Riwayat Hidup Imam Nawawi – Kisah Muslim BerGuna
URGENSI AMAL DAN MENGAKHIRI KETIDAKBERDAYAAN
A. Minimnya Waktu yang Disediakan untuk Beramal Shaleh
....
Riwayat hidup Imam Nawawi 25 rahimahullah merupakan riwayat hidup yang harum dan besar, yang layak merepresentasikan kondisi kaum salaf dalam hal mengelola waktu untuk berbuat shaleh, mengurangi makanan, minuman, bekerja dan tidur, sehingga mereka memiliki banyak waktu yang dapat digunakan untuk berbuat taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
25) Yahya bin Syaraf bin Mari, seorang mufti, syaikhul Islam, Muhyiddin Abu Zakariya an-Nawawi, hafizh, faqih, penganut madzhab Syafi'i, lahir tahun 631 di Nawa, sebuah desa di kota Huran, utara Syam. Ia datang ke damaskus dan sungguh-suingguh belajar. Ia banyak menulis karangan yang cukup populer dan menyebar ke segenap penjuru dunia serta bermanfaat bagi umat Muslimin. Wafat di Nawa tahun 676, pada umur 45 saja. Lihat Fawatul-Wafyat : 4/264-268, dan al-A'lam : 8/149-150.
Ketika Imam Nawawi rahimahullah pindah dari kampung kelahirannya, Nawa, ke Damaskus, ia bertambah giat mempergunakan waktunya hingga selama 2 tahun penuh ia tidak merebahkan badannya ke bumi, melainkan tidur bersandar pada bukunya,26 selalu sibuk belajar, memperbanyak ibadah seperti shalat malam, puasa setahun penuh, disertai sifat zuhud dan wara'. Bahkan berpegang teguh pada sifat wara' secara ketat dan tidak pernah menyia-nyiakan waktu. Setiap hari ia mempelajari 12 mata pelajaran dari gurunya. Ia menjadi panutan dalam hal kesungguhan mencari ilmu siang dan malam, tidak tidur kecuali tertidur dan selalu menjaga waktunya.
Ia pernah berkata, “Apabila kantuk mengalahkan diriku maka aku bersandar pada buku sebentar lalu aku terbangun.” 27 Salah seorang temannya datang dengan membawa makanan yang masih ada kulitnya, namun ia tidak bersedia memakannya. Ia berkata, “Saya khawatir tubuhku lembab sehingga aku tertidur.” 28 Dalam sehari semalam ia tidak makan kecuali sekali setelah waktu akhir Isya' dan tidak minum kecuali sekali pada waktu sahur. 29
26) Al-Manhalul-'Adzabur-Rawi, hlm. 39
27) Ibid., hlm. 115
28) Ibid., hlm. 120
29) Ibid., hlm. 121
Ia makan roti yang dibawakan oleh ayahnya dari negeri Nawa yang dibuat sendiri dan cukup untuk persediaan selama satu minggu. Ia juga tidak pernah memakan kecuali satu macam makanan seperti madu, cuka, atau minyak. Sedangkan daging, Imam Nawawi memakannya sekali dalam sebulan, dan hampir tidak pernah ia memakan makanan dengan dua lauk selama hidupnya. 30
Secara garis besar Imam Nawawi adalah seorang yang jauh dari kemewahan dan bersenang-senang, serta memiliki sifat takwa, qana'ah, wara', selalu muraqabah kepada Allah di waktu sendiri atau ramai, meninggalkan hawa nafsu, sedikit tertawa, jarang bermain bahkan selalu menghindarinya, selalu berkata benar sekalipun itu pahit, tidak takut terhadap celaan orang yang mencela jalan Allah. 31
30) Ibid.
31) Ibid.
Tidakkah kamu lihat – saudara pembaca – bagaimana orang-orang shaleh memanfaatkan waktunya, bahkan berkejaran dengan waktu. Semua itu tidak lain karena mereka mengetahui betul nilai dan singkatnya waktu, sehingga mereka memanfaatkannya sebaik mungkin.
Cukup sebagian riwayat hidup Imam Nawawi yang saya ceritakan sebagai contoh. Di kalangan kaum salaf masih ada berpuluh-puluh orang yang memiliki tekad besar sepertinya. Semoga Allah merahmati mereka semua.
Saya kemukakan satu contoh lagi orang yang dekat masanya dengan kita. Syaikh Basyir Ibrahimi al-Jaza'iri. Beliau mempelajari al-Qur'an semenjak usia tujuh tahun dan menghafalnya, kemudian ia menghafal berbagai matan ushul, hadits, bahasa serta balaghah dan syair. Beliau mendapat gelar profesor pada usia 14 tahun. Kemudian beliau pindah ke Mesir, Hijaz dan Syam untuk belajar pada ulama-ulama terkemuka negeri itu, khususnya di Madinah al-Munawarah. Bersama dengan Syaikh Ibnu Badis, ia menggagas berdirinya Jam'iyah Ulama Muslimin al-Jaza'irin pada tahun 1913. jam'iyah tersebut tidak berkembang, kecuali pada tahun 1941 yang menjadi seperti duri dalam tenggorokan bangsa Prancis. Beliau juga mengajar di Wehran salah satu kota di Aljazair, di mana dalam sehari beliau mengajar 10 pelajaran, dari Subuh hingga Isya'. Kemudian setelah Isya' belaiu menghadiri seminar universitas untuk menyampaikan ceramah tentang sejarah Islam. Dengan himmah-nya beliau membangun 400 sekolah Islam, 200 masjid yang digunakan untuk shalat dan ceramah, yang sempat menyiutkan nyali penjajah sehingga beliau diasingkan ke padang pasir. Setelah kembali dari pengasingannya, beliau mengemban tugas besar memimpin Jam'iyah Ulama menggantikan Ibnu Badis yang wafat. Dalam banyak kesempatan ia tidak tidur sepanjang siang dan malam. Beliau pernah membangkitkan semangat pemuda-pemuda Aljazair. Beliau juga mendirikan ma'had dan sekolah-sekolah yang melahirkan pejuang-pejuang kemerdekaan. Dan menyaksikan hasil usahanya berupa kemerdekaan Aljazair pada tahun 1962. Syaikh Basyir Ibrahimi al-Jaza'iri meninggal dengan tenang dan bahagia pada tahun 1965, semoga Allah merahmatinya. 32
32) An-Nahdhah al-Islamiyah: 1/251-268
Memang benar jika dikatakan Islam itu adalah agama yang mencakup segala aspek; bekerja adalah ibadah, tidur dengan niat shaleh menjadi ibadah. Pendapat ini benar, namun saya ingin mengingatkan sedikitnya waktu yang tersisa – setelah memenuhi kebutuhan manusia berupa kerja dan tidur – untuk berlomba dalam mencapai derajat yang tinggi. Niat ibadah memang banyak dilakukan oleh mayoritas orang Muslim, tapi pemanfaatan waktu yang benar terkadang dilupakan oleh kebanyakan tsiqah. Kepada Allah-lah tempat memohon pertolongan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar