Rasulullah Saw. telah
berkata kepada bani ‘Amir bin Sha’sha’ah ketika beliau mendakwahkan Islam
kepada mereka dan meminta nushrah
(pertolongan) kepada mereka:
‘Perkara
(kekuasaan Islam) itu di tangan Allah, Dialah Yang menetapkan sekehendak-Nya’. (Sirah Ibnu Hisyam)
Ini diucapkan beliau
tatkala mereka meminta kepada beliau (sebagai syarat pertolongan mereka) agar
kendali kekuasaan diberikan kepada mereka setelah wafatnya Rasulullah Saw. Hal
itu terjadi pada saat kondisi beliau Saw. sangat membutuhkan adanya orang (pihak)
yang dapat menolong dakwah.
Apa yang dilakukan
Rasulullah saw merupakan ajakan yang benar, dan perintah Allah-lah yang
menjadikannya benar di dalam perkataannya tanpa mengindahkan lagi bujuk rayu
dan tawar menawar (kompromi), agar dapat diketahui dengan jelas orang-orang
yang benar dan orang-orang yang salah.
Rasulullah Saw. telah
mengatakan kepada paman beliau Abi Thalib:
“Demi Allah, wahai
pamanku, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan
ditangan kiriku agar aku meninggalkan perkara ini (dakwah) maka aku tidak akan
meninggalkannya sampai Allah akan memenangkanku atau aku binasa karenanya.”
(Sirah Ibnu Hisyam)
Nash yang berasal dari
Rasulullah Saw. ini menunjukkan bahwa beliau tidak menerima sedikitpun kompromi
atau tawar menawar di dalam syari’at. Beliau dalam hal ini telah memberikan
sebaik-baik contoh di dalam dakwahnya. Beliau tidak mencari muka, tidak “berdamai”,
tidak mengikuti mereka, tidak menunjukkan keridhoan dan tidak berbasa-basi
kepada para penguasa. Dakwah beliau jelas dan berani, yang bisa melahirkan
pemikiran yang benar, yang mematahkan dan menyebabkan kebatilan itu sirna.
Allah Swt. telah
memerintahkan kaum Muslim untuk berhijrah dari Makkah, dari tempat di mana
mereka tidak bisa melaksanakan apa yang diwajibkan Allah Swt. ke tempat mereka
bisa melaksanakannya. Dan Allah mengharamkan mereka tetap tinggal di tempat
selain Negara Islam yang telah berdiri untuk tegaknya seluruh amal Islam
(kecuali kerena keterpaksaan yang sungguh-sungguh). Firman Allah Swt:
“Sesungguhnya
orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri,
(kepada mereka) malaikat bertanya: ‘Dalam keadaan bagaimana kamu ini? mereka
menjawab: ‘Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Makkah).’ Para
malaikat berkata: ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah
di bumi itu?” (TQS. an-Nisa [4]: 97)
Rasulullah Saw.
memulai dakwahnya dengan Lâ ilâha illa Allah
Muhammad Rasulullâh dan beliau mulai menyampaikan kalimat itu kepada
kaumnya. Kalimat itu pula ucapannya yang terakhir tanpa ada perubahan
sedikitpun. Apakah beliau mendakwahkan sesuatu yang lebih ringan dari (kalimat)
itu terlebih dahulu sehingga bisa menuai simpati penguasa dan penduduk Makkah,
kemudian beliau berdakwah menyampaikannya secara bertahap sampai akhirnya
menyampaikan hukum Allah yang sebenarnya? Sesungguhnya kalimat itu merupakan
awal dan akhir dakwah beliau Saw.
Abu Bakar ra. telah
memerangi orang-orang yang bersikeras tidak mau membayar zakat. Beliau tidak
memberikan tempo (jeda waktu) dan tidak pula ridha kepada mereka. Tidakkah kita
ingat terhadap perkataannya yang terkenal:
‘Demi
Allah, seandainya mereka tidak mau membayar zakat kepadaku sebagaimana mereka
telah membayarnya kepada Rasulullah Saw. maka sungguh aku akan memerangi
mereka’.
Padahal kaum Muslim
saat itu sedang menghadapi gerakan pemurtadan dan pembangkangan yang sangat
besar?
Kaum Muslim terdahulu
telah mengemban dakwah kepada Islam tanpa ada pemahaman tadarruj (pentahapan). Dan mereka mengambil metode ini pada saat
mereka menerapkan Islam di negeri-negeri yang ditaklukkan, yang wilayahnya
berubah dari dâr al-kufur menjadi dâr al-Islâm. Kaum Muslim terdahulu tidak
mempedulikan kondisi negeri-negeri yang saat itu baru memeluk Islam, tidak
berkompromi untuk membiarkan mereka berhukum kufur demi pentahapan.
Mereka tidak
membiarkan orang-orang yang baru masuk Islam itu meminum khamr sedikit sampai jiwa-jiwa mereka terbiasa
dengan tidak meminumnya; dan tidak membolehkan bermuamalah dengan riba sedikit;
dan tidak membolehkan melacur dengan wanita sedikitpun,.... Mereka masuk ke
dalam agama Islam secara keseluruhan. Mereka semuanya dilarang mempraktekkan
riba, zina atau minum khamr, dan seluruh
perkara yang diharamkan Allah atas mereka. Mereka menerapkan hukum-hukum
syari’at yang telah dibebankan, baik kewajiban yang dibebankan itu terkait
dengan individu ataupun jama’ah, fardhu ‘ain ataupun fardhu kifayah.
Syari’at secara umum
telah menunjukkan atas wajibnya membalut dakwah dengan kebenaran dan lurusnya
jalan. Firman Allah Swt:
“Segala puji bagi
Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya al-Kitab (al-Quran) dan Dia tidak
mengadakan kebengkokan di dalamnya, sebagai bimbingan yang lurus.” (TQS.
al-Kahfi [18] 1-2)
Allah Swt.
telah memberitahukan kepada kita bahwa orang-orang kafir ingin membujuk-bujuk
kita, berjalan bersama mereka, dan agar kita melepaskan kebenaran serta agar
kita menerima perkara-perkara yang dianggap (pada mulanya) sebagai perkara yang
enteng dan sepele terhadap kekafiran. Allah Swt berfirman:
“Sebagian
besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada
kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka
sendiri.” (TQS. al-Baqarah [2]: 109)
Kemudian
dengan hukum-hukum, firman Allah Swt:
“Maka
mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula
kepadamu).” (TQS. al-Qalam [68]: 9)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar