Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 27 Februari 2021

Bagaimana Memperlakukan Para Pengkhianat Dan Pembantai Umat Islam, Setelah Khilafah Tegak?



Pengkhianat dalam beberapa ayat Al-Qur’an senantiasa diposisikan sebagai orang yang dibenci oleh Allah SWT. Seperti dalam beberapa surat berikut:
”Dan janganlah kamu berdebat -untuk membela- orang-orang yang mengkhianati dirinya, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang banyak berkhianat dan berlumur dosa” (TQS. An-Nisaa':107).
”Sesungguhnya Allah tidak menyukai para pengkhianat” (Al-Anfaal: 58).
”Tidaklah makar jahat itu akan menimpa, kecuali kepada pelakunya sendiri” (TQS. Fathir: 43).

Dalam rentang sejarah pun para pengkhianat menjadi penyebab dibantainya umat Islam. Hal ini bisa ditelusuri bagaimana ibukota kekhilafahan Abbasiyah di Baghdad hancur lebur dan banjir darah disebabkan seorang pengkhianat bernama Muayyaduddin Ibnul 'Alqami, seorang perdana menteri Khalifah al-Mu'tashim Billah yang bekerja sama dengan Hulaghu Khan dengan janji jabatan untuk menghancurkan Baghdad. Begitupun tiga orang pengkhianat bernama Yusuf bin Kamasyah dan Abul Qasim al-Malih, serta satu tokoh agama bernama al-Baqini yang dengan hina menyerahkan kekuasaan Granada kepada Raja Fernando 3 dan Ratu Isabella untuk dihancurkan dan diserahkan kepada kerajaan Kristen hanya demi harta dan jabatan.

Dampak adanya pengkhianatan sangat dahsyat terhadap umat Islam. Sekitar 400.000 orang lebih terbunuh di Ibukota Khilafah Abbasiyah pada saat pembantaian oleh pasukan Mongol. Begitupun di Spanyol, umat Islam nyaris bersih tak tersisa kecuali hanya bangunan dan beberapa saja yang selamat dari pembantaian umat Kristen. Sekali lagi, ini karena pengkhianatan.

Perlakuan terhadap Pengkhianat

Pengkhianatan bisa saja dilakukan oleh Muslim ataupun kafir (ahlu dzimmah, ahlu musta'min). Berkhianat merupakan tindakan yang haram. Bahkan diposisikan sebagai ahlu bughat (pembangkang). Sebagaimana diharamkan bagi seluruh kaum Muslimin bersekongkol dengan orang kafir untuk memerangi kaum Muslimin, baik secara individu maupun negara. Sebab, jika seorang Muslim memerangi seorang Muslim lainnya diharamkan, maka pengharaman bersekongkol dengan orang kafir untuk memerangi kaum Muslimin lebih berat lagi.

Allah SWT menggambarkan pembunuhan seorang Muslim terhadap Muslim yang lain sebagai kekafiran karena begitu besar dosanya. Rasulullah SAW bersabda, "Mencela seorang Muslim adalah fasik, sedangkan membunuh seorang Muslim adalah kekafiran.” Oleh karena itu, isti'anah dengan orang kafir untuk memerangi kaum Muslimin lebih berat.

Akan tetapi, walaupun hal ini diharamkan, namun hal ini tidak mengeluarkan eksistensi keimanan ahlu bughat. Hukum Allah bagi hak mereka tidak berubah. Mereka tetap dianggap bughat dan mendapat perlakuan sebagai ahlu bughat meskipun mereka bersekongkol dengan orang-orang kafir.

Sedangkan bagi ahlu dzimmah dianggap berkhianat jika mereka membatalkan perjanjian di antara mereka dengan daulah ketika ada. Namun ketika daulah Islam tidak ada seperti saat ini, maka posisi orang kafir dianggap masih sebagai ahlu dzimmah bagi mereka yang berketurunan ahlu dzimmah. Ketika daulah Islam masih ada dahulu. Sehingga perjanjiannya masih berlaku hingga saat ini, dan batalnya perjanjian yang dilakukan saat ini berimplikasi terhadap mereka setelah nanti Daulah Khilafah tegak kembali.

Ibn al-Qayyim mengemukakan delapan perkara mengenai hukum-hukum ahlu dzimmah yang wajib tidak dilakukan oleh mereka, jika mereka melakukannya maka batal perjanjiannya. Kedelapan hal tersebut adalah:
(1) Membantu memerangi kaum Muslim
(2) Membunuh kaum Muslim dan Muslimah
(3) Membegal kaum Muslim di jalan
(4) Memberi tempat kepada mata-mata (musuh)
(5) Membantu kaum kafir untuk memerangi kaum Muslim, baik dengan panduan ataupun tulisan mengenai informasi kaum Muslim
(6) Menzinahi Muslimah
(7) Menyetubuhi wanita Muslimah atas nama pernikahan
(8) Memfitnah kaum Muslimin agar meninggalkan agamanya
Kemudian Ibn al-Qayyim menambahkan empat lagi yaitu; jika Ahlu Dzimmah menyebut nama Allah, kitab-kitab-Nya (al-Qur’an), agama-Nya dan menyebut Rasul-Nya SAW dengan sebutan yang tidak layak.

Jika ahlu dzimmah mengabaikan kedua belas hal di atas, maka mereka telah membatalkan jaminan keamanan, baik semuanya tadi dinyatakan sebagai syarat dalam perjanjian ataupun tidak.

Konsekuensi hukuman atas pengkhianatan perjanjian bagi ahlu dzimmah dibagi menjadi lima keadaan:

1. Jika mereka (ahlu dzimmah) mengangkat senjata terhadap kaum Muslimin karena terlibat dengan bughat (pemberontakan), maka mereka akan diperangi oleh khalifah sebagai ahlu bughat.

2. Jika mereka mengangkat senjata terhadap kaum Muslimin yang melakukan bughat dalam rangka membela Daulah Islam, maka Perjanjian mereka tidak batal.

3. Jika mereka mengangkat senjata untuk membegal di jalanan, maka mereka akan diperlakukan sebagaimana tindakan kriminal yang dilakukan oleh umat Islam dalam hal hukuman bagi pembegal.

4. Jika mereka mengangkat senjata tidak terlibat bughat maupun musuh (kafir harbi), maka mereka akan diperangi sebagaimana memerangi ahlu harb.

5. Jika mereka mengangkat senjata memerangi umat Islam karena bergabung dengan kaum kafir harb, maka mereka akan diperangi sebagai kaum kafir harb.

Khalifah bisa memperlakukan para pengkhianat yang menjadi sebab dibantainya umat Islam dengan dua cara: pertama, bagi seorang Muslim yang membantu orang kafir membunuhi umat Islam, maka akan dikenai hukuman bughat.

Kedua, bagi kafir harbi yang bersama dengan ahlu bughat harus diperangi dengan pemerangan yang sebenarnya, dan berjihad melawan mereka dengan jihad yang bersifat syar'iyyah, serta memerangi mereka dengan peperangan yang tanpa kompromi. Bagi mereka ditegakkan kondisi perang, dan memperlakukan mereka yang kena tawan sebagai tawanan, dan diberlakukan bagi mereka hukum-hukum tawanan.

Mereka dikenai seluruh hukum jihad, serta seluruh hukum yang dikenakan kepada ahlu harbi. Demikian pula jika orang-orang kafir tersebut adalah kafir musta'min. Sebab, jika mereka bersekongkol dengan ahlu bughat, pada dasarnya mereka (kafir musta'min) telah melepaskan perjanjiannya, sehingga mereka berubah menjadi ahlu harbi. Akan tetapi hal itu bisa dijatuhkan kepada mereka jika mereka (kafir musta'min) melakukan hal tersebut berdasarkan pilihan dan ketertundukan mereka. Yaitu, jika mereka bersekongkol dengan ahli bughat karena pilihan mereka.

Adapun jika mereka (kafir musta'min) bersekongkol dengan ahlu bughat karena paksaan, takut siksaan dan ancaman mereka, otomatis kafir musta'min diperlakukan sebagai bughat bukan perlakuan muharibin [layaknya kafir harbiy].
Adapun jika orang-orang kafir yang bersekongkol dengan ahlu bughat adalah kafir dzimmiy maka persekongkolan dengan ahlu bughat tidak mengeluarkan eksistensi mereka sebagai ahlu dzimmah, baik persekongkolannya atas pilihan [sendiri] atau paksaan. Sebab, kafir dzimmi adalah bagian dari warga Daulah Islamiyah. Oleh karena itu, kafir dzimmi dikenai hukum bughat. Mereka diperangi dengan pemerangan yang bersifat edukatif, bukan dengan agresi militer.
Wallahu'alam.

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 195
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam