Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 02 Februari 2021

Sekolah Sekular Kaffah



Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kembali menetapkan full day school sebagai bagian dari kebijakan Program Pendidikan Karakter (PPK). Konsep yang sudah diwacakan sejak 2016 lalu itu, akan memberlakukan jam belajar lima hari, masing-masing 8 jam perhari.

Namun, beberapa elemen meragukannya. Anggota Komisi X DPR RI Reni Marlinawati berpendapat, sedari awal pemerintah berkomitmen melakukan kajian komprehensif terhadap rencana tersebut. Tapi, masyarakat belum mendapatkan hasil dari kajian tersebut.

Walhasil, rencana tersebut bakal menimbulkan polemik baru di tengah masyarakat.” Karena sampai saat ini kita belum mendapatkan kajian atas rencana penerapan program tersebut,” ujarnya, Senin (12/6). (hukumonline.com, 12/6/17).

Namun, ada juga yang mendukung. Seperti Maarif Institute. Direktur Eksekutif Maarif institute Abdullah Darraz menyatakan, kebijakan full day school bisa berperan menangkal radikalisme. "Kebijakan ini tentunya memiliki peran lebih aktif dan leluasa dalam upaya melawan radikalisme yang seringkali dilakukan di luar jam sekolah," paparnya, Senin (12/6). (rmol.co, 12/6/17).

Belum Tentu Cocok

Program full day school sejatinya bukan barang baru. Sudah banyak diterapkan oleh sekolah, baik swasta maupun negeri. Sekolah negeri setingkat SMU di kota-kota besar, banyak yang menerapkan. Jam belajar Senin-Jumat pukul 07.30 hingga pukul 15.00 WIB. Sabtu-Ahad libur. Selama lima hari itu, sehari-hari ada kegiatan keagamaan seperti tadarusan, shalat dhuha, dan ekstrakurikuler seperti pramuka, jurnalistik, seni, olahraga, dll.

Lantas apa kegiatan anak-anak di waktu libur ini? Kebanyakan mengikuti kegiatan orang tuanya, seperti ke mal atau sekadarjalan-jalan ke lokasi wisata. Bila tidak keluar rumah, umumnya anak-anak ini hanya asyik bermain gadget, browsing internet, main game atau kegiatan yang berkaitan dengan teknologi lainnya.

Rutinitas di sekolah yang sudah berlangsung hingga sore, menutup peluang mereka untuk belajar yang lain. Bahkan sekadar ke masjid belajar agamapun, malas. Kecuali les-les privat menjelang ujian, dibela-belain, karena paradigma belajar untuk mengejar nilai.

Anak-anak remaja ini jadi jarang berinteraksi dengan lingkungan. Sudah lelah, akhirnya lebih betah di rumah. Tak heran bila anak-anak zaman sekarang kurang mengenal lingkungan tetangga, terutama jika tidak ada teman sebaya di sekitarnya.

Sementara itu, di level SD atau SMP, masih banyak yang menerapkan jam belajar minim. Belajar pukul 07.30-10.00, atau maksimal 12.00. Penyebabnya, kurangnya sarana dan prasarana. Bahkan ada SD yang masih menerapkan rombongan belajar (rombel) siang, karena ruang kelasnya harus bergiliran dengan rombel lainnya. Terutama sekolah-sekolah di desa.

Di beberapa wilayah, anak-anak level SD atau SMP banyak yang sekolah dua kali. Pagi di sekolah umum, sore sekolah madrasah atau TPA-TPA. Mereka menimba ilmu agama lebih intensif kepada para ustaz-ustazah baik di sekolah maupun masjid, karena tidak didapatkan di sekolah pagi. Bukankah di SD umum anak-anak tidak diajarkan membaca Al-Qur’an? Mereka bisa membaca Al-Qur’an karena ngaji intensif di luar sekolah. Maka, penerapan full day school bagi kalangan seperti ini, tidak cocok.

Apakah mampu mengakomodasi kebutuhan akan ilmu-ilmu agama yang selama ini di dapat di luar lembaga resmi sekolah? Berbeda dengan kalangan yang mampu menyekolahkan anak-anaknya di sekolah Islam terpadu (SIT), yang umumnya hanya bisa diakses di perkotaan dan biayanya juga tidak murah.

Maka, jika konsep full day school untuk mengakomodasi kebutuhan pelajaran agama anak-anak, harus didukung. Tentu dengan syarat, perbaiki dulu sarana dan prasarananya, tambah guru-guru agamanya yang mumpuni, sediakan ruang belajar yang representatif, dan perbaiki kurikulum berbasis agama. Bukan berbasis sekuler. Bisakah?

Kokohkan Liberalisme

Sejak institusi Khilafah Islamiyah yang menerapkan Islam kaffah diruntuhkan, terjadilah proses sekulerisasi di berbagai bidang. Hukum agama, dipisah dari hukum perdata. Sekolah umum, dipisah dengan sekolah agama (pesantren). Akibatnya, anak didik yang sekolah umum, tidak belajar agama kecuali sangat sedikit.

Sekolah umum ini juga tidak memotivasi anak didik untuk menjadi pribadi-pribadi pembelajar yang haus ilmu agama. Bahkan tidak sadar bahwa mereka wajib belajar agama. Belajar agama benar-benar diabaikan. Ini semua buah dari penjajah kafir yang menghancurkan peradaban Islam.

Saat ini, para pengemban ideologi kufur itu tidak ingin anak-anak Muslim bangkit. Pendidikan merupakan lembaga paling ampuh untuk mencegah kebangkitan itu, sekaligus mengokohkan penjajahan ideologi kufur Barat.

Kurikulum pendidikan, salah satu pintu utama penjajahan pola pikir. Sekolahlah tempat penanaman nilai-nilai Barat, menanamkan paradigma berpikir yang menjauhkan anak didik dari agama. Sehingga, diharapkan lahir pribadi-pribadi pemuja konsep sekuler dan liberal.

Maka, pemberlakuan full day school hari ini tidak bisa dipisahkan dari adanya agenda sekulerisasi kaffah melalui sistem pendidikan. Hasil dari rancangan para penjajah kafir yang tidak ingin anak-anak dibina dengan agama, baik di bangku sekolah maupun di luar sekolah.

Mereka justru ingin mencegah anak-anak mempelajari Islam kaffah di luar jam sekolah. Sementara di sekolah, dibuatkan kurikulum agama yang berbasis sekuler. Seperti kurikulum Islam moderat, Islam Nusantara, dan Islam toleran. Bahkan, monsterisasi ajaran Islam seperti konsep jihad, khilafah, dll. Konsep-konsep yang semula baru dicekokkan di level perguruan tinggi, ingin ditanamkan lebih dini ke anak didik dengan modus full day school.

Ilmuwan Kaffah

Saat ini, banyak ilmuwan hasil didikan sekolah sekuler yang memiliki karakter sebagai munafiqun. Mengaku beragama Islam, tapi menolak ajaran Islam. Bagaimana tidak, sejak SD sampai perguruan tinggi mereka duduk di bangku sekolah sekuler.

Sekolah yang tidak menomorsatukan agama, bahkan menjauhkan pembahasan ilmu dan sainstek dari agama. Para ilmuwan yang tidak mengaitkan ilmu-ilmunya dengan wahyu Allah SWT. Lebih parah lagi, mereka belajar agama justru di negeri Barat yang kufur.

Konsep full day school di era sekuler hanya akan semakin menancapkan nilai-nilai sekuler yang bertentangan dengan Islam. Solusi satu-satunya untuk mencegah lahirnya ilmuwan-ilmuwan yang tidak membela agama Islam ini adalah mengganti sistem pendidikan menjadi sistem berbasis Islam. Tidak boleh ada pemisahan antara ilmu dan sains dengan wahyu Allah.

Anak didik sejak level dasar, harus mengutamakan belajar agama dibanding sainstek. Menyelaraskan semua iptek dengan ajaran agama, halal-haram serta baik-buruk berdasar timbangan syariat Islam. Hanya dengan cara ini lahir para pembelajar sejati. Ilmuwan yang semakin tinggi level belajarnya, semakin takwa, semakin dekat dengan Allah SWT. Hal ini hanya bisa diwujudkan melalui tegaknya Khilafah Islamiyah. Allahu Akbar! []kholda

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 199
---


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam