Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 03 Maret 2021

Perang Salib Gaya Baru



“Putra-putri negeri Muslim menjadi kelinci percobaan yang dididik dengan cara Barat yang menyalahi metodologi pengajaran Islam yang benar," kata Ketua DPP Muslimah  Ummu Fadhillah dalam Konferensi Perempuan lnternasional (KPI) di Jakarta, Sabtu (11/3).

Di hadapan peserta Konferensi Perempuan Internasional, ia mengemukakan ini terjadi tidak lepas dari sistem pendidikan sekuler. Sistem pendidikan tersebut tak memberikan solusi jitu bagi perubahan ke arah yang lebih baik. Tidak ada patokan yang jelas.

Tak mengherankan kurikulum berulang kali berganti. Dan ternyata, perubahan itu tak juga meningkatkan kualitas anak didik. Sertifikasi guru pun dinilai tak serta-merta menyejahterakan para guru, apatah lagi meningkatkan dedikasinya. Sementara, arah riset mahasiswa dikendalikan korporasi, menjebak mereka menjadi buruh pintar. Dikelolanya pendidikan oleh manajemen swasta, bukan oleh negara, berakibat pada mahalnya biaya pendidikan. "Berbagai upaya perbaikan ini, alih-alih menyelesaikan, justru menambah keterpurukan,” kata Ummu Fadhillah.

Perang Pemikiran

Perubahan arah pemikiran umat Islam, menurutnya, tak lepas dari keberhasilan Barat menanamkan pemahaman sekuler ke tengah-tengah umat. Dan itu tidak serta-merta terjadi, tapi sudah melalui proses yang sangat lama.

Ini diawali dengan Eropa menjajah dunia Islam dengan serangan misionarisnya yang mengatasnamakan ilmu pengetahuan dan kemanusiaan. ”Strategi ini untuk mengokohkan penjajahan pemikiran yang sudah mulai memusat di negeri-negeri Islam. Barat juga menikam peradaban Islam. Agama Islam dipelajari di sekolah-sekolah Islam sebatas materi spiritual-etika, jauh dari hakikat pemahaman tentang hidup,” jelasnya.

Barat melalui kader-kadernya yang hidup di tengah-tengah umat, lanjutnya, mengajarkan sejarah Islam dengan menonjolkan sisi-sisi aibnya yang sengaja direkayasa. Inilah yang kemudian disebut Perang Salib gaya baru. Proses ini terus berlangsung hingga kepribadian Barat dijadikan sebagai asas kehidupan Islam dan tsaqafah Islam tercabut dari benak kaum Muslim.

Akibatnya, kaum intelektual yang kebanyakan merupakan anak asuh peradaban Barat, menjadi pemeluk IsIam yang meyakini bahwa Islam adalah penyebab kemunduran kaum Muslim. Misi para misionaris ini pun berhasil.

Ia menjelaskan, perang pemikiran dan serangan misionaris itu disertai dengan berbagai serangan politik, yang memecah-belah Daulah Islam menjadi beberapa negara, di antaranya Turki, Mesir, Irak, Suriah, Libanon, Palestina, kawasan Timur Yordania, Hijaz, Najd, dan Yaman. Ini sangat memudahkan Barat untuk menjadikan sistem kapitalisme buatannya diterapkan di dalam negeri kaum Muslim, agar kaum Muslim jauh dari sistem pemerintahan Islam, namun sebaliknya rela mempertahankan sistemnya Barat.

Keberhasilan kafir penjajah tersebut, lanjutnya, didukung dengan makin mantapnya pilar-pilar dan penegakan semua perkara berlandaskan politik pengajaran yang dibakukan, di samping metodologi pendidikan kafir penjajah, yang hingga saat ini masih diterapkan di seluruh negeri-negeri Islam. Prestasi ini menghasilkan "pasukan besar" para pengajar, yang menjaga dan melestarikan metodologi ini.

Ia mengungkapkan, politik pengajaran dibangun dan disusun berdasarkan dua dasar. Pertama, memisahkan urusan agama dari kehidupan (sekulerisme). Kedua, menjadikan kepribadian kafir penjajah sebagai sumber utama pembinaan. Dengan demikian, berkembang di kalangan intelektual pikiran tentang pemisahan agama dari negara. Sementara itu di kalangan masyarakat berkembang pemikiran tentang pemisahan agama dari politik.

Serangan Barat

Kekuatan Islam itu terletak pada pemahaman agama dan penerapan hukumnya. Kondisi ini sangat disadari oleh musuh-musuh Islam. Makanya, mereka mencari berbagai cara untuk memperlemah kaum Muslim ini. Dan mereka tahu cara untuk itu yakni dengan menjauhkan pemahaman kaum Muslim dari agama dan penerapan hukum-hukumnya.

Ketika Barat mulai menusuk jantung kaum Muslim, kondisi Daulah Islam mulai menurun. Peristiwa itu muncul pertama kali sejak abad ke-5 H, ketika pintu ijtihad dinyatakan tertutup. Kondisi ini kritis hingga yang terparah adalah ketiadaan tindakan untuk menghidupkan bahasa Arab dan tidak menjadikannya sebagai satu-satunya bahasa yang diwajibkan dalam Daulah Islam.

Pada pertengahan abad ke-12 H (18 M) keadaan berubah, institusi negara berdiri di atas sisa-sisa sistem Islam yang buruk penerapannya, yang lebih banyak berada dalam nuansa sistem Islami daripada benar-benar dalam sistem Islam. Negara juga berlandaskan kepada pemikiran yang membingungkan dan simpang siur.

Pada abad ke-13 H (19 M), neraca sejarah antara Daulah Islam dan negara non-Islam mulai berayun. Neraca dunia Islam mulai melemah. sementara timbangan Eropa mulai menguat. Di Eropa muncul gerakan revolusi pemikiran. Lalu ada pula revolusi industri yang membawa pengaruh sangat dominan di Eropa. Muncullah inovasi-inovasi baru yang memperkuat Eropa dari sisi pemikiran dan kekayaan materinya.

Kaum Muslim saat itu hanya bisa tercengang dan bingung menyaksikan revolusi pemikiran dan industri di Eropa. Ini menghentikan roda sejarah kejayaan Islam, saat roda peradaban Eropa sedang berputar. Maka, Eropalah pemilik ideologi, sementara umat Islam sebagai pemilik ideologi yang benar, hidup dalam angan-angan ideologi itu sendiri, karena buruknya penerapan ideologi tersebut.

Pada suatu titik, umat Islam berada di persimpangan. Di satu sisi, para ulama fiqih memberi fatwa yang mengharamkan setiap hal baru dan mengafirkan setiap orang yang belajar ilmu-ilmu alam dan mencap setiap pemikir sebagai zindiq dan atheis. Di sisi lain ada sekelompok kecil umat yang melihat keharusan mengambil segala hal dari Barat, berupa ilmu pengetahuan, tsaqafah, peradaban maupun madaniah. Mereka ini adalah orang-orang yang belajar di Eropa atau di sekolah-sekolah misionaris yang telah menyusup ke negeri-negeri Islam.

Akhirnya, mayoritas masyarakat bahkan mengompromikan Islam dengan ide-Ide Barat. Pada akhir masa pemerintahan Daulah Khilafah, berkembang sebuah pemikiran bahwa Barat telah mengambil peradabannya dari Islam dan Islam membolehkan untuk mengambil dan mengamalkan sesuatu yang bersesuaian dengan Islam, selama dianggap tidak bertentangan. Inilah kesuksesan Barat menghancurkan pemikiran Islam.

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 193
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam