IKHTISAR (Executive Summary)
1.
Pada tanggal 24 September 2002, pemerintah Inggris
menerbitkan dokumen yang berjudul Iraq’s Weapons of Mass Destruction. Dokumen
yang sangat ditunggu-tunggu banyak orang itu memuat serangkaian mitos dan
kebohongan, seraya mendaur ulang kisah propaganda klasik. Poin-poin berikut ini
berupaya mengemukakan beberapa mitos dan kebohongan tersebut.
2.
Inggris dan AS dengan sok bersih mengklaim bahwa
mereka hanya bermaksud untuk melucuti persenjataan Irak. Namun, klaim ini bertentangan
dengan ucapan seorang pembantu kebijakan luar negeri senat AS, yang mengatakan,
ketakutan terbesar gedung putih adalah diizinkannya inspektur persenjataan
PBB masuk (ke Irak). [Majalah TIME, edisi 13 Mei 2002].
3.
Inggris dan AS berupaya membenarkan perang yang
mereka canangkan dengan argumentasi bahwa mereka hanya bermaksud menggusur
rezim yang kejam dan brutal. Akan tetapi, yang sebenarnya direncanakan oleh
Barat adalah mendudukkan ‘Hamid Karzai’ versi Irak, yang lebih loyal kepada
mereka, bukan untuk menghilangkan penderitaan rakyat Irak. Hal itu dikatakan
oleh Richard Haas pada tahun 1991, pada saat ia bekerja di National Security
Council (kini ia bekerja di Departemen Luar Negeri AS), kebijakan kami
adalah mengenyahkan Saddam, bukan rezimnya. [dalam Andrew Cockburn dan
Patrick Coburn., ‘Out of the Ashes The Resurrection of Saddam Hussain., hal.
37]
4.
AS dan Inggris mengklaim bahwa serangan terhadap
Irak dapat dibenarkan karena Irak tidak mematuhi tim inspeksi persenjataan PBB
sejak tahun 1998. Akan tetapi, justru AS dan sekutunyalah yang memastikan
kegagalan tim inspeksi senjata PBB tersebut. Mereka melakukan hal itu melalui
tindakan provokatif dan memanfaatkan ketua UNSCOM (saat itu) Richard Butler. Butler-lah,
bukannya Irak, yang atas desakan AS menarik inspektur senjata PBB keluar dari
Irak pada bulan Desember 1998, seusai pertemuannya dengan Duta Besar AS, Peter
Burleigh. Butler memerintahkan penarikan tim inspeksi PBB meskipun ia mengaku
bahwa Irak sebenarnya melanggar hanya lima dari tiga ratus insiden. [Richard
Butler., ‘Saddam Defiant’., hal. 224., dan laporan Associated Press tertanggal
17 Desember 1998]. Butler bahkan tidak melaporkan penarikan para inspektur itu
ke DK PBB, suatu hal yang seharusnya ia lakukan. Ketika pemboman atas Irak
dimulai, Duta Besar Rusia untuk PBB mengakui bahwa krisis tersebut adalah ‘krisis
rekaan’, sedangkan perwakilan RRC di DK PBB menuding Butler telah memainkan
peran ‘yang tidak terhormat’ dalam konfrontasi itu. [Guardian, 18 Desember
1998].
5.
AS dan Inggris mengklaim bahwa tim inspeksi PBB
telah gagal dalam menjalankan misinya, sementara Saddam Husein terus-menerus
-dalam bahasa mereka- ‘main kucing-kucingan’ (cheat and retreat).
Satu hal yang tidak mereka ungkapkan dan luput dalam dokumen pemerintah Inggris
adalah fakta tentang adanya penyusupan terhadap UNSCOM oleh intelijen Barat dan
Israel. Fakta ini diungkap oleh mantan ketua UNSCOM, Rolf Ekeus, pada bulan
Juli 2002. Ia mengaku telah ditipu semasa memimpin UNSCOM. Setelah Ekeus
mundur, Scott Ritter, inspektur senjata senior AS, mengatakan bahwa ia bekerja
sama dengan seseorang yang dijuluki ‘Moe Dobbs’. Moe Dobbs adalah staf ‘CIA
Special Activites (Operasi Khusus CIA)’ dan spesialis covert operations
yang, dengan menggunakan teknologi CIA, menyambungsiarkan informasi intelijen
langsung ke Dewan Keamanan National AS di Fort Meade, untuk diterjemahkan dan
diuraikan isi sandinya. Dalam tulisannya, Ritter juga mengungkap pertemuannya
dengan intelijen Israel dan bagaimana mereka membekalinya dengan pencari
frekuensi dan alat perekam kode komunikasi dari Irak [Scott Ritter.,
‘Endgame’., hal. 135., dan Dilip Hero., ‘Neighbours Not Friends’., hal.
103-104] Pertanyaannya adalah, sudikah suatu negara mengizinkan para inspektur
senjata, yang mengaku tim inspeksi PBB, padahal bekerja untuk agen intelijen
asing, masuk secara leluasa ke negerinya sendiri?
Covert operations, menurut
definisi US Department of Defense (DOD), Interpol (I), dan Inter-American
Defense Board (IADB), adalah operasi yang sangat terencana dan dieksekusi
dengan menyembunyikan identitas atau mengizinkan penyangkalan yang masuk akal
oleh pihak sponsor. Covert operations berbeda dengan clandestine
operations, meskipun sama-sama sering diartikan sebagai operasi rahasia.
Covert operations lebih menekankan masalah ketersembunyian identitas
sponsor dan bukan operasinya itu sendiri (Sumber: Joint Chiefs of Staff,
Department of Defense, JCS Pub 1, 1987, dalam Propaganda and Psychological
Warfare Studies, Glossary – Department of Defense – Military and Associated
Terms).
6.
Inggris dan AS kerap kali berargumentasi bahwa
kepemilikan Irak atas senjata pemusnah massal dan hasrat Irak membuat senjata
nuklir menunjukkan semacam itikad buruk yang harus direspon. Akan tetapi setiap
negara atau bangsa yang licik seperti AS dan Inggris sebenarnya telah
mengembangkan pula senjata tersebut, baik untuk kepentingan pertahanan maupun
demi tujuan kebijakan luar negeri mereka di masa yang akan datang. Sebagaimana
dibahas dalam Bab 1, Barat secara sistematis telah menggunakan senjata pemusnah
massal mereka untuk mencapai tujuannya. Satu hal yang tidak diungkapkan oleh AS
maupun Inggris adalah fakta bahwa Irak berada di posisi yang sulit, yakni
menghadapi musuh potensial seperti Israel, serta terancam oleh kehadiran –dalam
jumlah besar– pasukan Barat di Teluk yang beroperasi di zona larangan terbang.
Israel sendiri memiliki senjata nuklir dan mengembangkan fasilitas produksi gas
mustard dan gas syaraf di daerah Sinai sejak tahun 1982. Anthony
Cordesman dan Ahmed Hashim, analis militer AS, dengan lugas menyatakan, ‘Mengasumsikan
bahwa upaya tersebut –yaitu mengembangkan senjata pemusnah massal– dapat
dikaitkan dengan kelangsungan Saddam Hussein dan elit (partai) Ba’ath adalah
hal yang berbahaya. Mayoritas calon pemimpin Irak memiliki rasa takut dan
ambisi yang sama setidaknya dalam waktu dekat ini. Tidak akan ada pemimpin Irak
yang mampu mengabaikan upaya Iran atau Israel atau tantangan potensial dari AS
dan sekutunya di bagian selatan Teluk’ [Cordesman dan Hashim., ‘Iraq
Sanctions and Beyond’., hal. 336]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar