Memberdayakan Umat Islam Tsiqah – Tsiqah BerAmal
URGENSI AMAL DAN MENGAKHIRI KETIDAKBERDAYAAN
Sesungguhnya penegakkan agama Allah di atas bumi merupakan perkara yang mulia dan besar. Amal itu merupakan amal para Nabi, Rasul dan para reformis (mushlih), dalam kafilah penuh cahaya yang panjang sejak Nabi Adam sampai hari kiamat. Orang yang tergabung dalam kelompok itu akan mendapatkan kemuliaan besar, sedangkan orang yang tertinggal dari kelompok itu terlewatkan banyak amal kebaikan.
Allah memberi orang-orang yang beramal kecukupan yang besar di dunia dan akhirat. Allah menguatkan dan menolong mereka di dunia, mengikat hati mereka, menyinari jalan mereka, dan menghalau godaan setan.
Allah berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” 21
Sedang di akhirat derajat-derajat tinggi dikhususkan untuk mereka, berteman dengan para Nabi merupakan ganjaran mereka, melihat Dzat Tuhan secara berulang-ulang merupakan nikmat paling besar yang bisa mereka nikmati di Surga.
Ketahuilah, orang yang beramal itu tidak lain beramal untuk dirinya sendiri demi mencari kebaikan dan derajat yang tinggi. Dan orang yang tak berdayaguna itu tidak lain menganiaya diri sendiri dengan menyia-nyiakan kebaikan dan martabat.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
“Dan barangsiapa yang beramal shaleh maka untuk mereka sendirilah mereka menyiapkan tempat yang menyenangkan.” 22
21) Qur'an Surat Muhammad (47) : 7
22) Qur'an Surat ar-Rum (30) : 44
Orang yang beramal akan diganjar oleh Allah, akan melihat hasil amalnya, serta berbahagia di dunia sebelum di akhirat nanti. Allah berfirman,
“Dan katakanlah, 'Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang Mukmin akan melihat pekerjaanmu itu'.” 23
Kehidupan orang tak berdayaguna selalu berada antara malas, kejemuan, was-was, tidak menentu arah, tertekan dan gampang rapuh, hingga ajal menjemput pun keberadaanya tetap tidak berubah. Sedangkan orang yang beramal adalah orang yang menentukan jalannya sejarah untuk mencatat riwayat hidup dan peninggalan-peninggalannya. Sedangkan tsiqah yang tak berdayaguna hidup di pinggir lembaran sejarah. Ia tidak mengetahui bagaimana cara membaca segala kejadian dan mengambil faedah dari kejadian itu, alih-alih mempengaruhinya. Ia terpaku di tempatnya hingga ajal menjemputnya, tanpa seorang pun mengenal dirinya, tanpa ada penduduk langit maupun bumi menangisi kepergiannya.
Orang yang mengamati segala peristiwa sejarah semenjak Nabi Adam 'alaihissalam hingga zaman kita sekarang, pasti meyakini tidak ada tempat bagi orang yang tak berdayaguna di dalam sejarah. Lain halnya bagi orang-orang tsiqah yang beramal; mereka saling berkompetisi dalam mencapai puncak kemuliaan, yaitu keridhaan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Saya akan menyebutkan aspek-aspek yang menjelaskan pentingnya mempergunakan usia di dunia. Sebab jika kita lalai dan tidak mendayagunakannya niscaya banyak sekali kabaikan yang kita lewatkan. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut :
A. Minimnya Waktu yang Disediakan untuk Beramal Shaleh
Orang yang mengamati kondisi kaum Muslimin saat ini dapat memperkirakan bahwa kebanyakan orang-orang shaleh yang beramal menapaki jalan keshalehan dan mempelajarinya, dimulai pada usia kurang lebih 20 tahun. Artinya ia telah kehilangan kira-kira sepertiga usianya tanpa memanfaatkannya seperti yang diharapkan. Hal ini berdasarkan pada hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
“Usia umatku dari enam puluh sampai tujuh puluh tahun.” 24
24) Diriwayatkan Imam Tirmidzi dalam Sunan-nya, bab Zuhud, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bab Ma Ja'a fi A'mari hadzihil-Ummati ma bainas-Sittina ila Sab'ina. Hadits ini dinilai hasan oleh Tirmidzi dan Ibnu Hajar. Lihat Tuhfatul-Ahwadzi : 6/623-624.
Ini adalah sebuah kenyataan. Katakanlah seorang shaleh hidup di dunia ini selama 60 tahun. Jadi yang tersisa dari usianya hanya sekitar 40 tahun. Umur 40 tahun ini biasanya berjalan seperti berikut :
Pertama, 1/3 usia dipergunakan untuk tidur. Ini merupakan kebiasaan kebanyakan manusia. Ada juga manusia tidur sehari 12 jam – kami berlindung kepada Allah. Itu sama halnya ½ kehidupan mereka. Ada juga yang tidur kurang dari 8 jam sehari, itupun sedikit. Artinya dari usianya 40 tahun berkurang sekitar 13 tahun 6 bulan.
Kedua, 1/3 usia digunakan untuk bekerja. Ini juga menurut kebiasaan, karena sebagian manusia ada yang mempunyai dua pekerjaan atau lebih. Dengan demikian – bila 1/3 waktunya untuk bekerja – dari usia 40 tahun berkurang sekitar 13,5 tahun lagi.
Ketiga, berdasarkan perincian di atas maka usia yang tersisa bagi orang yang hidup 60 tahun sekitar 13 tahunsaja. Sisa usia tersebut digunakan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban agama, masalah-masalah dunia seperti menikah, memelihara anak, mengunjungi kerabat dan teman-teman, makan, minum, pergi bertamasya atau ke pasar, dan lain-lain. Jadi masih adakah usia yang tersisa baginya untuk ikut serta berlomba mencapai masalah-masalah akhirat dan berlomba mendapatkan kenikmatannya?
Karena itulah generasi salaf mengurangi waktu tidur, kerja dan pemenuhan kebutuhan mereka, sehingga tersedia waktu lebih banyak dari yang telah saya sebutkan di atas. Wallahu A'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar