Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Kamis, 23 Mei 2013

Makalah Kritik Terhadap UUD 1945

Makalah Kritik Terhadap UUD 1945




KRITIK ISLAM TERHADAP UUD 1945

Kata Pengantar

Kritik terhadap UUD 45 yang sekarang dalam pembahasan secara intensif untuk amandemen, dibuat semata untuk menunjukkan bahwa undang-undang dasar yang selama ini telah diterima begitu saja (taken for granted) bahkan selama lebih dari 30 tahun cenderung dikeramatkan, sesungguhnya mengandung kelemahan bahkan kesalahan yang sangat  mendasar bila dilihat dari kacamata Islam. Kesalahan mendasar ini wajar terjadi mengingat memang sejak dari awal undang-undang dasar ini memang tidak dibuat dalam kerangka sistem Islam.

Setelah sekian puluh tahun berlalu semenjak diundangkan, kelemahan dan kesalahan mendasar dari Undang Undang Dasar itu semakin terlihat dan ternyata memberikan pengaruh buruk yang sangat nyata di tengah masyarakat. Undang-undang yang dibuat semestinya untuk menata kehidupan bermasyarakat dan bernegara agar tercipta masyarakat yang adil, damai dan sejahtera, yang terjadi justru sebaliknya. Berbagai krisis, baik di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan pendidikan terus menerus terjadi dan datang silih berganti, bahkan bersamaan seperti yang sekarang tengah berlangsung. Akhirnya, bukan masyarakat adil, damai dan sejahtera yang terbentuk, melainkan masyarakat yang sarat dengan kesenjangan, ketidakadilan dan ketidaknyamanan serta ketidakamanan.

     Untuk itu diperlukan  perombakan bahkan pergantian, bukan sekadar amandemen atau perbaikan karena istilah amandemen mengandung arti sebagai suatu perubahan yang bersifat modifikatif tanpa meninggalkan bangunan dasarnya, dari Undang Undang Dasar 45 itu agar bisa didapat sebuah undang undang baru yang  sesuai dengan prinsip religiusitas bangsa Indonesia yang mayoritas muslim. Berangkat dari pemikiran itulah maka Hizbut Tahrir Indonesia mengajukan dua naskah, yakni Kritik Undang Undang Dasar 45 yang berisi kritik dalam perspektif Islam terhadap UUD 45, dan Rancangan Undang Undang Dasar Islam.

Harapannya, semua itu bisa memberikan pencerahan kepada umat dan selanjutnya  terus diperjuangkan  oleh seluruh komponen umat baik para ulama, cendekiawan, polisi dan tentara, kaum profesional, buruh, tani, pemuda, pelajar dan sebagainya, lebih khusus para anggota parlemen yang beragama Islam yang bertanggungjawab atas setiap perundangan yang terlahir di negeri ini, sehingga akhirnya dapat diujudkan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Insya Allah.

Wassalam

Pimpinan Pusat
Hizbut Tahrir Indonesia

Muhammad Ismail Yusanto 
HP: 0811-119697

Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
Pendahuluan
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
Bab I Bentuk dan Kedaulatan
Bab II Majelis Permusyawaratan
Bab III Kekuasaan Pemerintahan Negara
Bab XIII Pendidikan
Bab IV Kesejahteraan Sosial
Bab XV Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan

PENDAHULUAN

Undang-undang Dasar sebuah negara merupakan sumber hukum terpenting, dan menjadi landasan hukum utama bagi seluruh peraturan perundang-undangan yang ada di bawahnya. Undang-undang Dasar juga menghimpun seluruh mekanisme kerja sebuah negara, baik menyangkut hubungan antara rakyatnya, antara penguasa dan rakyatnya, antara lembaga-lembaga negara, dan antara institusi negara dengan negara lainnya. Lebih dari itu Undang-undang Dasar merupakan penterjemahan secara umum namun praktis dari sebuah ideologi atau pandangan hidup tertentu yang menjadi dasar/asas dari Undang-undang Dasar.

   Oleh karena itu, shahih tidaknya sebuah Undang-undang Dasar amat ditentukan oleh shahih tidaknya ideologi atau pandangan hidup yang menjadi landasannya. Sama halnya dengan lurus tidaknya kehidupan masyarakat, kehidupan penguasa, hubungan di antara keduanya, dan interaksi negara tersebut dengan negara lain, amat ditentukan oleh shahih tidaknya muatan dari Undang-undang Dasar.

   Berdasarkan hal ini, maka kami Hizbut Tahrir Indonesia menyampaikan kritik terhadap Undang-undang Dasar 1945, sekaligus menyampaikan rancangan Undang-undang Dasar Islam (Dustûr Islâm).

1.    Undang-undang Dasar 1945 adalah produk akal manusia, sedangkan Undang-undang Dasar Islam merujuk kepada Wahyu Allah Swt. dan tuntunan Sunnah Rasulullah Saw.

   Undang-undang Dasar 1945 disusun berdasarkan kondisi masyarakat, kondisi politik dan keterbatasan akal para penyusunnya. Di samping itu juga sarat dengan berbagai kepentingan yang muncul saat itu dari para penyusunnya tersebut. Adanya keterbatasan, kontradiksi antara peringkat hukum maupun antara butir-butirnya, berbagai persepsi yang tak berkesudahan dan munculnya berbagai kepentingan saat itu merupakan konsekuensi logis dari sebuah Undang-undang Dasar yang merujuk pada pendapat-pendapat manusia yang tidak memiliki tolok ukur sama dalam benar dan salah. Islam mengkritisi hal itu dalam firman Allah Swt.:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
   “Apakah (sistem) hukum Jahiliyah (yang bukan Islam) yang mereka kehendaki. Dan (sistem) hukum siapakah yang lebih baik daripada (sistem) hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS. Al-Maidah [5]: 50)

Islam adalah sebuah ‘ideologi’ yang tidak memiliki cacat maupun kelemahan, karena berasal dari Al-Khaliq (Sang Pencipta manusia dan seluruh alam semesta), yang memiliki Pengetahuan tanpa batas, Keadilan tanpa cela, dan tidak membutuhkan sesuatu apapun dari manusia maupun makhluk-makhluk-Nya. Fakta seperti ini cukup menjadi alasan bagi kita bahwa standardisasi/tolok ukur benar salah yang hakiki adalah benar- salah menurut ‘ideologi’ Islam.

2.         Undang-undang Dasar 1945 berlandaskan ideologi sekular yang tidak jelas.

   Undang-undang Dasar 1945 berlandaskan pada ideologi Pancasila. Meskipun pada butir pertama diletakkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, akan tetapi Pancasila tidak menjelaskan peran agama di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini berakibat pada ketidakjelasan konsep negara. Indonesia bukan negara agama, bukan pula negara sekular, tidak termasuk  negara Komunis, lalu termasuk negara apa?

Ketidakjelasan konsep ini berimplikasi sangat luas, sehingga berakibat pada ketidakjelasan konsep-konsep lainnya. Seperti konsep ekonomi, konsep politik dalam negeri, konsep politik luar negeri, konsep pendidikan, konsep peradilan dan hukum, konsep pertahanan dan militer, konsep kehidupan sosial kemasyarakatan dan sejenisnya. Apabila pada tataran konsep masih belum jelas, maka pada tataran praktis akan muncul kesimpangsiuran dan kerusakan fatal. Pada akhirnya negara yang tidak memiliki ideologi atau lemah ideologinya pasti akan membebek terhadap negara lain yang memiliki ideologi kuat.

3.         Undang-undang Dasar 1945 berlandaskan pada kedaulatan di tangan rakyat. Sedangkan Islam menjadikan kedaulatan itu di tangan Allah Swt.

Meletakkan kedaulatan ada di tangan rakyat bertentangan dengan konsep Islam yang menjadikan kedaulatan itu berada di tangan Syara’ (Allah Swt.) Firman-Nya:

إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ ِللهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
“(Hak) Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.” (TQS. Al An’am [6]: 57)

أَلاَ لَهُ الْحُكْمُ وَهُوَ أَسْرَعُ الْحَاسِبِينَ

“Ketahuilah, bahwa (hak menetapkan) hukum itu kepunyaan Allah. Dan Dialah Pembuat perhitungan yang paling cepat.” (TQS. Al-An’am [6]: 62)

Apabila wewenang menetapkan hukum berada di tangan manusia, maka akan muncul kontradiksi, perubahan-perubahan hukum, dan hancurnya pilar-pilar hukum. Yang haram menjadi halal. Yang halal menjadi haram. Al-Quran menyebut produk-produk hukum buatan manusia itu sebagai hukum thaghut. Al-Quran menyebut pula para pembuat hukum dan perundang-undangan sebagai thaghut. Firman Allah Swt.:

يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ

“Mereka hendak bertahkim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thaghut itu.” (TQS. An-Nisa [4]: 60)

Al-Quran bahkan memberikan sifat kepada mereka yang membuat-buat hukum –dengan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal- sebagai orang-orang yang menjadikan tuhan-tuhan selain Allah. Firman Allah Swt.:

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللهِ
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah.” (TQS. At-Taubah [9]: 31)

Mendengar ayat tersebut Adi bin Hatim berkata kepada Rasulullah Saw.:
“Sesungguhnya mereka tidaklah menyembah orang-orang alim dan rahib-rahib itu, wahai Rasulullah.”
Maka Rasulullah Saw. menjawab:
“Tidak demikian, sesungguhnya orang-orang alim dan rahib-rahib itu mengharamkan yang halal atas mereka dan menghalalkan yang haram atas mereka. Lalu mereka mengikutinya. Itulah bentuk penyembahan mereka kepada orang-orang alim dan rahib-rahib mereka.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Jadi, siapapun yang menetapkan suatu hukum dengan memutuskan kehalalan dan keharaman sesuatu tanpa seijin atau tanpa merujuk kepada Allah Swt., berarti ia telah melanggar batas yang ditetapkan Allah Swt., sekaligus telah mengangkat dirinya sebagai tuhan. Dan orang yang mengikutinya telah menjadikan ia sebagai tuhan selain Allah! Dengan demikian, manusia sama sekali tidak memiliki hak membuat hukum. Segala sesuatu yang akan diundang-undangkan, yang akan mengatur segala urusan rakyat, mengatur hubungan rakyat dan penguasa, mengatur lembaga-lembaga tinggi negara, dan mengatur hubungan institusi negara dengan negara lain harus diambil (argumentasinya) dari Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah Rasul-Nya. Jika tidak, maka Al-Quran menggolongkannya ke dalam kelompok orang-orang kafir, zhalim dan fasik.

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“Siapa saja yang tidak memutuskan perkara hukum (yang berkait dengan politik, peradilan, sosial, ekonomi, pendidikan, militer dll) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang kafir.” (TQS. Al-Maidah [5]: 44)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Siapa saja yang tidak memutuskan perkara hukum (yang berkait dengan politik, peradilan, sosial, ekonomi, pendidikan, militer dll) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang zhalim.” (TQS. Al-Maidah [5]: 45)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Siapa saja yang tidak memutuskan perkara hukum (yang berkait dengan politik, peradilan, sosial, ekonomi, pendidikan, militer dll) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang fasik.” (TQS. Al-Maidah [5]: 47)

Makalah Kritik Terhadap UUD 1945

DOWNLOAD BUKU KRITIK ISLAM TERHADAP UUD 1945

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam