Kesalahan Ide HAM
Inilah keempat kebebasan pokok yang
diserukan oleh ideologi Kapitalisme dan diterapkan di negara-negara Kapitalis. Dan bertolak dari ide kebebasan (liberalisme)
ini, kaum Kapitalis terkadang menyebut ideologi mereka sebagai ideologi
Liberalisme.
Semua ide-ide itu bertentangan
dengan Islam. Tidak boleh diterima, apalagi dipropagandakan.
Ide-ide itulah yang menjadi sumber
munculnya ide Hak Asasi Manusia (HAM), yang selalu digembar-gemborkan AS. Dan
ide HAM ini sayangnya juga dipropagandakan dengan penuh kebanggaan oleh
sebagian penguasa kaum muslimin dan para pendukungnya yang buta terhadap Islam,
yakni para intelektual yang termakan oleh kebudayaan Barat dan tersesat dari
jalan yang lurus.
Padahal siapapun -dari kalangan kaum
muslimin yang mengaku muslim- yang menjajakan HAM, berarti dia tergolong orang
bodoh, atau fasik, atau bahkan orang kafir.
Orang yang tidak memahami
kontradiksi HAM dengan Islam, berati dia bodoh. Tak diterima lagi dalih apapun
darinya setelah penjelasan ini. Sedang orang yang mengetahui kontradiksi HAM dengan
Islam, tetapi mempropagandakan HAM
seraya sadar telah berbuat maksiat, berarti dia fasik. Adapun orang yang
mempercayai HAM dalam hakekat yang sesungguhnya -yakni sebagai ide yang
terlahir dari aqidah pemisahan agama dari kehidupan yang kufur- serta
menyerukan HAM atas dasar pengertiannya itu, maka tak diragukan barang sedikit
pun bahwa dia telah kafir. Sebab dalam kondisi seperti itu pada hakekatnya dia
tidak beriman lagi terhadap Aqidah Islamiyah.
Adapun dari segi fakta, kita
mengetahui bahwa HAM telah dijadikan slogan Revolusi Perancis pada tahun 1789,
dan kemudian dijadikan piagam dalam konstitusi Perancis yang ditetapkan tahun
1791. Sebelum itu, slogan-slogan HAM telah diangkat pula dalam Revolusi Amerika
tahun 1776. Secara umum, HAM kemudian diadopsi oleh seluruh negara Eropa pada
abad ke-19. Hanya saja saat itu HAM hanya menjadi urusan dalam negeri
masing-masing negara.
HAM baru menjadi peraturan
internasional setelah Perang Dunia II dan setelah berdirinya PBB, yaitu pada saat diumumkannya Deklarasi
Universal Hak Hak Asasi Manusia pada tahun 1948. Kemudian, pada tahun 1961
deklarasi itu disusul dengan Perjanjian Internasional Tentang Hak Hak Sipil
dan Politik. Pada tahun 1966, diumumkan pula Perjanjian Internasional
Tentang HAM, Ekonomi, Budaya, dan Sosial.
Meskipun demikian, semua ketetapan
mengenai HAM itu tetap sebatas peraturan internasional. AS baru berupaya
menjadikannya sebagai peraturan universal -yaitu peraturan yang tak hanya
diadopsi oleh negara-negara, tetapi juga oleh rakyat berbagai negara itu-
setelah tahun 1993, atau dua tahun sesudah adanya dominasi tunggal AS secara
internasioal akibat jatuhnya Sosialisme.
Pada tahun 1993 itu, di Wina telah
diadakan konferensi tentang HAM untuk organisasi-organisasi non pemerintah/ NGO
(Non Governmental Organization). Konferensi ini menghasikan Deklarasi
Wina Bagi NGO Tentang HAM, yang menegaskan keuniversalan HAM dan keharusan
penerapannya secara sama rata atas seluruh manusia tanpa memperhatikan
perbedaan latar belakang budaya dan undang-undang. Selain itu, deklarasi ini
menolak klaim bahwa HAM itu mengandung nuansa perbedaan antara satu masyarakat
dengan masyarakat lainnya. Dengan demikian, jika HAM diterapkan di
negeri-negeri Islam, maka artinya deklarasi ini telah menolak dan tidak
memberikan tempat untuk penerapan Islam.
Untuk mengokohkan posisi HAM sebagai
peraturan internasional, AS kemudian menjadikan HAM sebagai salah satu basis
strategi politik luar negerinya. Ini terjadi pada akhir dasawarsa 70-an di masa
kepemimpinan Presiden Jimmy Carter. Sejak saat itu, Departemen Luar Negeri AS
selalu mengeluarkan evaluasi tahunan mengenai komitmen negara-negara di dunia
untuk menerapkan HAM. Evaluasi tahunan itu juga menilai sejauh mana
negara-negara itu memberikan toleransi kepada rakyatnya untuk menjalankan HAM.
Sejak saat itu pula, AS kemudian menjadikan
evaluasi itu sebagai landasan bagi sikap yang akan diambilnya terhadap
negara-negara yang oleh Washington dianggap tidak terikat dengan prinsip-prinsip
HAM. Misalnya, Washington mengkaitkan komoditas gandumnya untuk Uni Soviet,
dengan toleransi Uni Soviet kepada warga negaranya yang Yahudi untuk
berimigrasi ke negara Yahudi di Palestina. AS juga menjadikan HAM sebagai alat
justifikasi untuk melakukan intervensi militer di Haiti, pada tahun 1994.
Namun, seperti halnya kebijakan luar
negeri AS pada umumnya, kebijakan Washington yang bertumpu pada HAM terhadap
dunia itu juga bersifat diskriminatif. AS hanya menutup mata dan tidak
mengganggu gugat sedikitpun negara-negara tertentu yang melanggar HAM, karena
kepentingan AS mengharuskan demikian. Terhadap negara-negara seperti ini, AS
hanya mengeluarkan kecaman dan kutukan dengan mulut saja.
Tetapi AS dapat bersikap ganas
terhadap negara-negara pelanggar HAM
yang lain, misalnya dengan mengambil tindakan-tindakan militer, seperti
tindakannya terhadap Haiti. Atau mengambil tindakan-tindakan ekonomi dan perdagangan,
seperti yang dilakukannya terhadap RRC. Atau mengambil tindakan-tindakan
politik dan diplomatik, sebagaimana yang dilaksanakannya kepada banyak negara.
Semua itu dilakukan AS demi tuntutan
kepentingan-kepentingannya, dan tuntutan-tuntutan hegemoninya atas
negara-negara tertentu.
Walaupun begitu, dasar penolakan
kaum muslimin terhadap HAM ialah karena HAM itu berasal dari ideologi
Kapitalisme yang batil aqidahnya. Selain itu, juga karena HAM merupakan
pengejawantahan dari pandangan ideologi Kapitalisme terhadap individu dan
masyarakat serta merupakan perincian dari keempat macam kebebasan yang diserukan
Kapitalisme.
Aqidah ideologi Kapitalisme dan
seluruh pemikiran yang bersumber darinya atau dibangun di atasnya, terbukti
sangat bertentangan dengan Islam, baik secara global maupun secara
rinci.
Maka dari itu, kaum muslimin wajib membuang dan membatalkan HAM,
serta menentang siapa saja yang berusaha mempropagandakannya.
Kesalahan Ide HAM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar