Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Minggu, 05 April 2020

Balasan Bagi Orang yang Menolak Dan yang Menerima Petunjuk - TAFSIR QS Muhammad: 16-17



Oleh: Rokhmat S. Labib, MEI

“Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu, orang-orang berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat Nabi): "Apakah yang dikatakannya tadi?” Mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka. Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan ketakwaannya.” (TQS. Muhammad [47]: 16-17)

Manusia mendapatkan apa yang diusahakan. Orang yang menolak petunjuk dari Allah SWT, enggan mendengarkan nasihat yang baik, bahkan melecehkannya, hati mereka akan dikunci mati. Itu adalah hukuman bagi mereka. Hukuman lainnya, mereka akan terus mengikuti hawa nafsu dan kekufuran.

Sebaliknya, orang-orang yang mau menerima petunjuk, akan ditambah oleh Allah SWT dengan petunjuk dan diberikan taufik untuk melakukan amal shalih. Inilah di antara yang diterangkan oleh ayat di atas.

Hukuman Bagi Orang Kafir

Allah SWT berfirman: Wa minhum man yastami'u ilayka (dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu). Dalam ayat sebelumnya diberitakan tentang balasan yang akan diterima oleh orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang kafir di akhirat. Bagi orang yang bertakwa, balasan yang akan diterima adalah Surga, yang di dalamnya dipenuhi dengan beragam kenikmatan. Sebaliknya, orang-orang kafir dimasukkan ke dalam Neraka yang berisi aneka siksaan yang mengerikan.

Ayat ini pun masih membicarakan dua golongan tersebut. Yang pertama diberitakan adalah golongan orang-orang kafir. Ini ditunjukkan oleh dhamiir hum (kata ganti mereka) pada kata minhum. Mereka yang dimaksudkan ayat ini adalah orang-orang munafik. Demikian menurut para mufassir, seperti Ibnu Jarir al-Thabari, al-Qurthubi, Fakhruddin al-Razi, Ibnu Katsir, al-Khazin, al-Alusi, al-Jazairi, dan lain-lain.

Kesimpulan para mufassir itu mengisyaratkan bahwa orang-orang munafik termasuk golongan orang-orang kafir. Mereka menampakkan dirinya sebagai orang Mukmin, padahal tidak ada iman dalam hati mereka.

Dikatakan pula oleh Ibnu Jarir al-Thabari, ketika itu orang-orang munafik mendengar perkataan Rasulullah . Akan tetapi, mereka tidak mengerti dan memahaminya lantaran meremehkan kitab yang dibacakan kepada mereka, melalaikan perkataan beliau, dan keimanan yang beliau serukan.

Kemudian dalam frasa berikutnya disebutkan: Hattaa idzaa kharajuu min 'indika qaaluu li al-ladziina uutuu al-'ilm maa dzaa qaala anifa[n] (sehingga apabila mereka keluar dari sisimu orang-orang berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan [sahabat-sahabat Nabi]: "Apakah yang dikatakannya tadi?"). Jika orang-orang yang keluar dari majelis Rasulullah adalah orang-orang munafik, maka orang-orang yang diberi ilmu, menurut Ibnu Zaid adalah para sahabat. Demikian pula penjelasan al-Alusi, al-Khazin, al-Jazairi, dan lain-lain. Sehingga, ayat ini dapat dipahami bahwa setelah keluar dari majelis Rasulullah , orang-orang munafik itu bertanya kepada beberapa sahabat.

Mereka bertanya sebagaimana disitir ayat ini: Maa dzaa qaala anifa[n] (apa yang dikatakan tadi). Pertanyaan ini sesungguhnya ungkapan untuk melecehkan. Dikatakan al-Khazin, itu terjadi ketika Rasulullah khutbah dan menyebut aib orang-orang munafik, lalu mereka keluar dari masjid seraya bertanya kepada Ibnu Mas'ud dengan nada mengolok-olok. Bahwa pertanyaan mereka itu sebagai bentuk ejekan, juga dikemukakan oleh Imam al-Qurthubi, al-Khazin, al-Jazairi, dan lain-lain.

Menurut al-Jazairi, seandainya mereka orang Mukmin yang mencintai Rasulullah , niscaya mereka akan berkata: Maa dzaa qaala Rasuulul-Laah anifa[n] (apa yang dikatakan Rasulullah tadi?) dan bukan Maa dzaa qaala anifa[n] (apa yang dia katakan tadi?). Dengan ucapan itu, mereka bermaksud untuk mengatakan bahwa apa yang dikatakan oleh Rasulullah itu sama sekali tidak bermanfaat sedikitpun.

Menurut Sayyid Quthb dalam Fii Zhilaal al-Qur'aan, pertanyaan yang mereka ajukan setelah menyimak perkataan Rasulullah -kata al-istimaa' bermakna al-samaa' bi al-ihtimaam, mendengarkan dengan penuh perhatian- menunjukkan kepura-puraan mereka mendengar perkataan Rasulullah , padahal sesungguhnya hati mereka lalai dan terkunci rapat.

Kemudian ditegaskan: Ulaaika al-ladziina thaba'al-Laah 'alaa quluubihim (mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah). Ayat ini memberikan penjelasan tentang balasan yang diberikan atas sikap mereka. Balasannya adalah ditutupnya hati mereka.

Dikatakan al-Jazairi, hati mereka telah dikunci mati hati mereka oleh Allah SWT adalah karena kekufuran dan kemunafikan mereka. Hal itu disebabkan oleh banyaknya noda-noda kekufuran dan kemunafikan hingga menutupi hati mereka, maka menutup dan mengunci mati hati mereka.

Lalu diberitakan balasan lainnya untuk mereka dengan firman-Nya wa [i]ttaba'uu ahwaa‘ahum (dan mengikuti hawa nafsu mereka). Yang dimaksud dengan mengikuti hawa nafsu mereka adalah mengikuti kekufuran dan kemunafikan. Artinya, ketika mereka tidak mau mengikuti kebenaran, maka Allah SWT mematikan hati mereka, sehingga hati mereka tidak memahami dan tidak mengerti. Ketika itulah, mereka mengikuti hawa nafsu mereka dalam kebatilan. Demikian, penjelasan al-Khazin dalam tafsirnya.

Diterangkan al-Jazairi, 'mengikuti hawa nafsu mereka' menjadi sebab dua hal. Pertama, penutup dan penghalang mereka dalam mencari hidayah. Kedua, yang membuatnya menjadi buta dan tuli, sehingga mereka tidak mendapatkan petunjuk.

Balasan Bagi Penerima Petunjuk

Setelah menceritakan sikap orang-orang kafir yang meremehkan petunjuk dari Rasulullah serta balasan yang diberikan kepada mereka, kemudian Allah SWT berfirman: Wa al-ladziina [iJhtadaw zaadahum hud[an] (dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka). Mereka yang dimaksudkan ayat ini adalah orang-orang Mukmin. Demikian penjelasan al-Khazin dan al-Jazairi.

Orang Mukmin yang diterangkan ayat ini adalah orang-orang yang mau menerima petunjuk. Karenanya, mereka pun mendengarkan semua petunjuk yang disampaikan Rasulullah dengan cermat dan sungguh-sungguh. Maka, mereka pun memahami petunjuk dan ilmu yang diajarkan Nabi . Ilmu mereka pun bertambah.

Menurut Ibnu Katsir, mereka adalah orang-orang yang bertujuan untuk mendapatkan petunjuk. Terhadap mereka, Allah SWT pun memberikan taufik kepada mereka, dengan memberikan petunjuk kepada mereka, meneguhkan mereka agar tetap berada di atas petunjuk, dan menambahkan petunjuk kepada mereka.

Diterangkan al-Khazin, frasa: Zaadahum huda[n] mengandung makna bahwa setiap kali mereka mendengarkan wahyu yang disampaikan Rasulullah , mereka pun mengimani dan membenarkan apa yang mereka dengar, maka hal itu menambah hidayah yang telah ada pada mereka dan menambah keimanan yang juga telah ada pada mereka.

Menurut Fakhruddin al-Razi, ayat ini bermaksud untuk menerangkan perbedaan dua golongan tersebut. Seolah-olah dikatakan: Mereka (golongan pertama) tidak memahaminya; sedangkan mereka (golongan yang kedua) memahaminya. Juga, seolah-olah Allah SWT telah mengunci mati hati mereka, lalu menambah mereka menjadi buta; sedangkan kepada al-muhtadii (orang yang menerima petunjuk) ditambahkan petunjuk.

Kemudian disebutkan: Wa aataahum taqwaahum (dan memberikan balasan ketakwaannya). Frasa ini bermakna, Allah SWT mengilhamkan kepada mereka petunjuk. Demikian Ibnu Katsir dalam tafsirnya.

Tak jauh berbeda, al-Khazin juga memaknai ayat ini bahwa Allah SWT memberikan taufik kepada mereka untuk mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka. lnilah takwa.

Menurut Abdurrahman al-Sa'di, Allah SWT memberikan taufik kepada mereka kepada kebaikan, menjaga mereka dari keburukan. Diingatkan dalam ayat ini, al-muhtadiin (orang-orang yang mendapatkan petunjuk) mendapatkan dua balasan, yakni: ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.

Demikianlah. Setiap manusia mendapatkan hasil dari apa yang dikerjakannya. Ketika mereka enggan mendengarkan petunjuk, apalagi mengolok-olok dan meremehkannya, maka hati mereka dibuat semakin tertutup rapat. Sebaliknya, mereka bersungguh-sungguh mencari petunjuk dan bersedia menerima penjelasannya, Allah SWT pun menambahkan petunjuk buat mereka. Semakin banyak ilmu yang bermanfaat yang mereka dapatkan. Tak hanya itu, mereka pun diberikan taufik dan kekuatan untuk mengamalkannya dalam kehidupan. Semoga kita termasuk golongan yang terakhir ini. WalLaah a'lam bi al-shawaab.[]

Ikhtisar:

1. Orang-orang kafir yang tidak mau mendengarkan perkataan Nabi dengan sungguh-sungguh, apalagi melecehkan perkataan beliau, hati mereka ditutup dan mengikuti kekufuran.

2. Orang-orang Mukmin yang mau menerima petunjuk, diberikan tambahan petunjuk dan diberikan taufik untuk mengerjakan amal shalih.[]

Sumber: “Balasan Bagi Orang Menolak Dan Mencari Petunjuk” Tabloid Media Umat edisi 172

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam