Unsur-Unsur Institusi Pemikiran Islam
............Institusi Hizb tidak identik dengan strukturnya, tetapi jauh lebih luas dari itu. Memang benar bahwa aktivitas Hizb lahir dari struktur Hizb, di mana pemahaman, standardisasi dan qana’ah yang menjadi menjadi asas strukturnya merupakan bagian dari institusi Hizb. Meskipun demikian struktur tersebut bukan merupakan institusinya. Jadi institusi Hizb merupakan akumulasi dari pemahaman, standardisasi dan qana’ah yang mendarahdaging pada sekelompok manusia sebagai sekumpulan manusia, bukan sebagai individu. Apabila aktivitas-aktivitasnya lahir dari sekolompok orang itu, atau -dengan kata lain- dari salah satu struktur Hizb, atau salah satu anggota kelompok itu, sementara aktivitas-aktivitas tadi lahir dari sekumpulan pemahaman, standardisasi dan qana’ah, maka aktivitas itu sebenarnya lahir dari Hizb dalam kapasitasnya sebagai sebuah instistusi. Jadi yang melahirkan bukan dari individu maupun strukturnya.
Karakter institusi Hizb tersusun dari beberapa unsur, yang masing-masing diramu oleh ikatan yang membentuk institusi. Sedangkan unsur yang membentuk karakter institusi Hizb adalah kumpulan pemahaman, standardisasi, qana’ah, dan sekelompok manusia. Sedangkan ikatan yang menjalin unsur-unsur itu adalah akidah yang menjadi asas Hizb, dan tsaqafah yang menjadi identitas pemahaman Hizb. Berdasarkan unsur-unsur serta ikatan inilah, maka institusi pemikiran, atau Hizb itu terbentuk. Institusi ini satu-satunya yang wajib melakukan aktivitas. Hizb layaknya badan (syakhshiyah) yang dapat diindera, kekuatan dan pengaruhnya dapat dirasakan, sama persis seperti tubuh negara dan tubuh umat. Badan (syakhshiyah) atau institusi inilah yang masuk ke dalam arena pertarungan di tengah-tengah masyarakat. Dialah yang harus berusaha meraih kepemimpinan umat, baru kemudian menggapai kendali pemerintahan. Hizb harus pula berusaha agar umat menjadikan tubuh Hizb sebagai tubuh umat, dan menjadikan tubuh umat sebagai tubuh Hizb. Dalam kerangka menerjuni masyarakat sesuai dengan langkah yang digariskan dalam nasyrah, maka Hizb menempuh uslub sebagai berikut:
1- Yang berkaitan dengan uslub, dalam khiththoh ini aktifitas yang dikeluarkan tidak mengikuti rumusan para hizbiyin, ataupun yang berasal dari Lajnah al-Mahaliyah. Baik yang menyangkut rumusan kifah siyasi, maupun shiro’ul fikri. Sesungguhnya setiap hizbiyin wajib mengemban dakwah secara terus menerus, melakukan diskusi dan kontak, serta memberikan halaqah. Lajnah al-Mahaliyah juga secara terus menerus harus melakukan aktivitasnya sebagai hizbiyin dalam tatsqif murokkazah, tatsqif jama’iy, mengontrol dakwah, serta berusaha membuat rencana apa yang dipandang perlu untuk dilakukan, antara lain yang berkaitan dengan diskusi, seperti memberikan pemikiran tertentu untuk memotivasi diskusi, atau membuat uslub-uslub tertentu untuk menggerakkan para syabab. Masing-masing Lajnah al-Mahaliyah dan hizbiyin wajib melaksanakan apa yang diperintahkan kepada mereka oleh orang yang mempunyai wewenang. Ini menjelaskan ciri ketaatan yang disertai dengan kesadaran mutlak, sekaligus menerangkan ciri sebuah institusi yang melakukan aktivitas bukan sebagai individu maupun lajnah. Setiap hizbiyin wajib melakukan aktivitas berdasarkan dorongan dari dalam, sekalipun hubungannya dengan Lajnah al-Mahaliyah terputus. Begitu pula setiap Lajnah al-Mahaliyah harus melakukan aktivitas berdasarkan dorongan internalnya, meskipun hubungannya dengan Lajnah al-Wilayah terputus.
2- Lajnah al-Wilayah merupakan administratur Hizb, sekaligus penampakan politik, di mana Hizb dapat disaksikan secara politis. Di satu negeri Lajnah al-Wilayahlah yang aktif sebagai sebuah Hizb. Karena itu dalam aspek politik Lajnah al-Wilayah harus nampak di tengah-tengah umat dan di dalam wahana politik, seperti juga keharusan penampakkannya dalam aspek pemikiran. Jadi politik menjadi atributnya, sedangkan pemikiran merupakan tabiatnya.
Inilah substansi Lajnah al-Wilayah dalam sebuah negeri. Tatkala substansi dan sosoknya telah dikenal, maka ia akan mudah melakukan aktivitas berdasarkan dorongan internalnya, sekalipun hubungannya dengan Lajnah al-Qiyadah dalam jangka waktu tertentu, atau dalam kondisi tertentu terputus.
3- Aktivitas Lajnah al-Wilayah ada dua macam: (1) Aktivitas operasional, yang wewenangnya diserahkan kepada mu’tamad sendiri. (2) Aktivitas administratif-managerial untuk wilayahnya, yang wewenangnya diserahkan kepada lajnah secara keseluruhan sebagai sebuah lajnah. Pengambilan keputusan seperti yang telah dijelaskan dalam nasyrah sebelumnya, yaitu apabila membawa implikasi pada pemikiran maka yang diambil adalah yang benar, meski diperlukan waktu lebih banyak untuk membahasnya. Jika dalam perkara itu tidak diperoleh kata sepakat untuk menerima satu pendapat, maka pendapat mu’tamad-lah yang dijadikan rujukan, tanpa memperhatikan lagi aspek lainnya. Misalnya saja apakah tekanan Hizb terhadap kementrian tertentu untuk melaksanakan aktivitas tertentu berakibat pupusnya peluang Hizb untuk memimpin pemerintahan, ataukah tidak? Apakah pelaksanaan salah satu aktifitas kifah siyasi di wilayah itu dapat membawa implikasi dihantam dengan hantaman yang mematikan, ataukah tidak ? Jadi setiap pendapat yang membawa implikasi pada pemikiran tidak perlu lagi memperhatikan pendapat mayoritas.
Sebaliknya apabila pandangan tersebut membawa implikasi pada perbuatan, maka yang dijadikan rujukan adalah pendapat mayoritas. Misalnya saja, apakah suatu perkara cukup diekspose di masjid-masjid atau dengan selebaran tertulis ? Contoh lain, apakah selebaran itu disebarluaskan diseluruh negeri atau khusus di sebagian kota-kota penting saja supaya lebih terfokus di tempat-tempat tertentu sehingga pengaruhnya lebih kuat dan besar ? Dan contoh-contoh semacam itu yang membawa implikasi pada perbuatan............
Unsur-Unsur Institusi Pemikiran Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar