Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Kamis, 18 April 2013

Kesalahan Ide HAM

Kesalahan Ide HAM




Inilah keempat kebebasan pokok yang diserukan oleh ideologi Kapitalisme dan diterapkan di negara-negara Kapitalis. Dan berto­lak dari ide kebebasan (liberalisme) ini, kaum Kapitalis terka­dang menyebut ideologi mereka sebagai ideologi Liberalisme.

Semua ide-ide itu bertentangan dengan Islam. Tidak boleh diterima, apalagi dipropagandakan.

Ide-ide itulah yang menjadi sumber munculnya ide Hak Asasi Manusia (HAM), yang selalu digem­bar-gemborkan AS. Dan ide HAM ini sayangnya juga dipropagandakan dengan penuh kebanggaan oleh sebagian penguasa kaum muslimin dan para pendukungnya yang buta terhadap Islam, yakni para intelektu­al yang termakan oleh kebudayaan Barat dan tersesat dari jalan yang lurus.

Padahal siapapun -dari kalangan kaum muslimin yang mengaku muslim- yang menjajakan HAM, berarti dia tergolong orang bodoh, atau fasik, atau bahkan orang kafir.

Orang yang tidak memahami kontradiksi HAM dengan Islam, berati dia bodoh. Tak diterima lagi dalih apapun darinya setelah penjelasan ini. Sedang orang yang mengetahui kontradiksi HAM dengan Islam, tetapi  mempropagandakan HAM seraya sadar telah berbuat maksiat, berarti dia fasik. Adapun orang yang mempercayai HAM dalam hakekat yang sesungguhnya -yakni sebagai ide yang terlahir dari aqidah pemisahan agama dari kehidupan yang kufur- serta menyerukan HAM atas dasar pengertiannya itu, maka tak diragukan barang sedikit pun bahwa dia telah kafir. Sebab dalam kondisi seperti itu pada hakekatnya dia tidak beriman lagi terha­dap Aqidah Islamiyah.

Adapun dari segi fakta, kita mengetahui bahwa HAM telah dijadikan slogan Revolusi Perancis pada tahun 1789, dan kemudian dijadikan piagam dalam konstitusi Perancis yang ditetapkan tahun 1791. Sebelum itu, slogan-slogan HAM telah diangkat pula dalam Revolusi Amerika tahun 1776. Secara umum, HAM kemudian diadopsi oleh seluruh negara Eropa pada abad ke-19. Hanya saja saat itu HAM hanya menjadi urusan dalam negeri masing-masing negara.

HAM baru menjadi peraturan internasional setelah Perang Dunia II dan setelah berdirinya PBB, yaitu  pada saat diumum­kannya Deklarasi Universal Hak Hak Asasi Manusia pada tahun 1948. Kemudian, pada tahun 1961 deklarasi itu disusul dengan Perjanjian Internasional Tentang Hak Hak Sipil dan Politik. Pada tahun 1966, diumumkan pula Perjanjian Internasional Tentang HAM, Ekonomi, Budaya, dan Sosial.

Meskipun demikian, semua ketetapan mengenai HAM itu tetap sebatas peraturan internasional. AS baru berupaya menjadikannya sebagai peraturan universal -yaitu peraturan yang tak hanya diadopsi oleh negara-negara, tetapi juga oleh rakyat berbagai negara itu- setelah tahun 1993, atau dua tahun sesudah adanya dominasi tunggal AS secara internasioal akibat jatuhnya Sosialis­me.

Pada tahun 1993 itu, di Wina telah diadakan konferensi tentang HAM untuk organisasi-organisasi non pemerintah/ NGO (Non Governmental Organization). Konferensi ini menghasikan Deklarasi Wina Bagi NGO Tentang HAM, yang menegaskan keuniversalan HAM dan keharusan penerapannya secara sama rata atas seluruh manusia tanpa memperhatikan perbedaan latar belakang budaya dan undang-undang. Selain itu, deklarasi ini menolak klaim bahwa HAM itu mengandung nuansa perbedaan antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Dengan demikian, jika HAM diterapkan di negeri-negeri Islam, maka artinya deklarasi ini telah menolak dan tidak memberikan tempat untuk penerapan Islam.

Untuk mengokohkan posisi HAM sebagai peraturan internasion­al, AS kemudian menjadikan HAM sebagai salah satu basis strategi politik luar negerinya. Ini terjadi pada akhir dasawarsa 70-an di masa kepemimpinan Presiden Jimmy Carter. Sejak saat itu, Departe­men Luar Negeri AS selalu mengeluarkan evaluasi tahunan mengenai komitmen negara-negara di dunia untuk menerapkan HAM. Evaluasi tahunan itu juga menilai sejauh mana negara-negara itu memberikan toleransi kepada rakyatnya untuk menjalankan HAM.

Sejak saat itu pula, AS kemudian menjadikan evaluasi itu sebagai landasan bagi sikap yang akan diambilnya terhadap negara-negara yang oleh Washington dianggap tidak terikat dengan prin­sip-prinsip HAM. Misalnya, Washington mengkaitkan komoditas gandumnya untuk Uni Soviet, dengan toleransi Uni Soviet kepada warga negaranya yang Yahudi untuk berimigrasi ke negara Yahudi di Palestina. AS juga menjadikan HAM sebagai alat justifikasi untuk melakukan intervensi militer di Haiti, pada tahun 1994.

Namun, seperti halnya kebijakan luar negeri AS pada umumnya, kebijakan Washington yang bertumpu pada HAM terhadap dunia itu juga bersifat diskriminatif. AS hanya menutup mata dan tidak mengganggu gugat sedikitpun negara-negara tertentu yang melang­gar HAM, karena kepentingan AS mengharuskan demikian. Terhadap negara-negara seperti ini, AS hanya mengeluarkan kecaman dan kutukan dengan mulut saja.

Tetapi AS dapat bersikap ganas terhadap negara-negara  pelanggar HAM yang lain, misalnya dengan mengambil tindakan-tindakan militer, seperti tindakannya terhadap Haiti. Atau mengambil tindakan-tindakan ekonomi dan perdagangan, seperti yang dilakukannya terhadap RRC. Atau mengambil tindakan-tindakan politik dan diplomatik, sebagai­mana yang dilaksanakannya kepada banyak negara.

Semua itu dilakukan AS demi tuntutan kepentingan-kepentingannya, dan tuntutan-tuntutan hegemoninya atas negara-negara tertentu.

Walaupun begitu, dasar penolakan kaum muslimin terhadap HAM ialah karena HAM itu berasal dari ideologi Kapitalisme yang batil aqidahnya. Selain itu, juga karena HAM merupakan pengejawantahan dari pandangan ideologi Kapitalisme terhadap individu dan masyarakat serta merupakan perincian dari keempat macam kebebasan yang diserukan Kapitalisme.

Aqidah ideologi Kapitalisme dan seluruh pemikiran yang bersumber darinya atau dibangun di atasnya, terbukti sangat bertentangan dengan Islam, baik secara global maupun secara rinci.

Maka dari itu, kaum muslimin wajib membuang dan membatalkan HAM, serta menentang siapa saja yang berusaha mempropaganda­kannya.

Kesalahan Ide HAM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam