Pengantar
• Kaum
Muslimin yang dirahmati Allah di manapun anda berada, sekitar 5 tahun terakhir
ini, tahun 2007-2012 harga-harga kebutuhan pokok terus naik. kita semua tentu
bisa merasakannya terutama oleh ibu-ibu yang mengatur pengeluaran rumah tangga.
Gaji dan pendapatan kepala keluarga sejak tahun 2006 tidak pernah naik sampai
sekarang, tapi kebutuhan pokok tidak pernah berhenti naik, rasanya gaji (daya
beli) kepala keluarga yang dulu tidak cukup, sekarang tambah tidak cukup. Di
televisi diberitakan bahwa menteri Pertanian AS dan Lembaga Pangan dunia (FAO)
memprediksi bahwa tahun 2011 terjadi krisis besar di bidang pangan. Nah, kita
mungkin bertanya-tanya mengapa semua ini bisa terjadi, apa saja faktor
penyebabnya, dan apakah kita bisa menyelesaikan masalah ini? Inilah yang akan
kita urai bersama.
Isu krisis pangan global
• Prof.Dr.Ir.
Sriani Sujiprihati,M.S. (guru besar Institut Pertanian Bogor) menegaskan bahwa
krisis pangan bisa terjadi karena beberapa faktor: ketersediaan, distribusi,
dan kondisi daya beli masyarakat. Hasil survey BPS tahun 2011 Indonesia surplus
beras sekitar 5 juta ton. Di dunia, beberapa negara surplus dan beberapa
kekurangan, distribusinya menjadi masalah. Sumber daya tanaman, genetik, dan
lahan Indonesia masih cukup luas untuk memenuhi kebutuhan pangan, masalahnya
adalah distribusi dan harga. Yang memprihatinkan adalah kondisi masyarakat
miskin yang tak memiliki daya beli terhadap pangan.
• Fakta
lain yang harus diwaspadai adanya indikasi kebijakan impor beras transgenik.
Varietas transgenik memiliki produktivitas lebih tinggi. Siapa yang menyedikan produk
transgenik. Siapa yang menguasainya? Dupont, Monsanto dari Amerika. Sudah
terdeteksi ada upaya untuk mengarahkan penggunaan produk transgenik mereka.
• Ir.
Rezkiyana Rahmayanti (Lajnah Maslahiyah Muslimah HTI) menyatakan bahwa negara
republik saat ini tidak mengambil posisi untuk melindungi dan menjamin
kesejahteraan rakyat. Hal ini tampak dari kebijakan yang pro kepada pemilik
modal. Bulog melalui sistem tender kepada 24 perusahaan, 16 di antaranya
perusahaan asing. Mekanisme distribusi memberikan peluang pada pemilik modal
besar mendapat keuntungan, padahal seharusnya negara dalam Islam bertanggung
jawab memprioritaskan kesejahteraan petani dan rakyatnya.
• Belum
lagi kebijakan luar negeri yang terikat dengan aturan internasional semacam
WTO. Ada kesepakatan yang harus diadopsi mengikuti mekanisme perdagangan
global. Pembatasan kuota dan adanya tarif otomatis berpengaruh terhadap
kebijakan ekspor dan impor. Sekalipun indonesia republik adalah negara peringkat
ke-3 penghasil beras dan tidak kekurangan pangan (data FAO), tapi masih
dihantui krisis pangan.
• Saat
ini terjadi kondisi yang ironis di dunia, banyak kemiskinan, kelaparan dan gizi
buruk di negara-negara dunia ketiga, sementara fenomena obesitas dan pesta
kuliner menjadi tren di negara maju.
Kelaparan
Massal
•
Kemiskinan telah
menyebabkan 1 miliar penduduk kelaparan sepanjang 2010. Tingkat kelaparan di 25
negara kini sudah pada level menakutkan, sementara untuk negara lainnya masuk level
sangat menakutkan. Demikian laporan Global Hunger Index (GHI) yang
dibuat Internaional Food Policy Research Institute. Laporan tahunan ini
mencakup 122 negara. Ada 3 faktor yang digunakan untuk mengukur GHI yakni:
proporsi masyarakat yang kekurangan pangan di suatu negara, jumlah anak-anak
dengan berat badan di bawah standar dan tingkat kematian anak-anak.
•
Dari 25 negara
dengan tingkat kelaparan menakutkan, hanya dua yang terletak di luar Afrika dan
Asia yaitu Haiti dan Yaman.
Dua puluh lima negara yang termasuk dalam kategori tersebut adalah:
(1) Nepal, (2) Liberia, (3) Ethiopia, (4) Tanzania, (5) Zambia, (6) Kamboja, (7) Timor Leste, (8) Sudan, (9) Nigeria, (10) Zimbabwe, (11) Angola, (12) Burkina Faso, (13) Yaman, (14) Togo, (15) Republik Asia Tengah, (16) Guinea-Bissau, (17) Madagascar, (18) Rwanda, (19) The Comoros, (20) Djibaouti, (21) Haiti, (22) Mozambiave, (23) Sierra Leone, (24) India, (25) Bangladesh.
Dua puluh lima negara yang termasuk dalam kategori tersebut adalah:
(1) Nepal, (2) Liberia, (3) Ethiopia, (4) Tanzania, (5) Zambia, (6) Kamboja, (7) Timor Leste, (8) Sudan, (9) Nigeria, (10) Zimbabwe, (11) Angola, (12) Burkina Faso, (13) Yaman, (14) Togo, (15) Republik Asia Tengah, (16) Guinea-Bissau, (17) Madagascar, (18) Rwanda, (19) The Comoros, (20) Djibaouti, (21) Haiti, (22) Mozambiave, (23) Sierra Leone, (24) India, (25) Bangladesh.
•
Ironis, negara-negara
di kawasan Afrika yang menjalin hubungan dengan Amerika melalui program Millenium
Challenge Account (MCA) nyatanya makin masuk dalam tingkat kelaparan yang
sangat menakutkan. Negara Burkina Faso adalah contoh nyata. Program MCA
dijalankan dengan mandat Poverty Reduction Through Economic Growth.
•
Saat ini, republik
Indonesia juga termasuk dalam salah satu negara yang menjalin hubungan dengan
Amerika melalui Program MCA. Melihat kondisi krisis pangan di negeri ini,
sepertinya nasibnya tidak akan jauh berbeda dengan Burkina Faso.
• Meninggalnya
enam bersaudara kakak beradik dalam satu keluarga akibat mengkonsumsi tiwul di
Mayong Jepara Jawa Tengah, menurut Pengamat Sosial Imam Prasodjo, karena tidak
adanya akses bagi keluarga miskin untuk mendapatkan pangan. ”Meskipun kita
sudah swasembada beras tapi rakyat miskin tidak dapat mengaksesnya maka sama
saja. Kasus seperti ini mungkin saja terjadi,” tutur dia saat dihubungi
Republika, Rabu (5/1). Hal ini berarti terjadi ketimpangan.
• Selain
tidak adanya akses keluarga miskin untuk mendapatkan pangan seperti beras
miskin (raskin), permasalahan ini kemungkinan juga disebabkan karena masalah
distribusi yang tidak merata.”Kemungkinan bahan pangan tertimbun di satu tempat
dan tidak terdistribusi,” tutur Imam.
• Di
sisi lain, terjadinya kasus ini menandakan tidak berjalannya mekanisme sosial
di masyarakat.”Seharusnya masyarakat bisa melakukan sesuatu untuk membantu
mereka,” tutur Imam. Dan RT atau RW bisa memantau warganya. (republika.co.id,
5/1/2011)
Bank
Dunia: Hampir Satu Miliar Orang Kelaparan, hampir 60%-nya adalah perempuan
• Ketika
menghadapi kenaikan harga pangan, rumah tangga miskin akan cenderung memakan
makanan yang lebih murah dan lebih tidak bernutrisi atau mengurangi biaya
kesehatan dan pendidikan mereka.
• Kenaikan
harga pangan berpotensi menjadi tantangan bagi stabilitas sosial. (ANTARA,
15/2/2011)
• Krisis
pangan kini mengancam, kenaikan harga produk pangan yang sulit terbendung sejak
dua tahun lalu dan terus berlanjut hingga kini. Gara-gara kebijakan negara maju
meliberalisasi perdagangan akibatnya negara berkembang justru terperangkap.
• FAO:
diramalkan harga pangan akan terus meroket sejalan dengan lonjakan harga minyak
mentah. misal sereal naik 26% tahun 2008, kedelai, gandum kebutuhan 619 juta ton, stok akhir di pasar dunia
hanya tinggal 110 juta ton maka harga gandum meroket. Harga naik hampir 50%.
• FAO:
krisis pangan dipicu karena permintaan melebihi pasokan sehingga harga-harga
bahan pangan melambung. harga beberapa bahan pangan tidak akan pernah turun.
Kondisi ini, jelas dapat memicu kerusuhan sosial. Warga di negara berkembang
harus merogoh 50-60% pendapatan mereka untuk membeli pangan. “Secara naluri,
orang tak akan diam kalau kelaparan. Mereka pasti bertindak,”
• Dampak
buruk naiknya harga pangan bagi warga miskin. banyak orang menghadapi kelaparan
yang kemudian bisa memicu keresahan sosial. Misal naik 70%. Alasannya jelas,
panen yang jelek, karena tanah semakin kurang subur dan cuaca yang tidak
karuan, meningkatnya permintaan dan bertambahnya jumlah lahan untuk tanaman
bahan bakar nabati. “Harga yang lebih tinggi menyebabkan kesulitan bagi banyak
orang, menjerumuskan mereka untuk pertama kalinya ke bawah garis kemiskinan.”
Siapa
Biang Krisis?
• Komite
Penghapusan Utang Negara-Negera Dunia Ketiga: IMF dan Bank Dunia biang utama
krisis pangan. Salah satunya kebijakannya konversi produk pangan ke produk
pertanian untuk energi. “Akibat persaingan penggunaan produk pertanian untuk
pangan dan energi, Indonesia juga terkena impor dari krisis pangan. Padahal
produksi pangan kita cukup jika hanya untuk konsumsi,”
• Contoh: Saat ini produksi biodisel (pengganti solar)
di dunia pada 2007 diprediksi mencapai 11,75 miliar liter. Dari jumlah tersebut
43% berasal dari kedelai. Jadi, masuk akal jika pada awal 2008 lalu harga bahan
baku tempe-tahu ini melonjak sangat tinggi.
• Adapun bioetanol (pengganti premium) yang beradar di
pasar dunia pada 2007 diperkirakan sebanyak 45 miliar liter. Ternyata, 50%-nya
berasal dari tebu dan 36% dari jagung. Karena itu, harga komoditi gula dan
jagung di pasar dunia juga melonjak.
• Parahnya,
kondisi kenaikan harga ini dimanfaatkan para spekulan yang mulai bermain di
komoditas pangan. Spekulan menganggap, bermain di pasar keuangan sudah tidak
menguntungkan lagi sehingga sekarang mereka beralih ke komoditas. Kondisi ini
terlihat pada pasar beras yang sebelumnya berada pada daftar terbawah
perdagangan saham, ternyata kini justru teratas.
• Akibat
peningkatan harga produk pangan tersebut, negara-negara yang selama ini menjadi
net importer bakal menanggung dampak cukup berat, yang juga mempengaruhi
kesejahteraan rakyat, karena devisa negara tersebut terbuang untuk mengimpor
produk pangan. Negara-negara yang selama ini menjadi net importer untuk
produk pangan dan energi diperkirakan akan mengalami situasi lose-lose
situation.
Food
Trap (Jebakan
ketergantungan impor pangan)
• Waspada;
bisa jadi masih naik lagi. Indonesia masih mengimpor kedelai sebanyak 1,3 juta
ton, beras 1,5 juta ton, jagung sekitar 600 ribu-1 juta ton dan gandum sekitar
4-5 juta ton.
• Kemampuan
Pemerintah dalam mengendalikan lonjakan harga juga masih sangat lemah. SBY
malah menghilangkan bea masuk. Petani protes.
• Bahkan
Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi (DPO) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia
(HKTI) menganggap, bangsa Indonesia telah masuk dalam perangkap pangan (food
trap) yang diskenariokan oleh negara maju. “Negara maju telah menyiasati
kita. Mereka memang ingin mematikan ekonomi kita,” tegas Siswono. (Ini berarti
neo-liberalisme dan neo-imperialisme. Dua sisi mata uang kafir penjajah).
• Hal
itu terlihat dari tingkat ketergantungan Indonesia terhadap produk impor.
Daging: 600 ribu ekor dari Australia, beras impor sebanyak 1,2 juta ton
dari Thailand, kedelai 1,4 juta ton dari AS, jagung untuk pakan ternak impor
mencapai 10% dari total kebutuhan sebanyak 3 juta ton. “Ketergantungan kita
sekarang ini sudah sangat besar,” sesalnya.
• Siswono
menilai, selama ini bangsa Indonesia didorong untuk makan roti dan mie yang
semua bahan bakunya gandum yang setiap tahun harus mengimpor sebanyak 5 juta
ton. “Ini untuk kepentingan siapa? Bahkan bea masuk gandum nol persen dan
PPN-nya ditanggung Pemerintah republik demokrasi. Jadi, ada kepentingan luar
yang menyiasati. Tapi kita tidak sadar sudah masuk dalam food trap,”
tegasnya.
• Akibatnya,
ketika harga pangan dunia melonjak yang terjadi di Indonesia bukan hanya
ancaman krisis pangan, tetapi juga krisis daya beli sehingga masyarakat tidak
mempunyai kemampuan membeli pangan. Meski Pemerintah sudah menyediakan beras
untuk masyarakat miskin (raskin) dengan harga Rp1.600/kg (ketika itu),
diperkirakan hampir 17% rakyat miskin tidak mampu membeli beras.
• Masyarakat
kini ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Daya beli masyarakat yang sudah
rendah semakin terpukul dengan pergerakan harga pangan pokok. Padahal jumlah
penduduk miskin masih cukup besar. Dengan 19,1 juta Rumah Tangga Miskin (RTM),
dipekirakan jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 37,17 juta jiwa. Yang
sangat rawan pangan sebanyak 5,71 juta jiwa (menurut data BPS yang jauh di
bawah standar kemiskinan internasional yaitu garis kemiskinan internasional
penghasilan 2 dollar per hari per kepala).
Sebuah ironi
• Ancaman
krisis pangan di negeri agraris yang tanahnya subur dan gemah ripah loh
jinawi menjadi ironis. Krisis pangan yang terjadi di wilayah Indonesia
adalah buah dari kebijakan dan praktik privatisasi, liberalisasi, dan
deregulasi sebagai inti dari Konsensus Washington (negara sistem kufur
demokrasi sekularisme kafir penjajah).
• Akibat
praktik itu semua, negara dan rakyat Indonesia (negara sistem kufur sekularisme
demokrasi JAJAHAN kapitalisme, neo-liberalisme, neo-imperialisme) tidak lagi
punya kemerdekaan dari kedzaliman, yang seharusnya memiliki kekuatan dalam
mengatur produksi, distribusi dan konsumsi di sektor pangan. Saat ini di sektor
pangan, penduduk negeri ini telah bergantung pada mekanisme pasar yang dikuasai
oleh segelintir perusahaan raksasa.
• Krisis
pangan juga disebabkan oleh kebijakan dan praktik yang menyerahkan urusan
pangan kepada pasar (1998, Letter of Intent IMF) serta mekanisme
perdagangan pertanian yang ditentukan oleh perdagangan bebas (1995, Agreement
on Agriculture, WTO) (hukum kufur).
Negara pun dikooptasi menjadi antek perdagangan bebas dan melakukan
liberalisasi terhadap hal yang seharusnya menurut Islam merupakan state
obligation terhadap rakyat (hukum Allah).
• Indonesia
harus keluar dari krisis pangan jika tidak, ke depan sangat fatal. Ada 100
kabupaten yang rawan pangan.
• Negara
Islam/Khilafah Islamiyah menurut Islam wajib menjamin ketersediaan pangan,
menjamin kelancaran distribusi dan melepaskan diri dari cengkraman
kebijakan-kebijakan asing (hukum kufur kafir penjajah).
Sektor
Pangan Dalam Cengkeraman Asing
• Penetrasi
asing melalui perusahaan multinasional di bidang pangan semakin kuat. Perusahaan
asing di Indonesia tidak saja menguasai perdagangan, tetapi meluas dari hulu ke
hilir, seperti sarana produksi pertanian, meliputi benih dan obat-obatan,
hingga industri pengolahan, pengepakan, perdagangan, angkutan, hingga ritel.
• Liberalisasi
di sektor perdagangan dan industri, telah memberi peluang kepada asing untuk
meningkatkan pasarnya di Indonesia. “Mereka masuk seperti sudah dalam satu
paket. Begitu liberalisasi dibuka, semua lini mereka kuasai,” kata profesor
riset pada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian,
Husein Sawit, kemarin (24/5) di Jakarta.
• Pada
awalnya mereka masuk di perdagangan, setelah itu untuk memastikan terjaminnya
pasokan barang, mereka juga masuk ke produksi. Untuk meningkatkan volume
produksi, mereka kuasai industri benih dan menciptakan ketergantungan.
• Itu
saja belum cukup, mereka melangkah lebih lanjut masuk ke industri pengolahan
melalui akuisisi perusahaan nasional. Untuk menjamin produk mereka terjual,
perusahaan asing juga masuk ke ritel.
• Industri
input pertanian saat ini dipasok hanya oleh sepuluh perusahaan multinasional (multinational
corporation/MNC) dengan nilai penjualan mencapai Rp340 triliun. Lima
perusahaan raksasa di antaranya adalah Sygenta, Monsanto, Bayer Crop, BASF AG,
dan Dow Agro.
• Di
pihak lain, petani bergantung pada industri olahan dan pedagang pangan. Sepuluh
besar Multinational Corporation MNC menguasai penjualan pangan senilai Rp3.477
triliun. Lima di antaranya, yakni Nestle, Cargill, ADM, Unilever, dan Kraft
Foods. Indonesia juga masuk dalam cengkeraman jaringan MNC, terutama Nestle
yang terbesar menguasai perdagangan kakao dunia, Cargill menguasai perdagangan
pakan ternak, dan Unilever menguasai pangan olahan.
• Ritel
pangan dunia juga dikuasai MNC, di antaranya Wal Mart, Metro Group, Tesco, Seven
& I Holdings, dan Carrefour.
• Husein
mengungkapkan, banyak produk pangan yang secara lokal sudah dijual ke
perusahaan asing, di antaranya Danone (Perancis), Unilever (Belanda), Nestle
(Swiss), Coca Cola (AS), H.J. Heinz (AS), Campbels (AS), Numico (Belanda), dan
Philip Morris (AS).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar