Islam VS. Paham Kufur Nasionalisme Sesat – Nasionalisme Paham Kafir
Kesesatan Paham Nasionalisme
Dengan nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang
Annas I. Wibowo: Berikut ini berbagai kutipan mengenai kesesatan paham nasionalisme ↓
Dengan bimbingan yang bijaksana, saya telah membaca sebuah terjemahan Al-Qur'an dan tafsirannya dari seorang muslim, ditambah dengan membaca buku-buku yang lain tentang Islam, saya akhimya mendapat gambaran yang benar tentang Islam. Dengan demikian, maka dalam waktu yang tidak lama, saya telah menemukan sesuatu yang saya cari selama bertahun-tahun.
Pada suatu hari di tahun 1945 saya mendapat undangan untuk menghadiri sembahyang 'Id dan sesudah itu makan-makan. Hal itu merupakan kesempatan yang baik bagi saya untuk mempelajari sekumpulan international Muslim, di mana tidak terdapat kumpulan Arab, tidak ada nasionalisme. Yang ada hanyalah perkumpulan orang banyak yang mewakili bermacam-macam bangsa di dunia, bermacam-macam tingkat sosial dan bermacam-macam warna kulit.
Husain Rofe (Reformer Inggris) Mengapa Kami Memilih Islam
Oleh Rabithah Alam Islamy Mekah
Alih bahasa: Bachtiar Affandie
Cetakan Ketiga 1981
Penerbit: PT. Alma'arif, Bandung
Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam yang Paling Agung
- "Jika kebesaran tujuan
- Keterbatasan Peralatan
- Dan Hasil Yang Mengagumkan"
Adalah tiga kriteria dari kejeniusan manusia, siapa yang berani bertaruh apakah ada orang lain dalam sejarah modern yang lebih besar daripada Muhammad?
Hampir semua orang terkenal menciptakan senjata-senjata, hukum-hukum dan kerajaan-kerajaan. Mereka menemukan, yang semuanya tidak lebih dari kekuatan materi yang mudah hancur di depan mata. Muhammad menghasilkan tidak hanya tentara, undang-undang, kekaisaran (kekhalifahan), rakyat dan menyatukan jutaan orang ....
LAMPIRAN II
- The Choice Islam and Christianity
- Judul edisi Indonesia: Dialog Islam Kristen
- Pengarang: Ahmeed Deedat
- Penerbit: Pustaka Al-Kautsar, Jakarta
- Cetakan I: Juni 1999, Cetakan II: September 1999 (Revisi)
4.1.9 Tidak Ada Ashabiyah dalam Islam
Pertama kali yang diperbuat oleh Islam dalam persoalan ini, yaitu: Islam tidak mengakui ashabiyah dengan segala macamnya, dan mengharamkan kaum muslimin menghidup-hidupkan setiap perasaan atau apa saja yang mengajak kepada ashabiyah.
Rasulullah sendiri telah mengumandangkan pernyataan, bahwa orang yang berbuat demikian tidak akan diakui sebagai ummatnya.
Sabda Nabi:
"Bukan dari golongan kami siapa saja yang mengajak kepada ashabiyah, bukan pula dari golongan kami orang yang berperang karena ashabiyah, dan tidak juga termasuk golongan kami orang yang mati karena ashabiyah." (Riwayat Abu Daud)
Tidak ada keistimewaan khusus karena warna kulit, karena jenis dan karena tanah air. Dan tidak halal seorang muslim merasa fanatik (ta'asshub) karena warna kulitnya melebihi kulit orang lain, karena golongannya melebihi golongan lain dan karena daerahnya melebihi daerah orang lain.
Dan tidak halal pula seorang muslim membela golongannya karena ta'asshub baik dalam kebenaran, kebatilan, keadilan dan kecongkakan.
Wailah bin al-Asqa' pernah bertanya kepada Rasulullah: "Apakah yang disebut ashabiyah itu?" Maka jawab Nabi: "Yaitu kamu membela golonganmu pada kezaliman." (Riwayat Abu Daud)
Dan Allah telah juga berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan sebagai saksi karena Allah sekalipun terhadap diri-dirimu sendiri, atau terhadap kedua orang tua dan kerabatmu." (an-Nisa': 135)
"Dan jangan sampai karena kebencianmu terhadap suatu kaum menyebabkan kamu tidak berlaku adil." (al-Maidah: 8)
Rasulullah menterjemahkan mafhum kalimat ini yang sudah sangat popular di kalangan orang jahiliah dan diartikan menurut lahiriahnya. Maka sabda beliau:
"Tolonglah saudaramu yang menganiaya ataupun yang dianiaya."
Setelah Rasulullah menyampaikan terjemahan ini kepada para sahabatnya yang sesudah lebih dahulu meresapkan iman ke dalam hati mereka, karena apa yang diucapkan oleh Rasulullah itu ada maksud lain, maka para sahabatnya merasa heran dan tercengang. Justru itu mereka kemudian bertanya:
"Ya Rasulullah! Kami bisa saja menolong saudara kami yang dizalimi, tetapi bagaimana kami harus menolong saudara kami yang berbuat zalim?" Maka jawab Nabi: "Yaitu kamu tahan dia dari berbuat zalim. Yang demikian itu berarti suatu pertolongan buat dia." (Riwayat Bukhari)
Dari sini kita dapat mengetahui, bahwa setiap anjuran di kalangan kaum muslimin kepada fanatik daerah seperti ajakan untuk fanatik chauvinisme, atau ajakan untuk fanatik kepada golongan sentris seperti nasionalisme, adalah propaganda jahiliah yang sama sekali tidak diakui oleh Islam, oleh Rasulullah dan oleh al-Quran.
Islam sama sekali tidak mau mengakui setiap loyalitas yang di luar kepercayaan Islam. Tidak juga mengakui setiap perserikatan yang bukan ukhuwah Islamiah. Dan tidak pula mengakui setiap ciri yang membedakan manusia, selain ciri iman dan kafir. Oleh karena itu setiap orang kafir yang menentang Islam adalah musuh orang Islam kendati dia bertetangga dan salah seorang dari anggota keluarga, bahkan kendati dia itu saudara kandung sendiri. Sebab Allah telah berfirman:
"Kamu tidak dapati kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir itu menaruh cinta kepada orang yang ingkar kepada Allah dan Rasulnya sekalipun mereka yang ingkar itu ayah-ayah mereka atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka atau keluarga mereka." (al-Mujadalah: 22)
Dan firmanNya pula:
"Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu jadikan ayah-ayah kamu dan saudara-saudara kamu sebagai kekasih (ketua), jika mereka itu lebih suka kufur daripada beriman." (at-Taubah: 23)
- Halal dan Haram dalam Islam
Oleh Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi
Alih bahasa: H. Mu'ammal Hamidy
Penerbit: PT. Bina Ilmu, 1993 - http://media.isnet.org
Ketahuilah, bahwa kelemahan undang-undang yang dibuat manusia, adalah keterbatasan dan kekurangannya. Penciptanya sendiri, baik secara pribadi, pemerintah maupun DPR, membatasi hanya dalam hal-hal yang menyangkut kemaslahatan material, dengan mengkesampingkan persoalan agama dan akhlak. Mereka hanya membatasi pada nasionalisme dan chauvinisme, tanpa mau menengok dunia luar yang begitu besar dan perikemanusiaan yang luas.
Mereka membuat undang-undang hanya untuk hari ini dengan melupakan hari esok, dan tidak mengerti apa yang terjadi pada hari-hari berikutnya.
Hal ini logis, karena mereka adalah manusia yang serba lemah, serba kekurangan dan banyak dipengaruhi oleh nafsu. Betul kata Allah:
"Sesungguhnya manusia banyak berbuat zalim dan tidak mengerti." (al-Ahzab: 72)
Oleh karena itu tidak mengherankan, kalau undang-undang yang dibuatnya itu jangkauannya sempit, analisanya dangkal, banyak dipengaruhi oleh material, temporer dan subjektif.
Dan tidak mengherankan pula kalau anda ketahui, bahwa perkenan dan larangan yang dibuatnya, banyak dipengaruhi oleh hawa nafsu dan demi kepuasan selera umum, tanpa melihat bahaya besar yang mungkin terjadi.
- Halal dan Haram dalam Islam
Oleh Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi
Alih bahasa: H. Mu'ammal Hamidy
Penerbit: PT. Bina Ilmu, 1993
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang mana pemahaman iman kepada Allah dan hari kemudian menjadi kendor, kemudian diganti dengan keyakinan terhadap aliran Wujudiyah, Qaumiyah atau Wathaniyah (kebangsaan atau nasionalis), atau yang selain itu dari berhala-herhala yang disembah oleh manusia di sana sini, dari selain Allah atau bersama Allah, meskipun mereka tidak menamakan itu semua sebagai tuhan-tuhan mereka.
Bukan pula masyarakat Islam, masyarakat yang menyembunyikan nama "Muhammad" yang semestinya dianggap sebagai muwajjih yang ma'shum dan uswah yang ditaati, lalu membanggakan nama "Marx" dan "Lenin" atau yang lainnya dari para pemikir timur dan barat.
Bukan pula masyarakat Islam itu masyarakat yang mengabaikan kitab Allah Al Qur'an yang semestinya menjadi sumber petunjuk. sumber perundang-undangan dan hukum, kemudian memperhatikan kitab-kitab yang lainnya dan mengkultuskannya, dan menjadikan kitab-kitab itu sebagai rujukan pemikiran, perundang-undangan dan sistem perilaku atau diambil dari kitab-kitab itu nilai dan standar kehidupan.
.... Sesungguhnya merupakan suatu kesalahan jika ada seseorang mengira bahwa faham Sosialis dan yang lainnya itu bukan aqidah yang bertentangan dengan Islam, tetapi ia sekedar aliran Ekonomi atau Sosial yang mengambil cara tertentu untuk mengatur kehidupan manusia, dan tidak berkaitan langsung dengan agama sehingga dikatakan sebagai aqidah, padahal kenyataannya bahwa Sosialisme menurut pencetusnya merupakan falsafah kehidupan yang komprehensif dan aqidah yang universal yang memberi pandangan terhadap alam, sejarah, kehidupan, manusia dan Tuhan yang jelas-jelas bertentangan dengan Pandangan Islam. Oleh karena itu sebagian orang mengistilahkannya sebagai "Agama tanpa wahyu."2) 2) Lihat Kitab saya 'Min Ajli Shahwatin Islamiyah'
Bukan pula masyarakat Islam itu masyarakat yang menjadikan masalah aqidah sebagai masalah sampingan dalam kehidupan ini, sehingga tidak dijadikan sebagai asas dari sistem pendidikan dan pengajaran, sistem pemikiran, sistem penerangan dan pengarahan' tidak pula dalam proses perubahan secara umum kecuali hanya bagian terkecil dan terbatas. Maka (Yaitu menjadikan) aqidah bukanlah pengarah dan penggerak yang pertama, dan (menjadikan) bukan pula pengaruh yang pertama dalam kehidupan individu, keluarga maupun kemasyarakatan, akan tetapi aqidah dijadikan nomor dua dan ditempatkan di belakang, itupun kalau memang masih ada tempat.
Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah (Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh) oleh Dr. Yusuf Qardhawi Cetakan Pertama Januari 1997 Citra Islami Press Jl. Kol. Sutarto 88 (lama) Telp.(0271) 632990 Solo 57126
Sungguh telah berubah semua perasaan dan simpatik, yang dulunya di bawah naungan gerakan nasionalisme dan sosialisme, serta lain-lainnya, dari aliran yang bertentangaan dengan agama. Maka, pikiran-pikiran yang semula dipengaruhi oleh paham-paham yang bukan bersumber pada Islam, karena belum paham terhadap Islam, sekarang ini mereka sadar akan kebenaran dan kemurnian dari ajaran Islam. Mereka paham bahwa Islam itu bukan ibadat saja, tetapi menyangkut segi akidah, akhlak yang luhur, muamalah (jual-beli) yang baik, (termasuk sistem pemerintahan kekhalifahan / negara Islam) dan hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah. Bahkan Islam itu adalah amanat dan risalah yang dapat mengatur kehidupan manusia sebelum lahirnya manusia, sesudah lahir, ketika masih berupa janin, di waktu hidup dan ketika mati. Begitu juga di waktu bangkit kembali.
Kebangkitan ini termasuk kebangkitan berpikir. Kita telah melihat buku-buku yang telah ditulis oleh ahli-ahli pikir dan penulis-penulis terkenal. Di mana-mana, terutama di perpustakaan, penuh dengan bermacam-macam buku yang dibaca para generasi muda Islam, mulai dari yang berpendidikan rendah sampai yang berpendidikan tinggi, mereka mempelajarinya secara mendalam.
Adapun masa kemunduran dan bekunya pikiran adalah disebabkan oleh banyak hal, diantaranya ialah:
Pada masa itu banyak pikiran-pikiran yang condong dan menganggap harus ikut peradaban Barat di segala bidang.
Tiada jalan bagi kemajuan, kecuali mengambil peradaban Barat secara keseluruhan (maupun parsial), baik, buruk, pahit dan manis. Sehingga para simpatisan giat mencari dalil untuk menguatkan kedudukan dan peradaban orang asing; bahkan hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan mereka, dicela dan dianggap tidak sempurna, misalnya dalam masalah talak, riba, poligami dan sebagainya.
Fatawa Qardhawi: Permasalahan, Pemecahan dan Hikmah
Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Cetakan Kedua, 1996
27. Apakah agama Islam – satu-satunya agama yang diridhoi Allah – jalan hidup yang telah sempurna bagi manusia kalah dengan materialisme, konsumerisme, kristianisme, judaisme, atheisme, budhisme, hinduisme, kolonialisme, kapitalisme, sosialisme, demokrasi, imperialisme, liberalisme, sekulerisme, pluralisme, feminisme, nasionalisme, tribalisme, dan isme-isme yang lain sesat buatan manusia menuruti hawa nafsu?
Oleh Annas I. Wibowo
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلاَّ خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat. (TQS. Al-Baqarah [2]: 85)
Oleh sebab itu, kita membutuhkan Khilafah. Khilafah berarti penegakkan hukum syariah Islam di tengah kehidupan dan mencampakkan hukum kufur. Khilafah berarti penyatuan negeri-negeri kaum Muslim di bawah kepemimpinan seorang Khalifah. Tegaknya Khilafah berarti berakhirnya perpecahan umat Islam yang memang sengaja diciptakan oleh orang-orang Kafir dan antek-antek mereka. Tegaknya Khilafah berarti mengembalikan ikatan ukhuwah Islamiyah berdasarkan akidah Islam, sesuai dengan firman Allah SWT. “Sesungguhnya orang-orang mu’min itu bersaudara…” (TQS. 49: 10) dan hadits Rasulullah saw. “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain”. Ikatan inilah yang menggantikan ikatan jahiliyah yang berdasarkan patriotisme, nasionalisme, sekteranisme dan yang lainnya, yang telah memecah belah umat Islam. Tegaknya Khilafah berarti kembalinya umat Islam mendapatkan kekuasaan yang telah dirampas. Ini berarti pembebasan dari sikap menghamba dan membebek pada Barat Kapitalis dalam seluruh aspek, baik politik, sosial, ekonomi, pemikiran, militer, dan lain-lain. Khilafah berarti pembebasan negeri-negeri Muslim yang dicaplok seperti Irak, Afghanistan, Timor Timur, dan lainnya. Ini juga berarti militer asing agresor, yang telah menumpahkan darah kaum Muslim yang menyebabkan kita hancur, harus hengkang dari negeri-negeri kaum Muslim. Tegaknya Khilafah berarti merealisasikan keamanan industri melalui strategi politik pembangunan dan pengembangan industri berat untuk memproduksi berbagai peralatan, mesin pabrik dan persenjataan. Tegaknya Khilafah berarti kita berhenti mengekor dan mengemis-ngemis di depan pintu negara Barat. Tegaknya Khilafah berarti pemberdayaan sumber daya umat yang sangat besar melalui politik pendidikan yang bertujuan membuka ruang dan kesempatan bagi semua orang. Dengan itu, mereka dapat menjadi manusia yang kreatif, inovatif, dan produktif untuk kepentingan umat. Tegaknya Khilafah berarti mengembalikan kekuasaan umat atas seluruh kekayaannya, sehingga umat menjadi pemilik murni atas kekayaan alamnya. Khilafah berarti terputusnya cengkraman negara Kapitalis yang selama ini merampok harta kekayaan umat.
Sayang, di sepanjang lintasan sejarah Islam, penafsiran al-Quran pernah mengalami penyimpangan-penyimpangan, terutama setelah umat Islam berinteraksi dengan filsafat, keyakinan asing, serta sains dan teknologi Barat. Penyebab penyimpangan yang lain adalah adanya sikap fanatisme mazhab dan kelompok yang berlebihan. Mereka berusaha membela mati-matian mazhab dan kelompoknya dengan cara menakwilkan al-Quran agar sejalan dengan kepentingan mazhab dan kelompok mereka. Penyebab penyimpangan penafsiran al-Quran yang paling berbahaya adalah adanya upaya-upaya sistematis dari kaum orientalis untuk menanamkan pemikiran-pemikiran sesat ala nasionalisme, pluralisme, dan lain sebagainya ke dalam benak kaum Muslim. Akibatnya, muncullah penafsiran-penafsiran ganjil, bahkan menyimpang sangat jauh dari makna sesungguhnya. Ada sebagian orang menolak kemukjizatan nabi dan rasul, serta kejadian-kejadian luar biasa yang dijelaskan al-Quran. Ada pula yang menyatakan bahwa kisah-kisah nabi dan rasul yang dituturkan di dalam al-Quran hanyalah dongeng-dongeng fiksi yang tidak ada realitasnya, seperti yang dinyatakan oleh Thaha Husein dan Muhammad Ahmad Khalfullah. Muhammad Abduh, misalnya, menolak sihir dan menakwilkan batu-batu yang dibawa oleh burung Ababil dengan “sejenis penyakit campak dan bisul yang ganas”. Ada yang berusaha menafsirkan al-Quran dengan sains dan teknologi karena perasaan inferior terhadap kemajuan sains dan teknologi Barat. Ada pula yang berusaha menafsirkan al-Quran menurut bisikan hati atau ilham yang diperoleh oleh mursyid-mursyid yang diyakini maksum dan keluar dari konteks bahasa Arab. Akibatnya, lahirlah orang yang mengklaim dirinya sebagai nabi dan rasul baru ala Mirza Ghulam Ahmad, misalnya. Muncul pula kelompok-kelompok sesat dan menyesatkan ala Bahaiyah, Islam Liberal, dan lain sebagainya.
Tantangan luar negeri kedua adalah politik penyesatan dan perang pemikiran, yaitu berupa penyesatan dan pengaburan potret Daulah Islamiyah di mata bangsa Muslim dan bangsa kafir. Ini bisa diatasi dengan menjelaskan hakikat Daulah Islamiyah, menguliti ide nasionalisme, dan melakukan mobilisasi umum. Di samping itu, kepada bangsa kafir dijelaskan potret sejarah Islam yang benar tentang perlakuan terhadap bangsa kafir, potret sejarah Islam umumnya dan sikap terhadap sejarah, di tambah penjelasan tentang hakikat sistem kebebasan dan keburukannya.
....
Secara ringkas fakta saat ini menunjukkan: Pertama, opini umum di sebagian besar negeri Muslim telah mulai memihak ide penerapan syariah dan Khilafah. Kedua, umat di banyak wilayah telah meraih kesadaran akan ide Khilafah dan metode membebaskan diri dari penjajah, di samping pemahaman akan para penguasa dan intelektual komprador serta ide-idenya. Ide-ide salah baik demokrasi, sosialisme, nasionalisme dan sebagainya tidak bisa lagi mengelabui umat. Ketiga, semakin banyak dari kaum Muslim di setiap wilayah yang terlibat dalam perjuangan secara jamaah (kepartaian) bagi penerapan syariah dan penegakan Khilafah. Semua itu mengisyaratkan pertolongan Allah telah semakin dekat.
Karena itu, parpol yang berasaskan demokrasi, sekularisme dan nasionalisme akan dilarang dalam negara Khilafah; karena tidak memenuhi dua kriteria tersebut. Parpol berasas nasionalisme dilarang karena tidak menjadikan ukhuwah Islam sebagai ikatan antar anggota. Parpol berasas demokrasi dan sekularisme dilarang karena keduanya bertentangan dengan Islam.
Penjelasan dalil-dalil suatu pasal. Contohnya pasal 4 bahwa parpol wajib mengambil strategi yang bersifat damai, bukan yang bersifat fisik (kekerasan bersenjata) (hlm. 44-45). Penulis menjelaskan dalilnya, yaitu sabda Nabi saw.:
مَنْ حَمِلَ عَلَيْنَا السِّلاَحَ فَلَيْسَ مِنَّا
Siapa saja yang membawa senjata untuk menentang kami maka dia bukan golongan kami. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Namun, segera ditambahkan, bahwa sebagai perkecualian, boleh memerangi penguasa dalam satu keadaan, yaitu ketika penguasa menampakkan kekufuran yang nyata. Ini sesuai dengan sabda Nabi saw.:
وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ اْلأَمْرَ أَهْلَهُ إِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ فِيْهِ مِنَ اللهِ بُرْهَانٌ
Agar hendaknya kami tidak merebut kekuasaan dari pemegangnya, kecuali (kata Nabi saw.) kalian menyaksikan kekufuran yang nyata, yang di dalamnya kalian mempunyai bukti yang nyata dari sisi Allah. (HR Muslim).
kebangkitan berdasarkan pada nasionalisme merupakan salah satu kebangkitan yang salah. katakan pada orang-orang yang menyerukan nasionalisme bahwa mereka bukanlah golongan kami.. Islam
# muhamad_kardiansyah
May 20th, 2008 at 21:19
Setelah membagi-bagi umat Islam atas empat kelompok itu, langkah berikutnya yang penting yang direkomendasi Rand Corporation adalah politik belah bambu. Mendukung satu pihak dan menjatuhkan pihak lain, berikutnya membentrokkan antar kelompok tersebut. Upaya itu tampak jelas dari upaya membentrokkan antara NU yang dikenal tradisionalis dengan ormas Islam yang Barat sering disebut Fundamentalis seperti FPI, HTI, atau MMI Hal ini dirancang sangat detil. Berikut langkah-langkahnya :
Keempat, Secara selektif mendukung kaum sekuler:
* Mendorong pengakuan fundamentalisme sebagai suatu musuh bersama, mematahkan aliansi
* dengan kekuatan-kekuatan anti Amerika berdasarkan hal-hal seperti nasionalisme dan ideology kiri.
* Mendorong ide bahwa agama dan Negara juga dapat dipisahkan dalam Islam dan bahwa Hal ini tidak membahayakan keimanan tapi malah akan memperkuatnya. Pendekatan manapun atau kombinasi pendekatan manapun yang diambil, kami sarankan bahwa hal itu dilakukan dengan sengaja dan secara hati-hati, dengan mengetahui beban simbolis dari isu-isu yang pasti; konsekuensi dari penyesuaian ini bagi pelaku-pelaku Islam lain, termasuk resiko mengancam atau mencemari kelompok-kelompok atau orang-orang yang sedang kita berusahah bantu; dan kesempatan biaya-biaya dan konsekuensi afiliasi yang tidak diinginkan dan pengawasan yang tampaknya pas buat mereka dalam jangka pendek.
Sejarah membuktikan, Inggris sengaja mengobarkan semangat nasionalisme dan patriotisme ke tengah kaum Muslim agar memisahkan diri dari Khilafah untuk selanjutnya dimangsa olehnya. Inggris (sekutu) sengaja mencabik-cabik wilayah Khilafah Ustmani menjadi negeri yang kecil-kecil.
Secara historis, umat Islam dulu (dalam naungan Khilafah Islamiyah) adalah umat yang begitu besar dan sangat kuat, disegani lawan maupun kawan. Namun, pada akhirnya, kekuasan Islam mulai mengalami kelemahan baik dari sisi internal maupun eksternal. Negeri-negeri kaum Muslim pun mulai terpecah-belah dan terus dibayangi oleh penjajahan dan hegemoni kaum kafir. Namun, pada saat itu para penjajah kafir menyadari betul bahwa kaum Muslim tidak bisa dikalahkan begitu saja selama ruh jihad dan keinginan untuk bersatu dan hidup di bawah naungan Daulah Khilafah masih tetap ada dalam benak pemikiran kaum Muslim. Karena itu, pada abad ke 18-19-an, kafir Barat yang dipimpin Inggris menyebarkan paham nasionalisme, patriotisme dan opini “kemerdekaan adalah hak segala bangsa” dan mengubah bentuk penjajahan fisik yang selama ini mereka lakukan terhadap negeri-negeri kuam Muslim dengan melakukan apa yang diebut dengan “politik balas budi” dan mendirikan apa yang disebut commonwealth (negara persemakmuran). Akhirnya, hampir seluruh negeri-negeri kaum Muslim yang berada di bawah satu kepemimpinan Khilafah Ustmaniyah menginginkan untuk memerdekaan diri.
Pada masa Soekarno, Islam dipinggirkan. Bahkan, Indonesia hendak diarahkan menjadi Nasakom (nasionalisme, agama dan komunisme). Isu syariat Islam dibungkam. Partai Masyumi yang gigih menyuarakan Islam dipaksa membubarkan diri oleh Presiden Soekarno, pada akhir tahun 1960 melalui Keppres Nomor 200/1960 tanggal 15 Agustus 1960. Di benak orang Masyumi kala itu Soekarno adalah diktator bagi umat Islam. Dalam bukunya berjudul Sarinah, Soekarno menyatakan kekagumannya kepada Mustafa Kamal yang menerapkan sekulerisme di Turki.
Ismail juga mengklarifikasi komentar dari pihak tertentu yang menyatakan bahwa ide Khilafah bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme. Jika yang dimaksud nilai kebangsaan dan nasionalisme itu adalah pembelaan terhadap kesatuan wilayah, HTI telah membuktikan concern terhadap hal tersebut. Jika nilai kebangsaan dan nasionalisme diartikan dengan pembelaan terhadap nasib bangsa, HTI berulangkali menyatakan pembelaan sekaligus peringatan terhadap upaya-upaya menjerumuskan bangsa ini ke dalam cengkeraman neo-liberalisme.
Tetapi memang kalau nasionalisme diartikan dengan sekularisme, hal ini yang ditentang oleh HTI. Karena, sekularisme dan kapitalisme telah terbukti gagal membawa negeri ini ke arah yang lebih baik. Maka, sesungguhnya ide syariah dan Khilafah merupakan kepedulian yang nyata dari HTI terhadap masa depan negeri ini. Dalam pandangan HTI, untuk menyelamatkan bangsa ini menuju masa depan yang lebih baik, tidak ada jalan lain kecuali hanya dengan Islam.
Siapa saja yang ingin mengembalikan tegaknya negara Khilafah harus membentuk partai sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw.; sebuah partai yang mampu menenggelamkan seluruh pemikiran kapitalisme, komunisme, nasionalisme, dan semua yang bertentangan dengan Islam hilang dalam diri anggota-anggotanya. Mereka menjadi orang-orang yang pantas dan layak mengemban dakwah Islam dan mampu memikul beban dakwah. Rasulullah saw. menjadikan para sahabat berubah secara radikal sehingga mereka mampu menahan beban berat yang menimpanya. Rasul menjadikan sahabat Umar bin al-Khaththab dari seseorang yang pernah mengubur anak perempuannya hidup-hidup hingga menjadi seseorang sebagaimana yang di sabdakan Rasulullah saw., “Jika Umar berjalan di sebuah sisi jalan, setan berjalan di sisi jalan yang lainnya.”
Sejak itu dan selama tahun 2003 gencar dilakukan propaganda untuk mempengaruhi opini penduduk Sudan agar mendukung Protokol Machakos. Propaganda itu terutama gencar dilakukan awal 2003 hingga pertengahan 2003. Pada 24 Mei 2003, Shadiq al-Mahdi pimpinan Umma Party, Muhammad Utsman al-Mirghani pimpinan partai Uni Demokrasi (Union Democratic) dan John Garang pimpinan SPLA menandatangani kesepakatan yang dinamakan Deklarasi Kaero. Deklarasi ini menyatakan dukungan terhadap posisi pemberontak SPLA terhadap pemerintah. Juga memuat satu hal yang berbahaya yaitu kesepakatan bahwa ibu kota yaitu Kharthoum harus dijadikan sekuler. Pada point ketiga dibawah topik “kesatuan Sudan berdasarkan asas yang baru” dinyatakan: “karenanya mereka berpendapat bahwa kesepakatan yang berdasarkan nasionalisme adalah ibu kota yang menyamakan semua agama dan keyakinan merupakan satu hal mendasar sebagai keharusan untuk menjaga kesatuan negeri berdasarkan asas yang baru”. Dan makna point itu dijelaskan John Garang kepada surat kabar ‘Ukazh Saudi (26/5/03): “tidak ada halangan bagi kami agar Kharthoum bersifat nasionalisme, akan tetapi dengan syarat ibu kota itu harus bersifat sekuler yakni agama dipisahkan dari negara. ....
Sedangkan kelompok, partai, atau jamaa’ah yang didirikan di atas aqidah kufur, semacam sekulerisme, demokrasi, sosialisme, nasionalisme, dan sebagainya; serta bertujuan untuk menerapkan dan melanggengkan sistem kufur, maka kelompok-kelompok seperti ini adalah kelompok yang harus dijauhi; dan kaum Muslim dilarang membantu atau melibatkan diri di dalamnya. Pasalnya, kelompok ini tidak berada di atas jalan yang lurus (sunnah Nabi saw), alias telah menyimpang dari jalan Islam. Kelompok-kelompok seperti inilah yang dimaksud oleh nash-nash al-Quran dan hadits riwayat Hudzaifah al-Yamaniy di atas, sebagai firqah yang sesat dan harus dijauhi kaum Muslim. Bukan hizb atau firqah yang tetap berjalan di atas sunnah Nabi saw.
Di samping itu, Rasulullah saw juga secara tegas menyebutkan dan memuji keberadaan firqah naajiyyah (kelompok yang selamat). Nabi saw bersabda;
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ وَلَيْسَ فِي حَدِيثِ قُتَيْبَةَ وَهُمْ كَذَلِكَ
”Akan ada kelompok dari umatku yang selalu menang di atas kebenaran, tidak akan membahayakan mereka orang yang memusuhi mereka, hingga Allah mendatangkan perintahnya, dan mereka tetap dalam keadaan seperti itu”.[HR. Imam Muslim]
Nabi saw juga memuji dan menyebut ’thaaifah al-zhaahirah’ (kelompok yang menang). Imam Ahmad menuturkan sebuah hadits, bahwasanya Nabi saw bersabda;
َزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ لَعَدُوِّهِمْ قَاهِرِينَ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ إِلَّا مَا أَصَابَهُمْ مِنْ لَأْوَاءَ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَأَيْنَ هُمْ قَالَ بِبَيْتِ الْمَقْدِسِ وَأَكْنَافِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ
”Akan selalu ada kelompok (thaaifah) dari umatku yang senantiasa berada di atas kebenaran, dan mampu mengalahkan musuh-musuh mereka. Tidak akan membahayakan mereka, orang-orang yang menyelisihi mereka kecuali hanya sekedar kesulitan hidup yang menimpa mereka, hingga tiba urusan Allah swt, dan mereka tetap berada dalam keadaan itu. Para shahabat bertanya, ”Ya Rasulullah, di manakah kelompok itu? Rasulullah saw bersabda, ”Di Baitul Maqdis dan sekitar Baitul Maqdis”.[HR. Imam Ahmad]
Saddam Hussein adalah seorang pemimpin diktator, yang memerintah dengan sangat kejam dan menerapkan sistem Sosialis kepada rakyat. Dia meyakini semangat nasionalisme Arab dan menyatukan mereka di bawah panji-panji nasionalisme. Dia telah membunuh banyak para ulama yang berjuang untuk menegakkan kembali Khilafah seperti yang saya kemukakan tadi. Di antara yang paling awal adalah Syeikh Abdul Aziz al-Badri —semoga Allah merahmatinya— dan Syeikh Mohammad Baqir al-Sadr dan seorang syaikh yang telah mendidik saya di dalam Hizbut Tahrir, atau yang dikenal sebagai Anwar al-Mousuli. Beliau telah dibunuh pada tahun 1990.
Perbedaan awal dan akhir puasa di negeri-negeri Islam hanya merupakan salah satu potret keadaan kaum Muslim. Kendati mereka satu ummat, namun secara kongkrit umat Islam terpecah-pecah. Di samping masih mengeramnya paham nasionalisme yang direalisasikan dalam bentuk nation state di negeri-negeri Islam, keberadaan khilafah sebagai pemersatu ummat Islam hingga sekarang belum berdiri (setelah khilafah Islamiyyah terakhir di Turki diruntuhkan oleh kaum kuffar). Ketiadaan khilafah inilah menjadikan kaum muslimin berpecah-pecah menjadi lebih dari lima puluh negara kecil-kecil, yang masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri.
Perpecahan di tengah masyarakat, yang terjadi berdasarkan kesukuan, nasionalisme, dan kepentingan politik yang berhaluan kanan-moderat, yang terbelah, antara pemerintah dan kelompok oposisi berdasarkan kepentingannya masing-masing, bukanlah sesuatu yang baru terjadi di negeri kita. Bahkan, ikut campurnya faktor internasional, yakni persaingan antara Eropa dan Amerika terhadap benua Afrika, mengakibatkan meningkatnya konfrontasi, khususnya di [...]
Islam bukan satu agama yang hanya mempunyai ruang lingkup kehidupan pribadi manusia, seperti yang disalahartikan oleh banyak orang. Islam adalah satu jalan-hidup yang sempurna, meliputi semua lapangan hidup kemanusiaan. Islam memberikan bimbingan untuk setiap langkah kehidupan perorangan maupun masyarakat, material dan moral, ekonomi dan politik (termasuk sistem pemerintahan kekhalifahan / negara Islam), hukum dan kebudayaan, nasional dan internasional. Al-Qur'an memerintahkan supaya manusia memeluk agama Islam secara keseluruhan, tanpa pilih-pilih, dan mengikuti semua bimbingan Tuhan dalam segala macam lapangan hidup. Kenyataan sekarang membuktikan bahwa ruang lingkup agama itu dibatasi hanya pada kehidupan perseorangan, sedangkan peranan sosial dan kebudayaannya ditinggalkan. Mungkin tidak ada faktor lain lagi yang lebih penting dari itu yang telah menyebabkan kemerosotan agama di abad modern sekarang ini. Salah seorang filosof modern berkata: "Agama memerintahkan supaya kita memisahkan apa yang untuk Tuhan dan apa yang untuk Kaisar. Pemisahan ini berarti mengurangi dua-duanya. Mengurangi peranan dunia dan agama. Agama sangat kecil, kalau jiwa para penganutnya tidak tergetar ketika awan gelap peperangan bergayutan di atas kepala kita semua dan persaingan industri telah mengancam keamanan masyarakat. Agama telah memperlemah naluri sosial kemanusiaan dan kepekaan moral dengan jalan pemisahan apa yang untuk Tuhan dari apa yang untuk Kaisar." Islam menolak sepenuhnya konsep pemisahan agama seperti itu, dan jelas menyatakan bahwa tujuannya ialah menyempurnakan jiwa dan membentuk masyarakat.
Sungguh Aku telah mengutus Rasul-rasul-Ku dengan membawa penjelasan, dan Aku telah menurunkan bersama mereka Kitab dan keadilan,5 supaya manusia menegakkan keadilan, dan Aku telah menyediakan besi yang mengandung bahaya besar dan manfaat yang banyak bagi manusia, dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong agama-Nya dan rasul-Nya, walaupun agama itu ghaib. Sesungguhnya Allah itu Maha Kuat dan Maha Perkasa. - Al-Hadid 25.
....
Saya kira orang tidak perlu mempelajari secara mendalam tentang ajaran-ajaran Islam, kalau sekedar untuk mengetahui bahwa Islam itu adalah suatu agama yang menyeluruh, meliputi segala lapangan hidup manusia, dan tidak membiarkan satu lapanganpun untuk dimasuki oleh kekuatan buruk syaitan.
Mukaddimah
oleh Al-Ustadh Khursyid Ahmad
Mengapa Kami Memilih Islam
Oleh Rabithah Alam Islamy Mekah
Alih bahasa: Bachtiar Affandie
Cetakan Ketiga 1981
Penerbit: PT. Alma'arif, Bandung
Apa artinya nasionalisme dan masalah perdamaian, dibandingkan dengan tujuan yang diserukan Muhammad itu! Tujuan komunikasi manusia dengan seluruh wujud, suatu komunikasi yang akan meleburkannya dan keluar menjadi salah satu kekuatan alam semesta, yang akan memberi arah kepadanya menuju kebaikan hidup, kenikmatan dan kesempurnaan yang integral.
Ya! Apa artinya nasionalisme dan masalah perdamaian di samping kewajibannya disisi Tuhan, membela orang-orang yang beriman dari renggutan mereka yang hendak membuat fitnah dan godaan, dari mereka yang menghalangi jalan kebenaran, mereka yang hendak menjerumuskan umat manusia ke jurang paganisma dan syirik. ....
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
Penerbit PUSTAKA JAYA
Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
Cetakan Kelima, 1980
Seri PUSTAKA ISLAM No.1
Akan tetapi jiwa perdamaian itu belum lagi merata ke seluruh dunia, karena dasar kebudayaan yang kini berkuasa ialah kebudayaan imperialisma, imperialisma yang didasarkan kepada nasionalisme ....
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
Penerbit PUSTAKA JAYA
Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
Cetakan Kelima, 1980
Seri PUSTAKA ISLAM No.1
Dari sinilah maka masyarakat Islam wajib dibebaskan dari kerasnya pengaruh-pengaruh fanatisme kebangsaan dan nasionalis yang menyerang kehidupan kaum Muslimin untuk mengganti ukhuwah Islamiyah dan persatuan Islam (di bawah sistem pemerintahan kekhalifahan / negara Islam), dan bertindak sebagai musuh.
Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah
(Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh)
oleh Dr. Yusuf Qardhawi
Cetakan Pertama Januari 1997
Citra Islami Press
Jl. Kol. Sutarto 88 (lama)
Telp.(0271) 632990 Solo 57126
Menggugat Nasionalisme Semu (selain kekhalifahan berdasar syariat Islam)
Seorang muslim hanya akan mengatakan, “Sesungguhnya shalatku, semua pengorbananku, hidup dan matiku hanya diperuntukkan pada Allah SWT semata.” Dengan tegas Allah ta'ala berfirman,
“Katakanlah, “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.” (QS Al-An'am : 162)
Nasionalisme adalah satu paham yang ingin menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Mereka menganggap, bahwa kebenaran hanyalah bersumber dari kehendak rakyat. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tak beranjak darinya. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri.
Dari sinilah cikal bakal tumbuhnya ikatan ini, yang notabene lemah dan bermutu rendah. Ikatan inipun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun, bila suasananya aman dari serangan musuh dan musuh terusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini, bahkan bisa jadi satu sama lain mulai kembali bertengkar.
Jadi, memang paham nasionalisme membatasi ikatan loyalitas dan permusuhan, atau kewajiban dan hak manusia berdasarkan berkumpulnya mereka dalam satu negara dengan batasan geografis yang sudah ditentukan. Mereka tidak membedakan antara mukmin dan kafir, antara semua golongan non-Islam dan umat Islam dalam hak dan kewajiban.
Di antara macam nasionalisme adalah nasionalisme kewarganegaraan di mana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, “kehendak rakyat”. Nasionalisme etnis di mana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Nasionalisme budaya di mana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya “sifat keturunan” seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Contoh mudah adalah rakyat tionghoa yang menganggap negara adalah berdasarkan kepada budaya.
Dalam hal ini, Islam yang membawa kehidupan bagi umatnya menentang nasionalisme, tribalisme (perbedaan kaum), rasisme, atau apapun bentuk diskriminasi manusia yang tidak berdasarkan kepada kepercayaan seseorang. Islam menggalakkan keharmonisan masyarakat Islam atau ummat. Penduduk Islam di seluruh dunia tidak pandang bangsa, warna dan keturunan, sehingga shalat pun di kiblat yang sama, berpuasa pada bulan Ramadhan yang sama serta menunaikan haji di ka'bah yang sama. Bahkan sewaktu menunaikan haji atau umrah, semua orang wajib memakai kain ihram putih yang sama.
Rasulullah Saw. sudah menegaskan landasan ideologi yang tidak mengarah pada asabiyah atau fanatisme kenegaraan. Karena landasan ini bisa mengakibatkan sikap yang salah kaprah yaitu memberikan loyalitas pada siapapun termasuk orang-orang kafir dikarenakan satu negara. Dan sebaliknya, bersikap bara' pada siapapun yang di luar negaranya walaupun ia seorang muslim, bahkan sekalipun seorang ulama yang alim. Rasulullah Saw. bersabda,
“Tidak termasuk golongan kami orang-orang yang menyerukan 'ashobiyyah (fanatisme golongan), berperang karena 'ashobiyyah, dan yang mati membela 'ashobiyyah.” (HR Abu Daud No:5121)
Niat Yang Salah
Mereka yang memiliki jiwa nasionalisme mesti melandaskan semua amalannya demi negerinya bukan untuk yang lain, termasuk di dalamnya perang membela diri ketika musuh datang. Semua tenaga bahkan jiwa raga tak terkecuali ia korbankan demi membela negara dan menjaga kesatuan dan keutuhan negara. Dalam benaknya yang ada hanya kehidupan di bawah kesatuan negeri atau mati dalm pembelaan negerinya. Layakkah seorang muslim berperilaku demikian?
Dalam Islam, niat memiliki peran yang teramat peting sehingga bisa menilai salah benarnya langkah seorang hamba dalam perbuatannya, termasuk jihad dalam menghalau musuh. Rasulullah Saw. bersabda,
“Barangsiapa terbunuh di bawah bendera kelompok, mengajak kepada fanatisme atau menolong karena sikap ashobiyah, maka ia mati dalam kondisi jahiliyah (maksiat).” (HR Muslim No:3440)
Raayah Aamiyah (bendera sebuah kelompok) di atas menunjuk pada dua arti : bisa bendera yang tidak jelas arahnya, dan bisa bermaksud bendera yang sudah kesesatannya, yang bertolak belakang dengan Islam : seperti bendera ta'assub kelompok dan golongan, atau ta'asub kenegaraan. Maka matinya dalam kondisi jahiliyyah, tempatnya pun di neraka. Menurut Abu Ishaq, peperangan seperti ini hanyalah perpecahan dan sikap saling membunuh antar kelompok-kelompok. Rasulullah Saw. bersabda,
“Barangsiapa yang berperang agar menjadikan kalimat Allah lebih tinggi, maka ia berada di jalan Allah.” (HR Bukhari No:120)
Demikian dengan mereka yang berperang di bawah bendera kesyirikan maka ia pun bisa menjadi musyrik, atau di bawah bendera kekufuran maka ia pun bisa menjadi kafir. Sebagaimana Allah Swt. Menerangkan tentang orang yang tidak mau berhijrah,
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, “Dalam keadaan bagaimana kamu ini.” Mereka menjawab, “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).” para malaikat berkata, ”Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu.” Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali, kecuali mereka yang tertindasbaik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah).” (QS an-Nisa:97,98)
Karenanya, seorang muslim mesti meluruskan pembelaannya yaitu hanya untuk menegakkan syari'at Allah Awt., bukan menegakkan syariat kufur atau bahkan syari'at musyrik. Maka Nabi Saw. bersabda,
“berperanglah dengan nama Allah dan di jalan Allah, perangilah mereka yang kufur pada Allah.” (HR AlBaihaqi)
Termasuk Keimanan?
Banyak kaum muslimin yang memperjuangkan nasionalisme dengan bersandarkan pada kalimat, “cinta tanah air adalah sebagian dari iman.” Padahal kalimat yang diklaim sebagai hadits tersebut sama sekali tidak memiliki alasan yang jelas. Yang semestinya dapat dilihat ulang, apakah termasuk hadits atau bukan. Karena mengatasnamakan sebuah perkataan sebagai hadits Nabi Saw. akan menimbulkan konsekuensi yang berat. Nabi Saw. bersabda,
“Barangsiapa yang mendustakan atas nama diriku, maka bersiaplah tempatnya di dalam api neraka.” (HR Bukhari No:107)
Tapi bila yang dimaksud cinta tanah air di sini adalah tanah air yang tunduk pada kekuasaan dan hukum Allah Swt. (daulah Islam), maka mencintainya termasuk dari keimanan, bahkan kaum muslimin harus menta'ati dan berbai'at pada khalifah ketika itu. Karena tanah air Islam akan menjaga dunia dan akhirat mereka. Sehingga terealisasi keinginan baldatun thayyibatun warabbun ghafur.
Nabi Saw. sendiri mencintai negeri Madinah, sebagaimana hadits yang bersumber dari Abdullah bin Adi bin Al-Hamra,
“Demi Allah, Sesungguhnya engkau adalah sebaik-baik negeri Allah dan negeri Allah yang paling aku cintai. Demi Allah, jika saja aku tidak dikeluarkan darimu maka aku tidak akan keluar.” (HR Ibnu Majah No:3099 dan Mustadrak Ala Shahihain:3/315)
Demikian dengan hadits yang bersumber dari sahabat Anas bin Malik, “Bahwa Nabi Saw. bila datang dari bepergian, beliau melihat-lihat ke dinding Madinah sambil menaruh untanya. Bila beliau di atas unta, beliau pun turun darinya.” Menurut Ibnu Hajar (Fathul Baari:3/621) hadits di atas menunjukkan keutamaan negeri Madinah, dan anjuran mencintai dan simpati pada negerinya.
Walhasil, seorang muslim tidak dibenarkan membatasi sikap wala dan bara (loyalitas dan permusuhan) hanya karena kesatuan sebuah negara dengan batasan geografis tertentu. Wala dan bara mereka dilandasi karena sebuah keimanan, sehingga siapapun yang beriman dan tunduk pada Allah Swt. Ia memberikan wala sepenuhnya walaupun dia berada di belahan bumi yang lain. Dan sebaliknya, mereka yang tidak mengindahkan syari'at Allah Swt. Dan tidak tunduk pada-Nya, ia akan memberikan sikap bara' sepenuhnya (jelas secara syar'i) walaupun ia satu negara, bahkan sekalipun ia saudara kandung sendiri. Allah Swt. Berfirman,
Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya atau keluarganya. Mereka itulah orang-orang yang di dalam hatinya telah ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah menguatkan mereka dengan dengan pertolongan 834 yang datang dari Dia. Lalu dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Merekalah golongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung. [ Qur'an Surat 58 Al-Mujadilah : 22 ]
834 kemauan dan kekuatan batin, kebersihan hati, kemenangan terhadap musuh, dan lain-lain.
Karenanya, seorang muslim mesti meluruskan pembelaannya yaitu hanya untuk menegakkan syari'at Allah Swt. Bukan menegakkan syari'at kufur atau bahkan syari'at musyrik.
Menggugat Nasionalisme Semu (selain kekhalifahan berdasar syariat Islam)
an-najah edisi 12/Th.1-Rajab 1427H / Agustus 2006
In recent years, Muslim societies have had a number of reform movements imposed upon them from outside that were completely alien to their historical contexts (also alien to their belief), like socialism, secularism, and nationalism. These reform movements and programs have no doubt produced some effects, but they were never able to achieve what was hoped of them.
Syeikh Salman al-Oadah
Those legislations are heavily ladened with capitalist interests and exploit Indonesia’s natural resources. However, if nationalism means unconditional allegiance to secularism, HTI takes a firm opposition for a simple reason — secularism has failed Indonesia time and again. To embrace a better Indonesia, sharia and Caliphate is a strategic choice.
This is the way of the Prophets, filled as it is with dangers. Many of them were killed, many wounded, some were isolated and others denied the right to leave their lands. They were persecuted but remained patient. Furthermore, they never cowed to the cheap delights of this world. Indeed, it has become well known who are the ones that hanker after temporal gains. They are the ones pursuing these gains even if it is on the ruins of the Muslim nation (Daulah Islam) and destruction of its interests.
....
One of these guided callers once declared: “I would much prefer to be postman in a country ruled by Islam rather than to be a ruler or minister in a land that is not governed by the laws revealed by Allah.” In the light of this example and many similar ones the empty claims leveled against the callers to Islam that they aspire to political power are wholly destroyed. The truth of the matter is that they all have a profound concern for the affairs of the Muslim nation (Daulah Islam). What there is no doubt about is that we worship Allah and remain devoted to His religion by considering politics to be an integral part of religion and the doctrine of separating politics from religion is tantamount to disbelieve and defection from the Islamic faith.
The reform of political corruption was one of the tasks which the Prophets were raised to carry out. Allah Almighty says in His Book which can never be approached with falsehood from any angle:
They who do not judge in accordance with what Allah has bestowed from on high are, indeed, deniers of the truth! (Surah Al-Maidah: 44) They who do not judge in the light of what Allah has bestowed from on high – it is they, they who are truly iniquitous! (Surah Al-Maidah: 47) And they who do not judge in accordance with what God has revealed – they, they are the evildoers! (Surah Al-Maidah: 45).
....
It is vitally necessary to confront these media distortions with clear explanations of Allah’s law, which the human soul naturally accepts. This is the long and difficult road which the Prophets chose. Their followers are obliged to choose this path also, regardless of the efforts, hardship, and inconvenience it may cause them. They should know, moreover, that had the Prophets or the reformers fought the various forms of polytheism manifested in social conditions only, which contradict the declaration ‘There is no God except Allah’, then no one would have opposed them. Indeed only a few would have stood up to them. But the Prophets did not call to one aspect of religion only, instead they tried to reform all affairs of life. As the Prophet Muhammad said: “No one will be able to arise with this religion except he who embraces it from all its sides.” There is no doubt, therefore, that among the demands of the declaration of ‘There is no God except Allah’ is the surrender to Allah Almighty only and recognition of His right to legislate and rule.
....
AMONG THE REQUIREMENTS of the declaration There is no God except Allah is that the individual should also free himself from loyalty to others beside Allah. Free himself from loyalty to the iniquitous, loyalty to the pagans, to the Jews, Christians, secularists, hypocrites, and others from among the nations and schools that have strayed from the path of the Prophets and Messengers.
Thus taught the Prophets
Shaykh Salman Al-Awdah
We live in a time when almost everyone is talking about Islam. Matters of Islamic Law are frequently being discussed by all and sundry. Riding this wave of Islamic interest are a number of people who have no clue about Islamic Law and no previous experience in religious matters. Students of knowledge have a duty to stand against this tide and repel the falsehood that it brings with it. They must expose the deviance and ineptness of so called Islamic intellectuals who just yesterday were nationalists, socialists, or what have you until that gravy train dried up and they had to search for a new way of making a living. Those intellectuals expected the people to have very short memories or at least be too much in the dark to figure out what was going on. Happily, they were disappointed. The people quickly saw through them, turned their backs on them, and hurried back to the truth. This, in itself, is a sign of the goodness that the Muslim nation still possesses. It shows that the Muslims cannot be duped so easily. Praise be to Allah who showed us in our people what brought contentment to our eyes.
Who Should Perform Ijtihâd?
A Discussion on Independent Juristic Reasoning in Islamic Law
By Sheikh Salman b. Fahd al-Oadah
Besides the banner of Islam, every banner that is raised is a banner of Jâhiliyyah. Take for example, the banner of nationalism. Nationalism asks us to give our lives for the sake of the ground we walk on. We are told to die for our countries. This is not an Islamic call. It is not what the Prophet (peace be upon him) meant when he said: “Whoever fights so that the word of Allah is supreme has fought in the path of Allah.”3
In truth, the nation has become for many contemporary secularists an idol to be worshipped. One of them went so far as to say:
My country! It they fashioned for me out of it an idol,
I would approach that idol and kiss it.
Another nationalist poet writes:
O my country! I meet you after despair
As if I am meeting along with you my youth.
3 Sahîh al-Bukhârî (123). Sahîh Muslim (1904).
....
Secularism, today’s Jâhiliyyah, is reviving this long-dead practice of old by adopting the “modern” international economic system that sees interest as indispensable.
....
One of the most important tasks carried out by Kemal Attaturk when he attained power was the persecution, expulsion, and slaughter of Turkey’s Muslim scholars. During this time, the head scholar of Ottoman Turkey, Mustafâ Sabrî, died as a refugee in Egypt after fleeing from his country. Attaturk also destroyed all religious institutions. He even prohibited the call to prayer from being made in Arabic and prohibited writing in the Arabic script, replacing that script with the Latin alphabet. He imposed Western dress upon the people. He attempted to transform the Turkish people and give them an entirely new national identity.
....
They were actively nurturing political tension and general discontent at this point. In their public addresses and published articles, they openly talked against Islamic teachings. In periodicals throughout the Muslim world, they made sure to have something published in every issue that criticized one Islamic value or another or that targeted a prominent Muslim scholar or that cast doubt on a matter of faith or religious practice. They came up with slogans like “Religion is for Allah, but the nation is for everyone”.
....
1. We must expose and clarify what the secularists are doing. Allah exposed the machinations of the hypocrites and discusses them in many chapters of the Qur’ân. In the chapter of the Qur’ân entitled Sûrah al-Tawbah, Allah discusses many different types of hypocrite. For this reason, the chapter is also called “The Exposition”, since it leaves no hypocrite without exposing him.
Islam and Secularism
By Sheikh Salman b. Fahd al-Oadah
Maka dapat dipahami, seandainya seluruh manusia itu muslim, sedangkan pemikiran-pemikiran yang dibawanya adalah kapitalisme-demokrasi, perasaan-perasan yang dimilikinya adalah spiritualisme (yang tidak memiliki peraturan) atau nasionalisme; peraturan yang diterapkan adalah kapitalisme-demokrasi, maka masyarakatnya menjadi masyarakat yang tidak Islami sekalipun mayoritas penduduknya adalah orang-orang Islam.
....
Adalah sangat berbahaya jika kita mengambil nasionalisme, dan peraturan sosialis. ....
....
Lahirnya berbagai undang-undang dasar yang ada di dunia ini, bermacam-macam ragamnya. Ada yang lahir dalam bentuk perundangan. Ada yang berasal dari adat istiadat dan kebiasaan suatu bangsa, seperti undang-undang dasar Inggris. Ada pula yang lahir dari hasil kerja badan khusus kelompok nasionalis yang memiliki kekuasaan di tengah-tengah umat saat itu, yang kemudian membuat aturan menjadi undang-undang dasar dan menjelaskan cara perubahannya. Setelah itu, badan ini dibubarkan dan diganti dengan lembaga lain yang ditetapkan dan disahkan oleh undang-undang dasar. Hal seperti ini terjadi di Perancis dan Amerika.
Peraturan Hidup Dalam Islam
Judul Asli: Nizham Al-Islam
Pengarang: Taqiyuddin An-Nabhani
Dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir
Adapun para aktivis gerakan nasionalisme, orang-orang Arab aktivis gerakan ini menyerukan kebangkitan bangsa Arab atas dasar ide nasionalisme yang kabur dan tidak jelas, serta tidak menghiraukan ajaran Islam dan identitas mereka sebagai kaum Muslim. Mereka menggunakan berbagai slogan tentang nasionalisme, ketinggian martabat dan kehormatan bangsa Arab, ke- Araban, kemerdekaan, dan sejenisnya, tanpa disertai kejelasan sedikitpun akan maknanya, yang sesuai dengan hakikat kebangkitan. Sementara itu orang-orang Turki aktivis gerakan ini juga menyerukan kebangkitan bangsa Turki atas dasar nasionalisme Turki.
Para propagandis nasionalisme Turki ataupun Arab ini sebenarnya bergerak sesuai dengan arahan penjajah, yang juga telah mengarahkan gerakan-gerakan nasionalisme di kawasan Balkan untuk melepaskan diri dari Daulah Utsmaniyah sebagai sebuah Daulah Islam.
....
.... Mereka telah dipersatukan oleh tsaqafah asing, pemikiran-pemikiran asing, ser ta perasaan nasionalisme dan patriotisme yang telah dihembuskan oleh kafir penjajah pada mereka. Mereka mempunyai ikatan pemikiran dan perasaan yang satu. Mereka dipersatukan dalam satu pemikiran yang mengantarkan mereka pada satu tujuan, yaitu kemerdekaan bagi bangsa Arab.
....
Hati nurani kaum terpelajar semacam ini tidak tergerak karena dorongan ideologi, tetapi tergerak karena sentimen patriotisme dan nasionalisme. Padahal emosi ini adalah emosi yang salah. Akibatnya, ia tidak akan berjuang demi negerinya dengan benar, dan tidak akan berkorban untuk kepentingan rakyat secara sempurna. Karena perasaannya dalam melihat situasi negerinya, tidak dilandasi oleh pemikiran Islam. ....
....
Demikian pula para penjajah telah meracuni masyarakat dengan paham nasionalisme, patriotisme, sosialisme, sebagaimana mereka juga telah meracuni masyarakat dengan paham kedaerahan yang sempit. ....
....
Hanya saja masalahnya, dalam keadaan ini massa belum terlepas dari perasaan-perasaan lamanya seperti patriotisme, nasionalisme, dan spiritualitas yang nonpolitik. Keadaan-keadaan masyarakat yang ada dapat
mem-bangkitkan perasaan-perasaan ini. Pada saat itulah akan muncul kebanggaan asal-usul yang rendahan seperti kebanggaan akan asal golongan dan madzhab. Akan nampak pula pemikiran-pemikiran lama -seperti kemerdekaan dan kebebasan- dan juga sikap-sikap fanatik yang merusak, seperti fanatik terhadap asal ras atau keluarga.
Pembentukan Partai Politik Islam
Judul Asli: At-Takattul al-Hizbiy
Dikeluarkan Oleh: Hizbut Tahrir
Penulis:Taqiyuddin an-Nabhani
.... Akan tetapi setelah hilangnya khilafah, yang dilanjutkan dengan penguasaan orang-orang kafir Inggris dan Perancis terhadap negeri-negeri Islam, kemudian diikuti dengan tercerai berainya negerinegeri Islam menjadi negeri-negeri yang berdiri berdasarkan asas nasionalisme, baik Arab, Turki, Iran maupun yang lainnya, maka terhapuslah eksistensi fiqih Islam dalam segala interaksi manusia, dalam belajar mengajar dan pendidikan. Fiqih Islam sama sekali tidak dipelajari kecuali di sebagian negeri, seperti al-Azhar di Mesir, Najaf di Irak dan Jami’ah az-Zaitunah di Tunisia. ....
Syakhshiyah Islam
Judul Asli: Al-Syakhshiyah al-Islamiyah
Penerbit: Dar al-Ummah
Pengarang: Taqiyuddin an-Nabhani
Serangan peradaban kapitalis Barat tidak berhenti sampai di sini. Mereka terus menerus menyebarluaskan konsep-konsepnya tentang nasionalisme, patriotisme, demokrasi, hak asasi manusia dan liberalisme, hukum buatan manusia, dan merekayasa tapal batas imajiner antar kaum Muslim. Mereka juga mengangkat para penguasa korup di negara-negara lemah tersebut sebagai antek-antek mereka, untuk menyebarluaskan pengaruh dan ide-ide kufur mereka, melindungi kepentingan mereka, mempertahankan sekat-sekat buatan mereka, menyesatkan kaum Muslim dari jalan Allah, serta menentang setiap orang yang tulus ikhlas berusaha membebaskan diri dari hegemoni mereka. Mereka juga dibantu oleh agen-agen yang terdiri dari para intelektual, yang senantiasa menyerukan dan membela pemikiranpemikiran Barat dengan semangat, menentang konsep peradaban Islam, serta dengan membabi buta berpihak kepada musuh umat. Para serdadu Salib dan agen-agen mereka di kalangan tokoh kaum Muslim juga mengendalikan berbagai media massa dan sarana pendidikan, sehingga mereka sesat dan menyesatkan.
....
Sedangkan pertarungan antara peradaban Barat dan peradaban Islam terwujud dalam berbagai bentuk, di antaranya:
8. Memerangi penggunaan bahasa Arab dan membangkitkan bahasa-bahasa selain Arab, serta melontarkan agitasi-agitasi yang bersifat nasionalistik dan patriotik.
Benturan Peradaban Sebuah Keniscayaan
Judul Asli: Hatmiyyah Shira’ al-Hadharat
Dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir
Cetakan ke-1: 1423 H/ 2002 M
Bagaimana mungkin orang-orang yang benaknya telah terbelenggu tersebut dapat mengetahui bahwa senjata beracun yang pernah dipakai untuk mengakhiri Daulah Islam milik mereka itu adalah senjata yang sama yang dapat menghabisi —selama mereka berpegang teguh kepadanya— kehidupan dan institusi mereka. Pemikiran-pemikiran yang mereka usung —seperti nasionalisme, sekularisme, dan ide-ide lain yang dipakai untuk menikam Islam— adalah sebagian racun yang sengaja dicekokkan oleh tsaqafah tersebut kepada mereka. ....
....
Gerakan-gerakan yang beraneka ragam ini pada akhirnya berhasil merobohkan negara yang disusul dengan munculnya paham nasionalisme di seluruh bagian negara, yaitu di Balkan, Turki, negeri-negeri Arab, Armenia, dan Kurdistan. Saat tahun 1914 M tiba, negara berada di tepi jurang yang dalam, kemudian terseret ke dalam Perang Dunia I, lalu keluar sebagai pihak yang kalah dan akhirnya dihancurkan. Dengan demikian, hilanglah Daulah Islam dan Barat berhasil mewujudkan impiannya yang telah mengusik mereka selama berabad-abad. Barat berhasil menghancurkan Daulah Islam demi untuk menghancurkan Islam itu sendiri. Dengan lenyapnya Daulah Islam, maka pemerintahan di seluruh negeri-negeri Islam tidak lagi Islami dan kaum Muslim hidup di bawah naungan bendera kufur. Sehingga urusan mereka menjadi tercabikcabik, keadaan mereka memburuk, dan akhirnya hidup dalam sistem kufur dan diperintah dengan hukum-hukum kufur.
....
.... Demikian juga kelompok Nasrani Arab ikut bergabung dengan kelompok studi ini. Di antara mereka yang terkenal adalah Ibrahim al-Yazji dan Ibnu Buthras al-Bustaniy. Kelompok studi ini mampu bertahan hidup lebih lama daripada kelompok-kelompok studi lainnya. Di antara program-programnya adalah menyelaraskan dan menyeimbangkan kelompok-kelompok tersebut dan membangkitkan rasa nasionalisme Arab dalam jiwa mereka. Akan tetapi, tujuan sebenarnya yang terselubung adalah serangan misionaris terhadap Daulah Islam dengan mengatasnamakan ilmu. Tujuan itu tampak jelas dengan adanya transfer pemikiran dan peradaban Barat ke dunia Islam.
Kemudian pada tahun 1875, di Beirut dibentuk kelompok studi yang sangat ekslusif (rahasia). Kelompok ini memfokuskan pada gerakan pemikiran politik, lalu menghembuskan ide nasionalisme Arab. Para pendirinya adalah lima pemuda yang pernah dibina dan memperoleh ilmu di kuliah (Fakultas) Protestan di Beirut. Mereka semua orang Nasrani yang menguasai visi-visi misionaris yang mengakar dalam jiwa mereka. Kemudian para pemuda ini mendirikan kelompok studi. Setelah berjalan beberapa waktu, mereka mampu menghimpun beberapa simpatisan. Pendapat-pendapat dan selebaran-selebaran yang disebarkannya ditujukan untuk membentuk opini yang mengarah pada kebangkitan nasionalis Arab dan kemerdekaan politik Arab, khususnya di Suriah dan Libanon. ....
....
Demikianlah kenyataan pemikiran para politisi yang diracuni dengan pikiran-pikiran yang salah, dengan dasar-dasar pemikiran asing. Fakta ini muncul bersamaan di negara Islam dengan tumbuhnya gerakangerakan yang mengatasnamakan kebangsaan, sosialisme, nasionalisme, marxisme, spiritualisme, akhlak, pendidikan, dan nasehat. ....
....
Meski demikian, Mushthafa Kamal tetap melakukan perlawanan. Dia membakar api semangat baru dengan sentuhan nasionalisme Turki. Upaya Mushthafa Kamal berhasil. Tekad dan semangat nasionalisme mereka berkobar kembali. Di berbagai wilayah dan desa-desa Turki tersebar berita tentang keberhasilan Inggris menduduki ibukota. Banyak yang ditawan, perkantoran ditutup dengan paksa, sementara bantuan atau dukungan Sultan dan pemerintahannya terhadap mereka macet. Keadaan berubah. Orang-orang berpaling dari Sultan. Opini umum digiring untuk mendukung kaum nasionalis di Ankara. ....
....
Kemudian dalam setiap mejelis pertemuan, apalagi dalam Komite Kebangsaan (Dewan Nasional), Mushthafa Kamal membahas, membincangkan, dan mengumumkan bahaya Khilafah. Lebih jauh, Mushthafa Kamal menyiapkan iklim yang mendorong penghapusan khilafah. Sebagian anggota dewan membicarakan manfaat khilafah bagi Turki dari sisi diplomasi. Akan tetapi, Mushthafa Kamal menentang mereka dan berkata pada Komite Nasional: “Bukankah khilafah, Islam, dan tokoh-tokoh agama, yang telah memerangi orangorang desa Turki dan mereka mati selama lima abad? Sekarang ini Turki baru melihat kepentingannya dan tidak menghiraukan (daerah) India dan Arab, serta melaksanakan pemerintahan sendiri yang bebas dari penguasaan kaum Muslim.”
....
Pada tahun yang sama, Inggris bekerja keras untuk menghapus Jam’ iyyah Khi lafah (komi te yang memper juangkan khi lafah) di India, membatalkan usahau-sahanya, dan mengubah serta mengalihkan arah perjuangannya ke paham nasionalisme dan kebangsaan. ....
....
Sebelum melakukan penjajahan, kaum kafir imperialis telah mempropagandakan idiom-idiom nasionalis Turki ke tengah-tengah generasi muda Turki. ....
.... Begitu juga di kalangan para pemuda Arab. Slogan-slogan nasionalisme Arab juga disebarluaskan oleh kafir penjajah, seperti, Turki adalah negara penj ajah! Sekaranglah s aatnya bagi b angsa Arab u ntuk membebaskan diri dari penjajahan Turki! Kemudian dengan slogan-slogan itu mereka membentuk partai-partai politik yang bekerja untuk mewujudkan persatuan Arab dan membebaskan Arab. Penjajahan belum dilaksanakan, sampai kafir penjajah berhasil menyebarkan slogan-slogan nasionalisme dan menjadikannya semangat perjuangan menempati posisi yang sebelumnya ditempati Islam. Turki (diberikan) kemerdekaan atas dasar kebangsaan dan nasionalisme. Bangsa Arab juga bekerja untuk pemerintahan yang berdiri atas dasar kebangsaan dan nasionalisme. Kata-kata nasionalisme dan kebangsaan menyebar dan memenuhi atmosfer dunia Islam. ....
....
Di tengah-tengah iklim kebangsaan dan nasionalisme ini, Daulah Islam dibagi-bagi menjadi beberapa negara, dan penduduk setiap negara berpusat dan berkelompok di negara asal mereka tinggal. ....
....
Kemudian di Palestina didirikan gerakan nasionalis kebangsaan Yahudi, yang beberapa waktu kemudian berubah menjadi ‘Gerakan Perjuangan Kemerdekaan’ atas nama negara. Proyek ini diagendakan menjadi ujung tombak kepentingan kafir, dan untuk meletakkan hambatan yang menyibukkan kaum Muslim. Pada akhirnya kaum Muslim lupa terhadap kafir penjajah, yaitu negara-negara Barat , seperti Inggris, Amerika, dan Perancis. Mereka meletakkan penghalang yang akan memecah-belah negerineger i kaum Musl im, sehingga kaum Musl im tidak mampu mengembalikan Daulah Islam. ....
....
Berdasarkan asas yang pertama (pemisahan urusan agama dari kehidupan) , banyak bermunculan kelompok-kelompok dengan sebutan ‘Partai Politik’ yang berorientasi pada seruan kesukuan dan nasionalisme. ....
....
8. Adanya opini umum tentang kesukuan, nasionalisme, dan sosialisme termasuk pendirian gerakan-gerakan politik dengan asas kesukuan, nasionalisme dan sosialisme. Hal itu karena penguasaan Barat terhadap negeri-negeri Islam, penyerahan kendali pemerintahan kepada Barat dan penerapan sistem kapitalis di negeri-negeri Islam, membawa pengaruh terhadap benak kaum Muslim berupa kecenderungan untuk mempertahankan diri. Pada gilirannya akan melahirkan sentimen nasionalisme untuk mempertahankan tempat masyarakat hidup di dalamnya. Juga akan membangkitkan paham sektarian yang membuat manusia cenderung mempertahankan diri, keluarga dan kaumnya, serta berjuang menjadikan pemerintahan yang bersifat golongan. Akibatnya, muncul gerakan-gerakan politik mengatasnamakan nasionalisme untuk mengusir musuh dari negerinya; dan atas nama nasionalisme untuk menjadikan pemerintahan dikuasai oleh keluarganya. ....
Daulah Islam
Judul Asli: Ad-Daulah Al-Islamiyah
Penerbit: Daar al-Ummah
Pengarang: Taqiyuddin An-Nabhani
Cetakan 7, Tahun 1423 H/2002 M
Di antara cara-cara yang akan dijadikan rujukan oleh kaum kafir dengan bantuan agen-agen mereka dari para penguasa dan intelektual adalah:
1. Masalah Nasionalisme dan Sektarianisme
Kaum kafir akan berusaha dengan sungguh-sungguh – seperti dahulu mereka telah berusaha sungguh-sunguh dalam menghancurkan khilafah– untuk membenturkan Khilafah dengan masalah nasionalisme dan sektarianisme. ....
....
Di antara perkara yang akan digunakan kafir Barat untuk memprovokasi masyarakat adalah dengan membangkitkan semangat nasionalisme dan kecenderungan kepada pemisahan, yang dibenturkan dengan masalah dominasi satu bangsa atas banga lain, di mana bangsa yang mendominasi itu akan menguasai kekayaan dan pendapatanpendapatan fisik di bawah dominasinya. Perang terhadap Islam dan pemikiran Daulah Islamiyah akan menggunakan alasan palsu ini untuk tujuan fisik tersebut.
Para penguasa kriminal akan berusaha membangkitkan kecenderungan nasionalisme dan pemisahan di dalam barisan bangsa-bangsa dan di dalam barisan militer, serta menyinggung penghasilan spesial negara-negara tetangga Khilafah seperti minyak atau kemakmuran yang tinggi, atau yang lain di antara perkara-perkara yang menjadi seruan perut dan syahwat.
....
Rintangan ketiga yang telah dilalui oleh umat dan dicampakkan dari jalannya adalah ide-ide yang menghancurkan dan slogan-slogan palsu, mulai dari gerakan-gerakan kemerdekaan yang dijadikan kendaraan oleh umat untuk membebaskan diri dari penjajahan, sampai slogan-slogan nasionalisme, patriotisme, sosialisme dan lainnya. Akhir nasib Sosialisme adalah dipukul oleh Allah di kepala dan jantungnya lalu mati, tidak kembali lagi dan terkubur dalam sejarah.
....
Rintangan kelima yang masih ada –atas izin Allah– dan bahayanya masih terus mengancam di jalan dakwah menuju pintu Khilafah adalah upaya membongkar kedok para penguasa antek yang telah mengelabui umat dengan berbagai kedustaan dan kebohongan mereka secara politis. Mereka berjalan selaku antek menggunakan kedok nasionalisme, patriotisme, sosialisme dan kedustaan-kedustaan politis dan pemikiran lainnya.
....
.... Begitu pula terbongkarnya para pemimpin aksi nasional dan islami yang keduanya berjalan untuk membebaskan tanah Baitul Maqdis mulai dari laut hingga sungainya, setelah kesepakatan yang ditandatangani melalui kaum kafir dan para penolong kaum kafir dari para penguasa dan yang terakhir adalah kesepakatan Makkah. Dan masih banyak dagelan dari para penguasa itu –rekayasa penjajah– yang telah dibongkar oleh umat. Perkara para penguasa itu akhirnya menjadi jelas bagi setiap orang yang berakal sejelas matahari di siang bolong.
....
Pertama, opini umum secara total memihak kepada ide khilafah dan penerapan hukum-hukum Islam di semua negeri kaum Muslim. Sekarang, segala puji hanya bagi Allah, di tengah kaum Muslim tidak ada lagi kecuali ide tersebut. Hal itu setelah semua slogan lainnya telah hancur semisal Patriotisme, Nasionalisme, Sosialisme, Demokrasi dan lainnya.
....
Umat di sebagian besar negeri di dunia Islam telah sampai pada kesadaran terhadap perkara-perkara penting ini dengan kesadaran yang baik. Hal itu memberikan berita gembira akan segera terwujudnya kebaikan pada waktu dekat dengan izin Allah Swt. Ide-ide batil, baik Demokrasi, Sosialisme, atau Nasionalisme tidak bisa lagi mengelabui umat.
Khilafah Rasyidah yang Telah Dijanjikan dan Tantangan-Tantangannya
Judul Asli: al-Khilâfah ar-Râsyidah al-Maw’ûdah wa at-Tahadiyât
Penerbit: Dar al-Ummah
Pengarang: Hamd Fahmi Thabib
Cetakan I, 1428 H/2007 M
.... Survei yang dilakukan oleh Roy Morgan Research pada awal 2008, melibatkan 8,000 responden dari seluruh negeri, menemukan bahwa 52 persen orang Indonesia mengatakan bahwa Syariah Islam harus diterapkan di wilayah mereka. Pada survei yang lain yang diadakan oleh aktivis gerakan nasionalis pada 2006, sebanyak 80 persen mahasiswa memilih syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Sebanyak 15,5 persen responden memilih aliran sosialisme dengan berbagai varian sebagai acuan hidup.
Nasionalisme Kesetiaan Kepada Tanah Air (artikel untuk menunjukkan kekafiran paham nasionalisme)
Hari ini banyak kita temukan orang yang men-sakral-kan dan mengagungkan tanah air. Keyakinan ini bahkan telah menjadi pemikiran, keyakinan dan budi pekerti yang mendarah daging dalam setiap aktivitasnya. Hingga kita dapati orang yang dengan bangga mengatakan, “Kami siap mati demi tanah air, kami siap mengorbankan harta benda dan keluarga kami demi tanah air, kami siap untuk berperang demi membela tanah air dan kami siap mengorbankan apa saja demi membela tanah air ; Tanah air bagi kami adalah segala-galanya”.
Mereka merasa aman dan damai jika negaranya aman, tetapi jika suatu negeri muslim (mayoritas muslim) dibelenggu dan dilibas oleh agresi negara-negara kafir, sama sekali tidak terlintas untuk membelanya, walaupun hanya dengan do'a. Mereka berkata, “Alhamdulillaah negeri kita aman, tidak seperti Irak atau Afghanistan yang selalu menghadapi peperangan. Semoga kerukunan dan kedaimaian seperti ini dapat terus dipertahankan.” Sehingga hampir tidak kita dapatkan negeri muslim yang membela saudara muslimnya yang terjajah, seperti di Palestina, Afghanistan, Mindanao dan tempat-tempat yang lain. Ketika Iraq diserang [sebagian dari] mereka bilang, “Itu kan sarang kaum Rawaafidh [yakni orang-orang syi'ah rafidhah] biarkan saja mereka dihancurkan oleh Allah”.
Mereka juga menerapkan undang-undang Wadl'y [buatan manusia] dan membatasinya dari setiap peluang untuk melaksanakan peraturan bersendi syari'at. Bahkan ada yang membelanya sebagai kufrun duuna kufrin.
Mereka meneriakkan dan membakar semangat patriotisme, mewajibkan seluruh pemuda Islam untuk menghafal lagu-lagu kebangsaan dan menjadikannya nyanyian wajib. Dengan itu, mereka memecah-belah kekuatan umat Islam dan mencerai-beraikannya ke dalam petak-petak kecil negara bangsa sehingga tidak menambahkan kepada umat Islam selain kelemahan.
Bahkan mereka menolak syariat Islam dan mengatakan bahwa syari'at akan menyebabkan perpecahan dan kekacauan. Syari'at Islam adalah syari'at orang-orang kuno dan syari'at bangsa bar-bar yang tidak layak diterapkan pada zaman modern. Jika diterapkannya syari'at Islam kita akan dipecah-belah dan dibeda-bedakan atas dasar agama ; ini seorang muslim, yang itu nasrani, yang itu hindu, yang lain budha, dll.
Kalau para pendahulu mengusir penjajah belanda dari negeri ini karena semangat jihad, ingin mengusir missionaris agar tidak me-murtad-kan umat Islam untuk kemudian masuk ajaran agama mereka atau sekedar murtad saja, tetapi hari ini justru kita tetap memegang erat hukum-hukum yang ditinggalkan oleh penjajah dan menolak hukum Islam ?
Jika kita timbang dengan jujur, nasionalisme hanyalah slogan yang dipergunakan oleh politisi atau kelompok kepentingan untuk menjaga kelanggengan kekuasaannya. Sukarno, menjadikan nasionalisme untuk melanggengkan kekuasaanya. Suharto, tak beda, bahkan selain melanggengkan kekuasaan, juga menjadi topeng menjual kekayaan alam kepada pihak asing dan mendapatkan sedikit komisi untuk kepentingan pribadi.
Tidak berlebihan jika para ulama' yang tergabung dalam Lajnah Daimah berfatwa, “Barangsiapa yang tidak membedakan antara yahudi dan nasrani dan semua orang-orang kafir dengan kaum muslimin kecuali dengan negeri, dan menjadikan hukum mereka adalah satu, maka dia kafir”. (Lajnah Daimah : 1/541).
Nasionalisme dalam pandangan Islam
Islam memerintahkan ummatnya untuk membela dan mempertahankan tanah air dari gangguan dan aneksasi musuh. Tetapi tanah air yang diperintahkan untuk membela itu adalah tanah air yang menerima Islam dan melaksanakan hukum-hukum Allah. Meyakini syariat Allah sebagai peraturan yang benar dan wajib diikuti serta menjadikan hukum Islam menjadi aturan kehidupan. Negeri yang menjadi persemaian dan pelaksanaan dua program besar ; hifdhu ad-dien wa tanfidhuhu, menjaga dien al-Islam dan mengaplikasikannya dalam kehidupan.
Jika ada tanah air seperti ini, maka wajib bagi penduduknya untuk membela dengan segenap kemampuannya. Jika ada pasukan musuh menyerang negeri tersebut wajib melaksanakan jihad di bawah komando pemimpin negara (khalifah) baik pemimpin itu sholih maupun fajir. Kalau ada gerakan pemurtadan wajib ditegakkan jihad untuk melawan mereka.
Ibnu Taymiyah berkata, “Perang defensif merupakan bentuk perang melawan agresor yang menyarang kehormatan dan agama [yang mempunyai kedudukan paling penting]. Hukumnya wajib berdasarkan ijma'. Musuh yang menyerang, yang merusak dien dan dunia, tidak ada kewajiban yang lebih penting setelah beriman selain melawannya. Tidak ada syarat, melawan sesuai dengan apa yang mungkin. Hal ini ditegaskan para ulama madzhab kami dan selainnya. Maka mesti dibedakan antara melawan musuh kafir yang datang menyerang, dengan mendatangi mereka di negeri mereka”. [Al-Fatawa Al-Kubra : I/236].
Imam an-Nawawi juga berkata, “Jenis kedua dari jihad yang hukumnya fardhu 'ain, yakni jika orang kafir menduduki negeri kaum muslimin atau menyerangnya, dan sudah berada di pintu gerbang negeri, ingin masuk untuk menguasai namun belum memasukinya, maka hukumnya fardhu 'ain”. [Hasyiyah Ibnu Abidin : 4/126].
adapun negri-negri yang hari ini menjadi kekuasaan orang-orang kafir, atau dikuasai oleh para thaghut yang tidak mau menerapkan hukum Islam, padahal sebelumnya negeri tersebut adalah negeri kaum muslimin yang menerapkan hukum Islam, maka wajib kaum muslimin untuk membebaskannya dengan seluruh kemampuannya. Seluruh umat Islam berdosa jika tidak berusaha membebaskannya. Kadar dosanya tergantung kadar kedekatannya dengan negeri yang terjajah tersebut.
Nasionalisme palsu
diantara hal yang harus dipahami oleh ummat Islam, banyak penguasa thaghut yang menjadikan nasionalisme sebagai barometer kesetiaan. Jika loyalitas, kecintaan dan kepatuhan seseorang kepadanya tinggi, maka orang itu dinilai sebagai orang yang paling nasionalis. Tetapi jika ia tidak mendukung kebijakan-kebijakan negara, selalu bersikap kritis, maka ia dinilai sebagai orang yang tidak nasionalis, bahkan pada kondisi tertentu dianggap sebagai musuh negara. Sikap kritis dan masukan kritik kadang dianggap merong-rong rezim yang berakibat kepada pencabutan hak-haknya sebagai warga negara, dikenai larangan ke luar negri, dikenai tahanan rumah, atau dikenai ISA (Internal Security Act, akta keamanan dalam negri) yang dengannya seseorang dapat ditahan selama 2 tahun tanpa proses peradilan. [Annas I. Wibowo: negara-negara sistem kufur / thaghut wajib dirong-rong oleh orang Islam]
Ada lagi yang lebih buruk, orang yang dianggap musuh, padahal orang tersebut tidak ada delik hukum apapun yang dia langgar, sementara para thaghut itu khawatir pengaruhnya di tengah masyarakat, maka mereka menggunakan pola lain, character assassination, pembunuhan karakter. Disebarkan issue di tengah masyarakat, bahwa da'i fulan, atau mubaligh fulan pengikut kelompok sempalan, fundamentalis dst. Nasionalisme dijadikan sebagai senjata untuk menyerang musuh-musuhnya, melanggengkan kekuasaannya.
Tidak patut slogan-slogan kosong itu menipu seorang muslim. Seorang da'i tidak akan mundur ke belakang dalam menyampaikan al-haq hanya karena tuduhan-tuduhan miring (atau benar) ; baik dianggap tidak nasionalis maupun ikut berteriak mengajak umat Islam kepada Islam. Kita mulai dengan Islam. Nasionalisme berarti 'ashobiyah wathoniyah adalah bathil, sekalipun ikatan kekabilahan dan kesukuan dalam batas tertentu, ketika dibingkai (diterapkan) Islam justru merupakan modal dan tempat persemaian dilaksanakannya dien Allah.
Kalau kita simak, para tokoh nasionalis pada masa berkuasanya, di berbagai belahan dunia, mereka menjadi orang-orang yang paling dihujat, direndahkan dan dinista oleh rakyat setelah runtuh kekuasaannya. Hampir tidak ada yang selamat dari itu setelah selesai peran sejarahnya. Bukankah hal itu merupakan bukti terkuat bahwa apa yang mereka jual (yakni nasionalisme) selama berkuasa hanyalah isapan jempol dan pepesan kosong. Mengambil contoh dari yang masih hidup tidak ada jaminan selamat. Mereka yang telah mati dan dicatat kebaikannya selama hidup serta menyelesaikannya dengan kebaikan di ujung kematiannya, itulah teladan yang sesungguhnya...
Nasionalisme Kesetiaan Kepada Tanah Air (artikel untuk menunjukkan kekafiran paham nasionalisme)
an-najah edisi 12/Th.1-Rajab 1427H / Agustus 2006
______WAJIB MEMPERGUNAKAN HUKUM ISLAM______
.... Sebenarnya dia telah membawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran itu. [Qur'an Surat (23) Al Mu'minun : 70]
_____________________________________________________
Bukankah ayat-ayat-Ku telah dibacakan kepadamu sekalian, tetapi kamu selalu mendustakannya? [Qur'an Surat (23) Al Mu'minun : 105]
Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang sesat. [Qur'an Surat (23) Al Mu'minun : 106]
_____________________________________________________
Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. .... [Qur'an Surat (33) Al Ahzab : 1]
dan ikutilah apa yang diwahyukan Tuhan kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. [Qur'an Surat (33) Al Ahzab : 2]
______WAJIB MEMPERGUNAKAN HUKUM ISLAM______
Semoga Yang Maha Kuasa melindungi agama kami. Aamiin.
Alhamdulillah.
makasi,...
BalasHapusmantap ini sepemikiran sama saya, nasionalisme itu gak ada dalam islam, islam itu bersifat global bukan hanya pada satu negara dan bangsa..
BalasHapus