Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 21 Juni 2017

Felix Siauw: Mereka yang Takut Allah


Pernah suatu hari saya ditanya oleh kolega, ”Siapa yang berhak menyandang gelar ustadz atau ulama?” Terus terang, saya selalu sulit bila ditanya pertanyaan model begini. Sebab bila salah jawabannya, maka bukan hanya sesat jadinya tapi juga menyesatkan.

Apalagi di tengah-tengah kondisi seperti ini, banyak yang dikatakan ulama tapi jelas-jelas menentang hukum Islam, bahkan kecenderungannya kepada orang kafir. Jawaban yang sangat menentukan bagaimana sikapnya terhadap Islam.

Sekejap, saya langsung teringat firman yang Allah sampaikan dalam Al-Qur’an Surah Fathir ayat 28 yang berbunyi (artinya), ”Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun."

Ulama artinya adalah orang yang alim, orang yang berilmu. Dan dalam ayat tersebut, yang dikatakan sebagai ulama adalah yang ilmunya mampu mengantarkan dia untuk takut kepada Allah, khawatir akan amal-amalnya dan juga amal-amal orang lain yang belum pas atau tidak diridhai Allah.

Maka semua manusia yang takut hanya kepada Allah, maka mereka sudah mendapatkan sejatinya ilmu, dan merekalah yang disebut dengan ulama. Sebab saat orang sudah takut kepada Allah, maka senantiasa ia akan menaati perintah Allah dan menjauhi larangannya, dan ini adalah takwa.

Sengaja Allah memberikan pada kita firman-Nya dengan mendahulukan lafadz Allah dan mengakhirkan lafadz ulama, sebab memberikan kesan mendalam bagi kita bahwa semua yang takut akan Allah pastilah berilmu, sementara yang berilmu belum tentu takut pada Allah.
Atau, semua yang ulama pastilah berilmu, walau tidak semua yang berilmu pasti ulama. Sebab ilmu yang dimiliki yang menjadikan dia ulama adalah takut kepada Allah.

Inipun disampaikan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Majmu Al-Fatawa, ”Hal ini menunjukkan bahwa setiap yang takut kepada Allah maka dialah orang yang alim, dan ini adalah haq. Dan bukan berarti setiap yang alim akan takut kepada Allah.”

Dan tentu takut kepada Allah ini tidak muncul secara tiba-tiba, tapi didapatkan melalui perenungan mendalam tentang alam semesta, manusia dan kehidupan, sehingga ia mengetahui hakikat kehidupan ini dari mana, akan ke mana, dan apa yang harus dilakukan. Saat semua jawaban itu sudah mengemuka, maka seseorang akan muncul rasa takut terhadap Allah, sebab keagungan dan kebesaran-Nya.

Di sisi yang lain dia akan merasa lemah dan tak berdaya, harus diatur dan diberitahu. Inilah ilmu para ulama, takut pada Allah. Maka dia akan dengan senang hati mengikuti segala arahan yang Allah berikan, meninggalkan apapun yang Allah cegah atasnya dengan rela meskipun dia melihat itu enak dan nikmat dilakukan, semua karena takut pada Allah.

Dari situ, kita bisa membedakan mana yang ulama mana yang bukan. Mereka yang justru cenderung pada orang kafir, padahal kafir itu kalau tidak dimurkai Allah ya tersesat, ini pasti bukan ulama.

Atau mereka yang sibuk memutarbalikkan ayat atau memelintir tafsir demi kepentingan politik praktis, mencegah syiar-syiar dakwah dengan mengadu antara sesama Muslim. Mereka ini yang ilmunya tidak mengantarkan kepada rasa takut pada Allah.

Sebaliknya, mereka yang takut hanya pada Allah akan konsisten menyuarakan penerapan Islam dalam seluruh sendi kehidupan. Dan mereka takkan pernah bisa diam saat melihat kezaliman di depan mata mereka. Mereka akan terus melawan dan menyampaikan kebenaran walau nyawa adalah taruhannya, apalagi hanya sekadar di-bully atau difitnah. Karena mereka takut hanya pada Allah, bukan manusia.

Begitulah ulama pewaris para Nabi, bukan yang panjang titelnya atau jubahnya, bukan yang besar namanya atau surbannya; tapi yang terpenting adalah mereka yang paling takut pada Allah.

Felix Y. Siauw
Member @YukNgajiID

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 190
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam