat global, terlebih nyaris seluruh wilayah Kaum
Muslim mempunyai seluruh instrumen yang dibutuhkan untuk melakukan itu. Dengan
adanya khilafah, maka rukyat global yang sampai saat ini tidak bisa dilakukan
serentak sebagai sebuah negara, karena mereka terpecah dalam 60 nation-state, akan bisa dilakukan kembali.
Dengan adanya khilafah
maka seluruh wilayah kaum Muslim bisa dimobilisir untuk melakukan rukyat global
di bawah satu komando, khalifah. Inilah yang dilakukan oleh Nabi SAW yang
memerintahkan seluruh sahabat untuk mencari hilal [anak bulan]. Mencari hilal
ini hukumnya fardhu kifayah. Fardhu ini bisa diwujudkan dengan ikhtiar dari
seluruh umat Islam di seluruh wilayah, dan hasilnya bisa disampaikan dengan
cepat melalui teknologi komunikasi yang sudah canggih.
Siapapun yang layak
menjadi saksi, dan ada nishab kesaksian
yang memadai, maka ketika memberikan kesaksian telah melihat hilal,
kesaksiannya pun bisa diterima, Dengan begitu, menemukan hilal untuk menetapkan
awal Ramadhan, 1 Syawal, dan Dzulhijjah bukan sesuatu yang sulit. Ditambah,
adanya perkiraan astronomi sebelumnya yang memberikan informasi awal, kapan dan
di mana rukyat hilal itu bisa dilakukan. Semuanya ini akan semakin memudahkan
kaum Muslim dalam melaksanakan kewajiban agamanya.
Dengan adanya rukyat
global di bawah satu komando seorang khalifah, maka suara, pandangan dan hukum
yang diadopsi oleh kaum Muslim pun hanya satu. Jika ini terjadi, maka ini juga
merupakan fenomena yang luar biasa menakutkan musuh-musuh mereka. Bahkan, saat
itu akan tampak mana orang yang beriman dan munafik. Orang munafik pun tak akan
berani menyatakan kemunafikannya. Kalau pun mereka berani, mereka akan
berlindung di balik para ulama mazhab yang menyatakan pendapat yang berbeda.
Instruksi
Imam Wajib Ditaati
Hanya saja, dalam
kaidah syara' disebutkan, “Amru al-imam nafidz
dhahiran wa bathinan” [Instruksi Imam [Khalifah] wajib dilaksanakan,
baik secara lahir maupun batin]. Kaidah ini meniscayakan seluruh kaum Muslim
wajib menjalankan keputusan yang telah ditetapkan oleh khalifah, baik secara
lahir maupun batin. Karena itu, dengan kaidah ini akan tampak, mana orang
munafik dan orang yang Mukmin.
Karena itu, Islam
menetapkan, bahwa ketika hukum diadopsi oleh khalifah, maka hukum itu tidak
hanya berlaku untuk khalifah, tetapi juga berlaku bagi seluruh rakyat.
Terutama, ketika hukum itu menyangkut kemaslahatan publik dan persatuan umat.
Adanya hukum yang diadopsi oleh negara juga menjadi alasan syar'i bagi individu
atau kelompok untuk meninggalkan hukum yang diadopsi secara pribadi maupun
berjamaah.
Semuanya ini terkait
dengan konteks pelaksanaan hukum [tanfidz
al-ahkam] yang diadopsi oleh negara. Namun, terkait dengan kontek
mengajarkan [ta'lim] dan mendakwahkannya [da'wah], tidak ada larangan bagi
individu atau jamaah tetap mengajarkan dan mendakwahkan pandangannya, meski
berbeda dengan negara. Dengan catatan bukan untuk merongrong kekuasaan negara,
tetapi hanya untuk menyampaikan pandangan yang dianggap memiliki kekuatan hujjah.
Itulah sebabnya, meski
khilafah telah mengadopsi pandangan dan hukum tertentu, boleh jadi dari
ijtihadnya atau ijtihad mujtahid yang lain, namun pandangan dan hukum yang
berbeda tetap bisa berkembang. Inilah yang menyebabkan, mengapa mazhab-mazhab
Islam berkembang luar biasa. Ini bisa terjadi karena negara tidak membatasi
ruang gerak mazhab-mazhab yang ada. Negara mengadopsi satu pendapat yang
dianggap kuat semata untuk menyatukan suara, pandangan dan hukum yang harus
dipegang dan diterapkan oleh rakyat. Termasuk di antaranya dalam masalah
penentuan 1 Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
Dengan begitu,
persatuan umat Islam akan tampak kokoh. Pada saat yang sama, “kebebasan”
berpendapat mereka pun tidak dipasung. Mereka pun menaati negara, karena lahir
dari keyakinan mereka, bukan karena dipaksa. Terlebih, ketika menyangkut soal
praktik ibadah mereka. Itulah fenomena berpuasa, berhari raya di zaman keemasan
khilafah Islam. Wallahua'lam.[]
---
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 199
Tidak ada komentar:
Posting Komentar