Banyak ahli ekonomi
berpendapat bahwa sistem ekonomi liberal yang diterapkan mampu memberikan
kemakmuran kepada rakyat. Untuk meyakinkan rakyat, para ahli itu sering sekali
mengambil contoh kemajuan yang diraih oleh Amerika Serikat dan Eropa.
Padahal, di negeri
Paman Sam tersebut, sistem ekonomi itu dipermasalahkan. Mengapa? Karena mereka
merasakan betapa sistem ekonomi itu hanya menguntungkan segelintir orang dan
menyengsarakan hampir seluruh rakyat. Negara yang diharapkan melindungi rakyat,
justru berada di balik para pengusaha/pemilik modal. Maka di sana lahirlah
gerakan 'Occupy Wall Street', sebuah gerakan yang menentang kapitalisme global.
Semboyan mereka yahg cukup terkenal: ”We are 99%" (Kami 99 persen).
Sebagian orang belum ngeh, sebenarnya apa itu neoliberalisme. M Ismail Yusanto menjelaskan, neoliberalisme
adalah paham yang menghendaki pengurangan peran negara dalam ekonomi. Dalam
pandangan neoliberalisme, negara dianggap sebagai penghambat utama penguasaan
ekonomi oleh individu/korporat. Pengurangan peran negara dilakukan dengan:
privatisasi sektor publik seperti migas, listrik, jalan tol dan lainnya;
pencabutan subsidi komoditas strategis seperti migas, listrik, pupuk dan
lainnya; penghilangan hak-hak istimewa BUMN melalui berbagai ketentuan dan
perundang-undangan yang menyetarakan BUMN dengan usaha swasta.
”Jadi, neoliberalisme
sesungguhnya merupakan upaya pelumpuhan negara, selangkah menuju corporate state (korporatokrasi). Ketika itu,
negara dikendalikan oleh persekutuan jahat antara politikus dan pengusaha.
Akibatnya, keputusan-keputusan politik tidak dibuat untuk kepentingan rakyat,
tetapi untuk kepentingan korporat (perusahaan) baik domestik maupun asing,”
jelasnya.
Liberalisasi ini
menjadi jalan bagi masuknya imperialisme gaya baru atau orang sering menyebut
sebagai neoimperialisme. Melalui neoimperialisme ini negara adidaya
mencengkeram dan menjajah negara-negara lain tanpa harus menghadirkan
tentaranya ke daerah jajahannya. Kekayaan alam negara terjajah mengalir secara
otomatis karena sendi-sendinya telah dikuasai penjajah melalui tangan
perusahaan-perusahaan dan antek-anteknya.
Prof Noam Chomsky
dalam bukunya berjudul ”Neo-imperialisme Amerika Serikat” menjeIaskan bagaimana
Amerika Serikat melakukan dominasi imperialistiknya ke berbagai belahan dunia.
Langkah yang dilakukan negara adidaya itu mulai dari yang kasar sampai yang halus.
Bentuk langkah itu antara lain operasi berdarah, manipulasi media, hingga
melakukan hegemoni terhadap dunia intelektual-akademik.
Menurutnya, ketika
suatu rezim tidak mendukung kepentingan korporasi bisnis Amerika, maka rezim
tersebut harus dihalangi untuk membangun negara sesuai jalan yang tidak sejalan
dengan kepentingan AS. Pemerintah di negara tersebut harus dihambat agar upayanya
untuk menyenangkan rakyatnya gagal, agar citranya di hadapan rakyatnya menurun.
Tujuan akhirnya adalah agar rezim tersebut kalah dalam bercaturan politik.
Amerika pun
menggunakan CIA untuk mengobrak-abrik sebuah negara agar pemerintahannya tunduk
pada kepentingan Amerika. Dunia mencatat, dari tahun 1945 sampai akhir abad
ke-20, Amerika Serikat mencoba menggulingkan lebih dari 40 pemerintahan negara
lain, dan menghancurkan lebih dari 30 gerakan populis nasionalis yang berjuang
melawan rezim yang tak tertahankan. Dalam prosesnya, AS telah menyebabkan
kematian beberapa juta orang, dan menghukum berjuta orang lagi dengan kehidupan
yang penuh penderitaan dan keputusasaan.
Ia mengakui, memang
ada sebagian kecil alasan operasi CIA lebih banyak didasari kepentingan bisnis
orang-orang yang punya jalur dalam lembaga intelijen ini, namun kepentingan
ekonomi sebagai penggerak proyek ‘imperialisme yang menyebarkan mata-mata’ (spying imperialism) tak dapat disangkal lagi.
Nah, salah satu yang
digunakan Amerika dalam menganeksasi (mencaplok) sebuah negara adalah dengan
mengobok-obok pemikiran rakyat melalui media massa. Chomsky menyebut sebagai
upaya ‘merekayasa sejarah’ (historical
engineering). Ternyata, di balik media massa itu ada CIA. Media
dikendalikan untuk menyiarkan atau tidak sebuah kejadian demi kepentingan
Amerika dan antek-anteknya. Menurutnya, kepentingan kekuasaan selalu lolos.
Dengan kekuatan yang
dimiliknya, Amerika akhirnya menjadi tuan bagi para penguasa-penguasa antek di
dunia. Mereka kemudian mengabdi kepada penjajah ini tanpa memperhatikan lagi
nasib rakyatnya. Mereka lebih takut kepada Amerika daripada kepada rakyatnya sendiri.
Inilah mengapa banyak kepala negara selalu minta restu kepada Amerika saat baru
memerintah.
Dilawan
Imperialisme dengan
kapitalismenya tak hanya dirasakan dampaknya oleh kaum Muslim tapi seluruh
masyarakat dunia. Dunia menjadi seperti hutan rimba dalam kekuasaan negara
adidaya yang rakus dan tak punya etika.
Tak heran jika ada
perlawanan terhadap ideologi itu. Komunisme pernah mencoba melawannya
berlandaskan pemikiran Karl Marx dan para filosof komunis sesudahnya. Ide ini
telah melahirkan orang-orang yang meyakininya baik sebagai individu maupun
kelompok. Akan tetapi hanya dengan kajian dan telaah sederhana, ide ini
terbukti belum mampu melahirkan sebuah bangsa yang seluruhnya meyakini ide ini.
Lebih dari itu, metode
mereka untuk merealisasikan ide ini melalui sebuah institusi, yakni sebuah
negara komunis, adalah metode yang salah dan utopis. Metode itu salah karena
menjadikan pembentukan negara sebagai metode untuk akhirnya mencapai penghapusan
negara secara menyeluruh. Metode itu juga utopis karena menginginkan revolusi
internasional yang dimulai dari negara-negara industri maju kemudian menyebar
ke seluruh dunia. Karena utopis itulah, Lenin terpaksa menyimpang dari metode
itu dengan dalih reinterpretasi terhadap metode komunisme.
Lenin mendirikan
negara komunis di Rusia, padahal waktu itu sektor industri Rusia masih
terbelakang dibandingkan Eropa. Lenin pun hanya mendirikan negara komunis di
Rusia saja. Sepertiga abad kemudian, para pengganti Lenin bersekutu dengan
negara imperialis terbesar, yakni AS. Dengan kata lain Rusia telah bersekutu
dengan imperialisme. Hasil persekutuan ini adalah runtuhnya komunisme secara
total, hancurnya negara komunis dari muka bumi, dan gagalnya komunisme
mewujudkan target-targetnya.
Maka, Hizbut Tahrir
dalam kitabnya Mafahim Siyasi
menuliskan, harus ada solusi lain untuk melawan kapitalis medan menghancurkan
imperialisme. ”Dan tidak ada yang memiliki kemampuan tersebut selain Islam.
Bahkan Islam adalah satu-satunya solusi untuk menghapuskan imperialisme dan
menghancurkan kapitalisme.”
Solusi Islam ini,
tulis kitab tersebut, bertumpu pada upaya menawarkan pemikiran menyeluruh
tentang alam semesta, manusia, dan hidup ke masyarakat dunia. Perdebatan dunia
tentang pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup inilah
yang akan mengubah berbagai konsep, menghilangkan konsep-konsep yang keliru,
dan meluruskan konvensi internasional. "Sedang imperialisme adalah suatu
konsep hidup tertentu. Imperialisme tidak akan bisa dihancurkan, kecuali dengan
mengubah konsep hidupnya.”
Inilah satu-satunya
solusi yang efektif terhadap imperialisme. Tetapi solusi ini tidak mungkin
dapat diterapkan secara praktis kecuali dengan adanya Daulah Islam yang kuat di
panggung internasional. Daulah Islam inilah yang akan menghapuskan imperialisme
di muka bumi.
Maka jangan heran jika
Amerika dan Barat berjuang sekuat tenaga mencegah tegaknya khilafah dengan
segala cara. []emje
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 148, April 2015
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar