Kisah Hidup Syaikh Taqiyuddin An Nabhani
{{LANJUTAN DARI ARTIKELSEBELUMNYA}}
Aktivitas Politik Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani
Sejak remaja Syaikh An
Nabhani sudah memulai aktivitas politiknya karena pengaruh kakeknya, Syaikh
Yusuf An Nabhani, yang pernah terlibat diskusi-diskusi dengan orang-orang yang
terpengaruh peradaban Barat, seperti Muhammad Abduh, para pengikut ide
pembaharuan, tokoh-tokoh Freemasonry, dan pihak-pihak lain yang merongrong dan
membangkang terhadap Daulah Utsmaniyah.
Perdebatan-perdebatan
politik dan aktivitas geraknya di antara para mahasiswa di Al Azhar dan di
Kulliyah Darul Ulum, telah menyingkapkan pula kepeduliannya akan
masalah-masalah politik. Beberapa sahabatnya telah menceritakan sikap-sikapnya
yang menggaungkan seruan-seruan yang bersifat menantang, yang mampu memimpin
situasi Al Azhar saat itu. Di samping itu, beliau juga melakukan berbagai
perdebatan dengan para ulama Al Azhar mengenai apa yang harus dilakukan dengan
serius untuk membangkitkan umat Islam.
Sebenarnya ketika Syeikh An
Nabhani kembali dari Kairo ke Palestina dan ketika beliau menjalankan tugasnya
di Kementerian Pendidikan Palestina, beliau sudah melakukan kegiatan yang cukup
menarik perhatian, yakni memberikan kesadaran kepada para murid yang diajarnya
dan orang-orang yang ditemuinya, mengenai situasi yang ada saat itu. Beliau
juga membangkitkan perasaan geram dan benci terhadap penjajah Barat dalam jiwa
mereka, di samping memperbaharui semangat mereka untuk berpegang teguh terhadap
Islam. Beliau menyampaikan semua ini melalui khutbah-khutbah, dialog-dialog,
dan perdebatan-perdebatan yang beliau lakukan. Pada setiap topik yang beliau
sodorkan, hujjah beliau senantiasa kuat. Beliau memang mempunyai kemampuan yang
tinggi untuk meyakinkan orang lain.
Ketika beliau pindah
pekerjaan ke bidang peradilan, beliau pun lalu mengadakan kontak dengan para
ulama yang beliau kenal dan beliau temui di Mesir. Kepada mereka beliau
mengajukan ide untuk membentuk sebuah partai politik yang berasaskan Islam
untuk membangkitkan kaum muslimin dan mengembalikan kemuliaan dan kejayaan
mereka.
Untuk tujuan ini pula,
beliau berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain di Palestina dan mengajukan
ide yang sudah mendarah daging dalam jiwa beliau itu kepada tokoh-tokoh terkemuka,
baik dari kalangan ulama maupun para pemikir. Kedudukan beliau di Mahkamah
Isti'naf di Al Quds sangat membantu aktivitas beliau tersebut. Dengan demikian,
beliau dapat menyelenggarakan berbagai seminar dan mengumpulkan para ulama dari
berbagai kota di Palestina. Dalam kesempatan itu, beliau mengadakan dialog
dengan mereka mengenai metode kebangkitan yang benar.
Beliau banyak berdebat
dengan para pendiri organisasi-organisasi sosial Islam (Jam'iyat Islamiyah) dan
partai-partai politik yang bercorak nasionalis dan patriotis. Beliau
menjelaskan kekeliruan langkah mereka, kesalahan pemikiran mereka, dan rusaknya
kegiatan mereka.
Selain itu, beliau juga
sering melontarkan berbagai masalah politik dalam khutbah-khutbah yang beliau
sampaikan pada acara-acara keagamaan di masjid-masjid, seperti di Al Masjidil
Aqsha, masjid Al Ibrahim Al Khalil (Hebron), dan lain-lain. Dalam kesempatan
seperti itu beliau selalu menyerang sistem-sistem pemerintahan di negeri-negeri
Arab, dengan menyatakan bahwa semua itu merupakan rekayasa penjajah Barat, dan
merupakan salah satu sarana penjajah Barat agar dapat terus mencengkeram
negeri-negeri Islam. Beliau juga sering membongkar strategi-strategi politik
negara-negara Barat dan membeberkan niat-niat mereka untuk menghancurkan Islam
dan umatnya. Selain itu, beliau berpandangan bahwa kaum muslimin berkewajiban
untuk mendirikan partai politik yang berasaskan Islam.
Semua ini ternyata membuat
murka Raja Abdullah bin Al Hussain, lalu dipanggillah Syaikh An Nabhani untuk
menghadap kepadanya, terutama karena khutbah yang pernah beliau sampaikan di
Masjid Raya Nablus. Beliau disuruh hadir
di suatu majelis lalu ditanya oleh Raja Abdullah mengenai apa yang menyebabkan
beliau menyerang sistem-sistem pemerintahan di negeri-negeri Arab, termasuk
juga negeri Yordania. Namun Syaikh Taqiyuddin An Nabhani tidak menjawab
pertanyaan itu, dan malah berpura-pura tidak mendengar. Ini mengharuskan Raja
Abdullah mengulangi pertanyaannya tiga kali berturut-turut. Akan tetapi Syaikh
Taqiyyuddin tetap tidak menjawabnya. Maka Raja Abdullah pun naik pitam dan
berkata kepada beliau, "Apakah kamu
akan menolong dan melindungi orang yang kami tolong dan lindungi, dan apakah
kamu juga akan memusuhi orang yang kami musuhi ?" Lalu, Syaikh
Taqiyyuddin berkata kepada dirinya sendiri, "Kalau aku lemah untuk mengucapkan kebenaran hari ini, lalu apa yang
harus aku ucapkan kepada orang-orang sesudahku nanti ?" Kemudian
Syaikh Taqiyyuddin bangkit dari duduknya seraya berkata, "Aku berjanji kepada Allah, bahwa aku akan
menolong dan melindungi (agama) Allah dan akan memusuhi orang yang memusuhi
(agama) Allah. Dan aku amat membenci sikap nifaq dan orang-orang munafik !"
Maka marahlah Raja Abdullah mendengarkan jawaban itu, sehingga dia lalu
mengeluarkan perintah untuk mengusir Syaikh Taqiyyudin dari majelis tersebut
dan menangkap beliau. Dan kemudian Syaikh Taqiyudin benar-benar ditangkap. Namun
kemudian Raja Abdullah menerima permintaan maaf dari beberapa ulama atas sikap
Syaikh Taqiyyuddin tersebut lalu memerintahkan pembebasannya, sehingga Syaikh
Taqiyyuddin tidak sempat bermalam di tahanan. Beliau lalu kembali ke Al Quds
dan sebagai akibat kejadian tadi, beliau mengajukan pengunduran diri dan menyatakan,
"Sesungguhnya orang-orang seperti
saya sebaiknya tidak bekerja untuk melaksanakan tugas pemerintahan apapun."
Syaikh Taqiyyuddin kemudian
mengajukan pencalonan dirinya untuk menduduki Majelis Perwakilan. Namun karena
sikap-sikapnya yang menyulitkan, aktivitas politik dan upayanya yang
sungguh-sungguh untuk membentuk sebuah partai politik, dan keteguhannya
berpegang kepada agama, maka akhirnya hasil pemilu menunjukkan bahwa Syaikh
Taqiyyuddin dianggap tidak layak untuk duduk dalam Majelis Perwakilan. Namun demikian, aktivitas politik Syaikh
Taqiyyuddin tidaklah mandeg dan tekadnya pun tiada pernah luntur. Beliau terus
mengadakan kontak-kontak dan diskusi-diskusi, sehingga akhirnya beliau berhasil
meyakinkan sejumlah ulama dan qadli terkemuka serta para tokoh politikus dan
pemikir untuk membentuk sebuah partai politik yang berasaskan Islam.
{{BERLANJUT KE ARTIKEL LANJUTAN}}
Kisah Hidup Syaikh
Taqiyuddin An Nabhani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar