KEISTIMEWAAN DO’A
Kedudukan
Do’a
Allah Swt. menjelaskan kedudukan do’a dan posisinya yang
agung, yaitu dengan memulai dan menutup Al Qur’an dengan do’a. Do’a pembuka
dengan Surat Al Fatihah dan do’a penutup dengan Surat Al Ikhlas dan al
mu’awidzatain (Al Falaq dan An Naas).
Syaikhul islam
Ibnu Taimiyah berkata, “Dalam Surat Al Ikhlas terdapat pujian hamba kepada
Allah sedangkan dalam al mu’awidzatain terdapat do’a hamba kepada Allah
agar Dia senantiasa melindunginya. Pujian dan do’a selalu digabungkan,
sebagaimana digabungkan dalam Ummul Qur’an. Ummul Qur’an dibagi menjadi
dua antara Tuhan dengan hamba, setengahnya adalah pujian kepada Tuhan dan
setengahnya yang lain adalah do’a untuk hamba.”
Keistimewaan-Keistimewaan
Do’a
Do’a memiliki keistimewaan yang banyak sekali,
jarang terdapat pada ibadah-ibadah yang lain. Keistimewaan ini adalah bahwa
manfaat do’a terjadi pada waktu hidup dan sesudah mati. Nas-nas Al Quran dan
Hadits telah menetapkan bahwa orang yang telah meninggal bisa mengambil manfaat
dari do’a. Rasulullah Saw.
bersabda, artinya:
“Apabila seseorang meninggal dunia, maka
terputus amalnya kecuali dari tiga hal … “Anak shalih yang
mendo’akannya.” [HR. Muslim (3/1255) hadits no:1631]
Allah Swt. berfirman, artinya:
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka
(Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan
saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami.” [QS. Al Hasyr: 10]
Shalat jenazah merupakan do’a bagi orang yang
mati. Telah disepakati bahwa pahala do’a sampai kepada orang yang dido’akan.
Di antara keistimewaan-keistimewaan do’a
adalah kemudahannya dan tidak terikat dengan waktu, tempat dan kondisi, ini
juga membedakannya dengan ibadah-ibadah yang lain. Do’a membuka pintu hati,
menumbuhkan rasa ketundukan yang sempurna dan perasaan selalu membutuhkan Tuhan
dalam semua kondisi yang dihadapi.
Selain itu, do’a menunjukkan kerendahan,
kelemahan, rasa membutuhkan, penghambaan dan pengagungan Tuhan.
Keistimewaan-keistimewaan ini menunjukkan betapa agung dan tingginya kedudukan
do’a.
Saudaraku seiman! Kini anda telah tahu, bahwa
di antara yang tertulis dalam takdir adalah tertolaknya musibah dengan do’a.
Do’a menjadi sebab untuk menolak musibah dan mendatangkan rahmat, seperti
tameng menjadi sebab untuk menyelamatkan diri dari serangan panah dan air
menjadi sebab tumbuhnya pepohonan di bumi. Tameng menolak anak
panah, sehingga tameng dan anak panah saling menyerang dan menolak. Begitu
pula halnya dengan do’a dan musibah keduanya saling menyerang dan menolak.
Mengakui takdir Allah Swt.
bukan berarti membuang senjata dan berpangku tangan, karena Allah Swt. telah berfirman, artinya: “Bersiap
siagalah kalian.” [QS. An Nisaa`: 71] Dia
yang telah menentukan kebaikan, tentu telah menentukan sebab-sebab untuk
mendatangkannya. Demikian pula halnya dengan kejelekan, tentu Dia telah
menentukan sebab-sebab untuk menolaknya. [Ihyaa` ‘Ulumuddin, karya Abu Hamid Al Ghazali]
Saudaraku seiman! Jangan pernah meninggalkan
do’a, karena Allah Swt.
telah berkata dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Dzar ra. dari Nabi Muhammad Saw., artinya:
“Sesungguhnya Allah Swt. berkata, ‘Hai, hambaku! Sesungguhnya Aku mengharamkam kedzaliman
atas diri-Ku dan Kuharamkan pula atas dirimu, karena itu janganlah kamu berlaku
dzalim! Hai, hamba-Ku! Kamu sekalian sesat, melainkan orang-orang yang mendapat
petunjuk-Ku, karena itu mohonlah petunjuk kepada-Ku, Aku berikan petunjuk
kepadamu. Hai, hamba-Ku! Kamu sekalian lapar, melainkan orang yang Kuberi
makan, karena itu mintalah makan kepada-Ku, niscaya Aku beri kamu makanan. Hai,
hamba-Ku! Kamu sekalian telanjang, melainkan orang yang Kuberi pakaian, karena itu mintalah pakaian kepada-Ku, niscaya Aku beri
kamu pakaian. Hai hamba-Ku! Kamu sekalian banyak bersalah siang dan malam hari,
padahal Aku bersedia mengampuni segala dosa semuanya, karena itu minta ampunlah
kepada-Ku, Kuampuni kamu. Hai, hamba-Ku! Kamu tidak akan dapat mendatangkan
mudharat kepada-Ku. Seandainya kamu dapat, tentulah kamu telah mendatangkannya
kepada-Ku. dan kamu tidak dapat memberikan manfaat kepada-Ku, seandainya kamu dapat
tentu kamu telah memberikannya kepada-Ku. Hai, hamba-Ku! Seandainya orang-orang
yang sebelum dan sesudah kamu, manusia maupun jin, lebih bertakwa daripada
orang yang paling bertakwa di antara kamu, maka hal itu tidak akan menambah
sesuatupun bagi kekuasaan-Ku. Hai, hamba-Ku! Seandainya orang-orang yang
sebelum dan sesudah kamu, manusia maupun jin, lebih durhaka daripada orang yang
paling durhaka di antara kamu sekalian, maka hal itu tidaklah mengurangi
sesuatupun bagi kekuasaan-Ku. Hai, hambaku! Seandainya orang yang sebelum dan
sesudah kamu, manusia maupun jin, mereka berkumpul pada suatu tempat yang luas,
lalu mereka meminta kepada-Ku dan Kupenuhi permintaan mereka semuanya, maka hal
itu tidak akan mengurangi sesuatupun dari perbendaharaan-Ku, melainkan hanya
seperti berkurangnya sebuah jarum bila dimasukkan ke dalam samudera. Hai,
hamba-Ku! Hanya amal kamu sajalah yang Kuperhitungkan untukmu, lalu kubayar
penuh pahalanya, maka siapa yang beroleh kebaikan, hendaklah dia memuji Allah
Swt. dan siapa yang mendapatkan selain kebaikan, maka janganlah dia mencela
siapa-siapa kecuali dirinya sendiri (karena dia yang bersalah).” [HR. Muslim (2759), At Timidzi, Ibnu Majah dan An Nasa’i
dalam Sunannya (11180)]
Wahai, orang yang terkena musibah! Wahai
mereka yang sedang sakit! Wahai mereka yang teraniaya! Mengapa kalian mengetuk
semua pintu dan meninggalkan pintu-Nya? Dia yang malu jika ada hamba-Nya
mengangkat kedua tangannya dan membiarkannya dengan tidak memberi apa-apa.
Saudaraku! Mengapa kalian bergantung kepada manusia, mengapa kalian mengadu
kepada manusia, mengapa kalian mengadu kepada yang tidak memiliki kasih-sayang
padahal Yang Maha Kasih senantiasa membuka pintu-Nya?
Apabila musibah menimpamu, jangan tampakkan
kesusahanmu dengan mengadu kepada manusia, karena sesungguhnya mereka tidak
memiliki kekuatan untuk menghilangkan kesusahanmu. Akan tetapi bergantunglah
kepada Allah Swt.,
karena sesungguhnya Dia membuka tabir kedukaan, menghilangkan kesedihan dan
merubah keadaan kepada yang lebih
baik. Segala sesuatu yang terjadi di kerajaan-Nya terjadi dengan
kehendak-Nya.
Kekuatan yang sesungguhnya terletak pada sikap
tawakkal kepada Allah.
Orang yang bertawakkal akan dijamin dengan kekuatan, penjagaan, rezeki dan
perlindungan. Namun hal itu tergantung pada kuat-lemahnya ketakwaan dan
tawakkal seseorang. Apabila ketakwaan dan tawakalnya kuat, maka Allah akan
memberikan jalan keluar bagi semua kesempitan dan musibah yang menimpanya.
Allah akan menjadi pelindung dan penjamin semua kebutuhannya. Nabi Muhammad Saw. telah menunjukkan kepada
umatnya jalan menuju kesempurnaan dalam mendapatkan apa yang diinginkan, yaitu
dengan senantiasa mencari apa yang bisa memberikan kemanfaatan bagi dirinya
dengan mengerahkan segala usaha sesuai syariah Allah
yang sempurna. Ketika tawakkal dan
usaha telah dijalankan, maka akan bermanfaat perkataan, “Hasbiyallahu wa
ni’ma al-wakil.” (Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah
sebaik-baik Pelindung). Berbeda dengan orang yang berpangku-tangan dan berdiam
diri, tidak berusaha mengikuti syariat Islam, sehingga kemaslahatannya lewat, kemudian ia berkata,
“Hasbiyallahu wa ni’ma al-wakil.” (Cukuplah Allah menjadi Penolong kami
dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung). Maka Allah akan mencelanya dan tidak
akan menjadi penolongnya. Karena Dia hanya menjadi penolong orang yang bertakwa
dan bertawakkal kepada-Nya.
Jadi tidak ada kekuatan bagi manusia, tanpa tawakkal
kepada Allah Swt. Allah-lah tempat berlindung semua manusia. Barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah, Dia akan mencukupkan segala kebutuhannya. Barangsiapa
yang berdo’a kepada-Nya Dia akan mengabulkan do’anya. Barangsiapa yang
mendekatkan diri kepada-Nya, menerapkan syariat-Nya, Dia akan mendekatkan diri-Nya. Barangsiapa bertaubat
kepada-Nya, Dia akan menerima taubatnya. Barangsiapa bergantung kepada selain
diri-Nya, maka Dia akan meninggalkannya bersama orang yang menjadi tempat
bergantungnya. Di tangan-Nya tergenggam urusan segala sesuatu. Allah kuasa
untuk merubah hati semua manusia dan menjadikannya membenci orang yang
bergantung kepada selain diri-Nya. Allah Swt. berfirman, artinya:
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang
dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu.” [QS. Ath-Thalaaq: 3]
Saudaraku seiman! Apabila musibah menimpa
hartamu, jiwamu, keluargamu atau anak-anakmu, maka sikap sabar dan menerima
dengan lapang dada, ketika itu bukan hanya menjadi kewajiban agama semata. Akan
tetapi itu adalah realita yang harus dihadapi. Tidak ada yang lebih baik yang
bisa engkau lakukan selain bersabar, bertindak sesuai
tuntunan syariat Islam.
Orang yang sabar dan tidak
menghiraukan musibah yang menimpanya, tidak bersedih dan bahkan menampakkan
ketegaran, ketika tertimpa bencana padahal hatinya menangis dan dia berusaha
untuk menguatkan batinnya yang meratap, menghibur hatinya yang sedang berduka
dan menerima apa yang telah dikehendaki oleh Allah Swt., maka dia telah diberi
kebaikan yang sangat banyak. Telah sampai di puncak kesabaran yang tertinggi
dan telah mencapai derajat keyakinan teratas. Dia telah mengambil kesabaran
para rasul dan menempuh jalan para nabi. Sikap sabar ketika tertimpa musibah,
menjadi tanda yang jelas bagi keimanan seseorang.
Allah Swt. berfirman, artinya:
“Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Dia-lah Yang
Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” [QS. Faathir: 15]
Saudaraku sekalian! Kita semua berkehendak
kepada Allah dalam semua perkara dan kondisi, baik ringan maupun sulit, kecil
maupun besar. Ketahuilah saudaraku! Bahwa tidak ada seorangpun yang celaka
disebabkan do’a.
Ali ra. berkata, “Rasulullah Saw. bersabda, artinya:
‘Do’a adalah senjata orang beriman, tiang
agama dan cahaya di langit dan di bumi.’” [HR.
At Tirmidzi dan Al Hakim dalam bukunya Al Mustadrak (1/497). Al Hakim
berkata, “Hadits ini sanadnya shahih.” Pendapatnya ini disepakati oleh Adz
Dzahabi. Ibnu Hibban meriwayatkannya dalam buku Shahihnya (872)]
Bergantung kepada Allah dalam semua keadaan
adalah jalan untuk mendapatkan ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan di dunia
dan di akhirat. Kita bisa melihat dan menyaksikan pengaruh do’a pada diri kita
dan orang-orang di sekitar kita.
Wahai orang-orang yang memiliki keperluan!
Wahai orang-orang yang mengadukan sakitnya! Wahai mereka yang tertimpa musibah
dan kesedihan! Wahai mereka yang membutuhkan! Wahai mereka yang merasakan
kesempitan bumi padahal bumi itu luas! Kepada siapa kita harus mengadu?
Bukankah hanya Allah saja tempat untuk mengadu? Di mana keyakinan terhadap
Allah? Di mana sikap tawakkal kepada Allah?
Saudaraku seiman! Marilah kita angkat tangan
kerendahan kepada Allah, sambil mengucapkan, “Wahai Dzat yang mendengar semua
keluhan!” Bukankah Allah telah berkata, artinya:
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah
bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a
apabila ia memohon kepada-Ku.” [QS. Al Baqarah: 186]
Ini adalah janji yang sangat jelas tentang
dikabulkannya do’a dan Allah tidak akan menghianati janji-Nya. Janji ini dikaitkan
dengan kata bantu (idza) artinya “apabila” yang memiliki arti pasti
terjadi. [Ad Du’a wa Manzilatuhu min al Aqidah al Islamiyah]
"Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” [QS. Ghaafir: 60]
Mengapa kita bergantung kepada diri kita dan
orang-orang di sekitar kita? Mengapa kita melemahkan hubungan kepada Allah?
Allah Swt. berkata, artinya:
“Katakanlah: "Tuhanku tidak mengindahkan kalian, melainkan kalau ada
do’a kalian.” [QS. Al Furqaan: 77]
Ketahuilah wahai mereka yang tertimpa
kesedihan! Sungguh tidak ada kebahagiaan, kemenangan dan kesembuhan kecuali
lewat tangan Allah. Karena di tangan-Nya tergenggam segala urusan yang telah
lampau dan yang akan datang. Hati tidak akan tenang dan tenteram kepada selain
Allah. Allah telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berdo’a kepada-Nya dan
Dia berjanji akan mengabulkannya, sebagai bentuk kemurahan, anugerah dan
kebaikan dari-Nya? Allah Swt. berkata, artinya:
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a
apabila ia memohon kepada-Ku.” [QS. Al Baqarah: 186]
Dalam ayat yang lain Allah berfirman, artinya:
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu.” [QS. Al Furqaan: 60]
Janji dari Allah ini tidak akan berubah. Allah
berkata, artinya: “Sesungguhnya
Allah tidak menyalahi janji.” [QS. Ar Ra`d: 31]
Keyakinan bahwa Allah tidak akan menyalahi
janji-Nya adalah akidah bagi semua orang yang beriman kepada-Nya. Inilah yang
dituntut oleh nash-nash sebagaimana
menjadi tuntunan
fitrah yang lurus, akal yang terang dan tradisi yang berlaku bagi orang-orang yang
mulia.
Saudaraku seiman! Wahai mereka yang tertimpa
musibah atau kesedihan! Menghadaplah kepada Allah dengan hati dan jiwamu!
Angkatlah kedua tanganmu ke atas dan ucapkan, “Wahai penjawab semua do’a!”
Bergantunglah kepada Allah semata, menangislah
kepada-Nya, mintalah kepada-Nya dan mohonlah kepada keluasan rahmat-Nya.
Memperbanyak do’a kepada Allah dan senantiasa menghadap kepada-Nya akan
menambah dan menguatkan keimanan, menghidupkan fitrah, menghaluskan dan
membersihkannya dari hal-hal yang mengotorinya serta menjadikan hati selalu
ingat kepada Allah dan cinta kepada-Nya dengan harap-harap cemas. Demikian pula
do’a akan membuka pintu kenikmatan bermunajat, merasakan manisnya iman,
menanamkan keyakinan, menenangkan hati serta menenteramkan jiwa.
Sebagian ulama berkata, “Jadilah seperti anak
kecil, jika dia meminta sesuatu kepada orang tuanya, namun orang tuanya tidak
memberikan apa yang diinginkannya, maka dia akan duduk di depan orang tuanya
sambil menangis. Jadilah engkau seperti anak kecil! Apabila engkau meminta
kepada Tuhanmu, duduklah sambil menangis di hadapan-Nya.”
Abu Darda’ ra berkata, artinya: “Sungguh-sungguhlah dalam berdo’a! Karena
sesungguhnya orang yang sering mengetuk pintu, akan dibukakan pintu untuknya.” [HR.
Ibnu Abi Syaibah, dalam Mushannafnya, (9224)]
Apabila engkau didzalimi, maka berusahalah sesuai tuntunan syariat Islam dan yakinlah bahwa Allah akan menolongmu cepat
atau lambat, insya Allah. Karena do’a orang teraniaya pasti dikabulkan.
Tenanglah saudaraku! Karena Nabi Muhammad Saw. telah berkata kepada Mu’adz ketika beliau
mengutusnya ke Yaman untuk menjadi pejabat pemerintahan untuk wilayah
Yaman, “Hati-hatilah
terhadap do’a orang yang teraniaya! Karena tidak ada penghalang antara do’a
orang yang teraniaya dengan Allah.” [HR.
Ibnu Abi Syaibah, dalam Mushannafnya, (9224)]
Sabda Rasulullah Saw. yang lain, artinya:
“Hindarilah do’a orang yang teraniaya!
Karena do’a mereka naik ke langit seperti pijaran api.” [HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya
(361)]
Mengadu kepada Allah akan memberikan kekuatan
dan kebahagiaan dalam dirimu. Sedangkan mengadu kepada manusia dan mengharapkan
apa yang mereka miliki tidak lain hanyalah kelemahan, kehinaan dan kerendahan.
Abdullah Ibnu Mas’ud ra. berkata, “Rasulullah Saw. bersabda, artinya:
‘Barangsiapa menghadapi suatu kebutuhan,
lalu dia mengadukannya kepada manusia, maka kebutuhannya tidak akan terpenuhi.
Sedangkan barangsiapa yang menghadapi kebutuhan, lalu dia mengadukannya kepada
Allah, maka Allah akan memberikan rezeki kepadanya cepat atau lambat.’” [HR.
Abu Dawaud dan Al Hakim dalam bukumnya Al Mustadrak. At Tirmidzi berkata,
“Hadits hasan, shahih, gharib.”]
Bukankah mengadu kepada Allah, merendahkan
diri, menampakkan rasa butuh kepada-Nya, merupakan tanda kekuatan iman dan
bukankah ini salah satu dasar tauhid?
Wahai saudaraku seiman! Sesungguhnya Allah
sangat senang jika diminta dan sangat membenci kepada orang yang tidak meminta
kepada-Nya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw., artinya:
“Siapa saja yang tidak meminta kepada
Allah, niscaya Dia marah kepadanya.” [HR.
At Tirmidzi dan Al Hakim dalam Al Mustadrak, (1/ 491). Ibnu Majah
meriwayatkan dalam keutamaan do’a (3872)]
Abu Umamah ra. berkata, “Rasulullah Saw. bersabda, artinya: “Sesungguhnya
Allah Swt. memiliki malaikat yang ditugasi menjaga kalimat: “Ya Arhama Ar
Rahimin” (Wahai Dzat Yang Maha Pengasih di antara para pengasih), barangsiapa
yang mengucapkannya tiga kali, maka malaikat tersebut berkata kepada orang yang
mengucapkannya, ‘Sesungguhnya Dzat Yang Maha Pengasih di antara para pengasih
telah menerimamu, maka mintalah sesuatu kepada-Nya.” [HR.
Al Hakim dalam Al Mustadrak, (1/544) dia menshahihkan hadits ini]
Sesungguhnya Allah menghendaki hamba-hamba-Nya agar butuh kepada-Nya
dan menghendaki mereka agar meminta dan mengharapkan-Nya. Dia mencintai orang
yang bersungguh-sungguh dalam do’anya.
Rasulullah Saw. bersabda, artinya: “Mintalah kebaikan selama hidupmu dan carilah limpahan
rahmat-Nya. Sesungguhnya Allah mempunyai limpahan rahmat yang diberikan kepada
hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki. Mintalah kepada Allah, supaya menutup aibmu
dan menenteramkan ketakutanmu.” [HR. Ath Thabrani dalam Al Mu’jam Al Kabir (720), Abu
Nu’aim dalam Hilyatul Auliyaa` (3/162), Al Baghawi dalam Syarhu As
Sunnah (5/179) dan Al Qadhi Iyadh dalam Musnad Asy Syihab (1/427)]
Janganlah dosa dan banyaknya kesalahan yang engkau ketahui dalam
dirimu, menghalangimu untuk berdo’a.
Tidak seharusnya engkau meninggalkan do’a karena takut ditolak, akan
tetapi berdo’alah dengan penuh pengharapan dan berbaik sangka kepada Allah Swt.,
karena Dia menjawab do’amu dengan kemurahan dan kemuliaan-Nya.
Pada suatu hari seorang laki-laki datang menemui Rasulullah Saw. sambil
berkata, “Celakalah diriku disebabkan dosa-dosa yang telah aku lakukan.” Dia
mengucapkannya dua atau tiga kali, maka Rasulullah Saw. berkata kepadanya,
“Ucapkanlah do’a ini, ‘Ya, Allah! Ampunan-Mu lebih luas daripada
dosa-dosaku dan rahmat-Mu lebih bisa diharapkan daripada amal perbuatanku.’”
Laki-laki itu mengucapkan do’a yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Kemudian
Rasulullah Saw. berkata kepadanya, “Ulangilah!” Maka orang itu
mengulanginya. Rasulullah Saw. berkata kepadanya, “Ulangi sekali lagi!”
Maka orang itu mengulanginya. Kemudian Rasulullah Saw. berkata, “Bangunlah!
Karena Allah telah mengampuni dosamu.” [Al Hakim dalam Al Mustadrak, (1/543)]
Wahai, engkau yang sakit! Mintalah kepada Allah Yang Maha Tinggi lagi
Maha Kuasa, supaya memberi kesembuhan kepadamu secepatnya dan menyelamatkanmu
dari segala penyakit dan kesulitan. Aku ingin bertanya kepadamu: “Pernahkah
kamu bertanya, mengapa Allah mencobamu dengan penyakit dan musibah ini?”
Barangkali untuk kebaikan-kebaikan yang tidak engkau ketahui, namun Allah
mengetahuinya. Pernahkah terlintas dalam pikiranmu bahwa Allah mencobamu dengan
penyakit ini agar Dia bisa mendengar suaramu ketika kamu berdo’a, meminta
kepada-Nya. Dia ingin melihat kebutuhanmu, kelemahanmu, kerendahanmu dan
kekhusyu’anmu dihadapan-Nya?! Maha Suci Allah yang telah memunculkan do’a
dengan musibah dan memunculkan syukur dengan kesempitan.
Wahai, orang yang sakit! Jauhilah prasangka buruk kepada Allah, jika
penyakitmu tidak sembuh-sembuh. Jangan menyangka bahwa Allah tidak menginginkan
kesembuhan atau keselamatan bagimu atau menyangka Dia ingin mendzalimi dirimu.
Jangan sampai engkau berpikiran seperti itu! Pergunakanlah baik-sangka kepada
Allah untuk menghilangkan musibah yang menimpa dirimu. Rasulullah Saw.
bersabda, artinya:
“Sesungguhnya Allah Swt. berkata, ‘Aku berada dalam persangkaan baik
hamba-Ku kepada-Ku. Jika dia menyangka dengan kebaikan, maka dia akan
mendapatkan kebaikan. Apabila dia menyangka kejelekan, maka dia mendapatkan
kejelekan yang dia sangkakan.’” [HR. Imam Ahmad dengan sanad shahih]
Jika engkau berbaik sangka kepada Allah, niscaya engkau akan dapatkan
kebaikan. Seorang muslim harus tahu bahwa semua yang telah ditentukan
oleh Allah kepadanya adalah kebaikan untuknya selama hamba itu tidak bermaksiat.
Karena pengaturan Allah kepada hamba-Nya lebih baik daripada pengaturan hamba
terhadap dirinya sendiri. Dia lebih tahu kemaslahatan hamba-Nya daripada hamba
itu sendiri dan lebih mampu mendatangkan manfaat daripada hamba itu sendiri.
Dia lebih bijak, lebih sayang lebih baik kepada hamba daripada hamba terhadap
dirinya sendiri. Tundukkanlah dirimu di hadapan-Nya dan serahkan segala urusan
kepada-Nya! Bersujudlah di hadirat-Nya, seperti sujudnya seorang budak yang
lemah di hadapan raja yang agung nan perkasa. Ketika itulah hatimu akan tenang
dan tenteram serta dijauhkan dari kesedihan, kedukaan dan nestapa.
Manusia apabila dalam keadaan lapang dan sehat, sering melupakan
Tuhannya, melarikan diri dan mendurhakai-Nya. Apabila dia tertimpa musibah dan
kesulitan, maka fitrahnya dan perasaannya bergerak menuju kepada Tuhan serta
melupakan apa yang terjadi sebelumnya. Di sini dia meyakini, bahwa sesungguhnya
tidak ada penyelamat selain Tuhan. Akhirnya tabir terbuka, kedukaan hilang dan
syak wasangka lenyap. Lalu dia menjatuhkan dirinya dihadapan-Nya dengan rasa
lemah, hina sambil memuji, tadharru’ dan menangis. Menyerahkan segala urusan
dan bergantung kepada Allah, Pembuka kedukaan, Penjawab orang yang membutuhkan,
Penolong orang yang minta tolong, Penyelamat orang yang tertimpa bencana,
Penguat orang yang lemah, Penyelamat orang yang tenggelam dan Pendengar
bisikan. [Ad
Du’a wa Manzilatuhu min al Aqidah al Islamiyah]
Namun yang aneh dan mengherankan, bahwa ada orang apabila ditimpa
penyakit dia menempuh semua jalan duniawi untuk mengobati penyakitnya, seperti
pergi ke dokter, membeli obat namun tidak berdo’a pada Yang Maha Kuasa. Tidakkah
dia tahu bahwa tidak ada kesembuhan, melainkan melalui kekuasaan Allah? “Apabila
aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku.” [QS. Asy Syu’araa`: 80]
Saudaraku seislam! Benar, engkau bisa menempuh semua sebab-sebab
duniawi, namun semuanya tidak ada pengaruhnya, jika Allah tidak menolongmu dan
membukakan pintu taufik-Nya kepadamu.
Aduhai sengsaranya orang-orang yang mendurhakai dan melanggar larangan-larangan Allah.
Ayat-ayat Al Qur’an telah menyebutkan bahwa do’a menjadi sebab diangkatnya
bencana dan musibah dan menjadi penghalang dari siksa dan kebinasaan. Sedangkan
meninggalkan do’a menjadi sebab turunnya siksa dan bencana. Do’a amat jelas
pengaruhnya dalam mencegah turunnya siksa dan bencana, begitu pula sebaliknya.
Allah Swt. berfirman, artinya:
“Katakanlah:
"Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepada kalian atau datang
kepada kalian hari Kiamat.” [QS. Al An’aam: 40]
Sampai dengan firman-Nya dalam ayat selanjutnya, “Dan sesungguhnya Kami
telah mengutus rasul-rasul kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami
siksa mereka dengan menimpakan kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka
memohon kepada Allah dengan tunduk dan merendahkan diri. Maka mengapa mereka
tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang
siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras dan
syaitanpun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka
kerjakan.” [QS. Al An’aam: 42-43]
Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat ini, “bil ba`saa`,”
artinya kemiskinan dan kesempitan dalam mencari nafkah, sedangkan “adh-dharra`,”
maksudnya adalah segala macam bentuk penyakit, jadi dalam ayat ini Allah
menegaskan bahwa Dia menimpakan kemiskinan dan juga penyakit kepada manusia. “La’allahum
yatadharra’un,” maksudnya supaya mereka meminta kepada Allah dengan tunduk
dan merendahkan diri. “Fa laula idz ja ahum ba`suna tadharra’uu,”
maksudnya maka mengapa mereka tidak memohon kepada Allah dengan tunduk dan
merendahkan diri, ketika datang siksaan Kami. [Tafsir Ibnu Katsir]
Ini artinya jika mereka berdo’a dan bertakwa mengikuti syariat dari
Allah Swt., niscaya akan diangkat bencana dari mereka, sebagaimana terjadi pada
kaum Yunus, namun mereka tidak berdo’a kepada Allah dan tidak tunduk sambil
merendahkan diri kepada-Nya, sehingga bencana menimpa mereka. Keterangan ini
sangat jelas, mengenai pengaruh do’a dalam menghilangkan bencana dan musibah.
Sebagaimana dijelaskan dalam perkataan Allah dalam permulaan ayat ini, artinya:
“Maka Dia
menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdo'a kepadaNya, jika Dia
menghendaki.” [QS.
Al An’aam: 41]
Di sini sangat jelas bahwa do’a adalah sebab untuk menghilangkan
musibah. Huruf “fa’” dalam ayat ini adalah “fa’” yang menunjukkan
arti sebab. Hal ini seperti ayat yang telah lalu, yaitu,
“Katakanlah:
"Tuhanku tidak mengindahkan kalian, melainkan kalau ada do’a kalian.
Tetapi bagaimana kalian berdo’a kepada-Nya, padahal kalian sungguh telah
mendustakan-Nya? karena itu kelak azab pasti menimpa kalian.” [QS. Al Furqaan: 77]
Huruf “fa`” dalam ayat ini menjelaskan penafsiran do’a, bahwa
Allah tidak mengindahkan hamba-hamba-Nya, melainkan kalau ada do’a mereka
kepada-Nya. Maka hal ini menunjukkan bahwa do’a memiliki pengaruh yang besar. [Ad Du’a wa Manzilatuhu min Al Aqidah Al Islamiyah]
KEISTIMEWAAN
DO’A
Tidak ada komentar:
Posting Komentar