Sejarah Syaikh Taqiyuddin An Nabhani
{{LANJUTAN DARI ARTIKELSEBELUMNYA}}
Bidang-bidang Aktivitas Syekh Taqiyudin an-Nabhani
Setelah menyelesaikan
pendidikannya, Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani kembali ke Palestina untuk
kemudian bekerja di Kementerian Pendidikan di Palestina sebagai seorang guru di
sebuah sekolah menengah atas negeri di Haifa. Di samping itu beliau juga
mengajar di sebuah Madrasah Islamiyah di Haifa. Beliau sering berpindah-pindah
lebih dari satu kota dan sekolah semenjak tahun 1932 sampai tahun 1938, ketika
beliau mengajukan permohonan untuk bekerja di Mahkamah Syari'ah. Beliau
ternyata lebih mengutamakan bekerja di bidang peradilan (qadha') karena beliau
menyaksikan pengaruh imperialis Barat dalam bidang pendidikan, yang ternyata
lebih besar daripada bidang peradilan, terutama peradilan syar'iy. Dalam kaitan
ini beliau berkata : "Adapun
golongan terpelajar, maka para penjajah di sekolah-sekolah missionaris mereka
sebelum adanya pendudukan, dan di seluruh sekolah setelah pendudukan, telah
menetapkan sendiri kurikulum-kurikulum pendidikan dan tsaqafah berdasar
filsafat, hadharah (peradaban) dan pemahaman kehidupan mereka yang khas.
Kemudian tokoh-tokoh Barat dijadikan sumber tsaqafah (kebudayaan) sebagaimana
sejarah dan kebangkitan Barat dijadikan sumber asal bagi apa yang mengacaukan
cara berpikir kita."
Oleh karenanya, Syaikh
Taqiyyuddin An Nabhani lalu menjauhi bidang pengajaran dalam Kementerian
Pendidikan, dan mulai mencari pekerjaan lain dengan pengaruh peradaban Barat
yang relatif lebih sedikit. Beliau tak mendapatkan pekerjaan yang lebih afdol
selain pekerjaan di Mahkamah Syar'iyah yang dipandangnya merupakan lembaga yang
menerapkan hukum-hukum syara'. Dalam hal ini beliau berkata, "Adapun An Nizhamul Ijtima'iy, yang mengatur
hubungan pria dan wanita, dan segala hal yang merupakan konsekuensinya (yakni
Al Ahwalu Asy Syakhshiyyah), tetap menerapkan syari'at Islam sampai sekarang,
meskipun telah berlangsung penjajahan dan penerapan hukum-hukum kufur. Tidak
diterapkan sama sekali selain Syari'at Islam di bidang itu sampai saat ini..."
Maka dari itu, Syaikh Taqiyyuddin sangat berkeinginan untuk bekerja di Mahkamah
Syar'iyah. Dan ternyata banyak kawan beliau -yang pernah sama-sama belajar di
Al Azhar- bekerja di sana. Dengan bantuan mereka, Syaikh Taqiyyuddin akhirnya
dapat diangkat sebagai sekretaris di Mahkamah Syar'iyah Beisan, lalu dipindah
ke Thabriya.
Namun demikian, karena
beliau mempunyai cita-cita dan pengetahuan dalam masalah peradilan, maka beliau
terdorong untuk mengajukan permohonan kepada Al Majelis Al Islamy Al A'la, agar
mengabulkan permohonannya untuk mendapatkan hak menangani peradilan. Dalam hal ini
beliau menganggap bahwa dirinya mempunyai kecakapan untuk menangani masalah
peradilan. Setelah para pejabat peradilan menerima permohonannya, mereka lalu
memerintahkan beliau ke Haifa sebagai Kepala Sekretaris (Basy Katib) di Mahkamah Syar'iyah Haifa.
Kemudian pada tahun 1940,
beliau diangkat sebagai Musyawir
(Asisten Qadly) dan beliau terus memegang kedudukan ini hingga tahun 1945,
yakni saat beliau dipindah ke Ramallah untuk menjadi qadly di Mahkamah Ramallah
sampai tahun 1948.
Setelah itu, beliau keluar
dari Ramallah menuju Syam sebagai akibat jatuhnya Palestina ke tangan Yahudi. Pada
tahun 1948 itu pula, sahabatnya Al Ustadz Anwar Al Khatib mengirim surat kepada
beliau, yang isinya meminta beliau agar kembali ke Palestina untuk diangkat
sebagai qadhy di Mahkamah Syar'iyah Al Quds. Syaikh Taqiyyuddin mengabulkan
permintaan itu dan kemudian beliau diangkat sebagai qadly di Mahkamah Syar'iyah
Al Quds pada tahun 1948.
Kemudian, oleh Kepala
Mahkamah Syar'iyah dan Kepala Mahkamah Isti'naf saat itu -yakni Al Ustadz Abdul
Hamid As Sa'ih- beliau lalu diangkat sebagai anggota Mahkamah Isti'naf, dan
beliau tetap memegang kedudukan itu sampai tahun 1950.
Pada tahun 1950 inilah,
beliau lalu mengajukan permohonan mengundurkan diri, karena beliau mencalonan
diri untuk menjadi anggota Majelis Niyabi (Majelis Perwakilan).
Pada tahun 1951, Syaikh An
Nabhani mendatangi kota Amman untuk menyampaikan ceramah-ceramahnya kepada para
pelajar Madrasah Tsanawiyah di Kulliyah Ilmiyah Islamiyah. Hal ini terus
berlangsung sampai awal tahun 1953, ketika beliau mulai sibuk dalam Hizbut
Tahrir, yang telah beliau rintis antara tahun 1949 hingga 1953.
{{BERLANJUT KE ARTIKEL LANJUTAN}}
Sejarah Syaikh Taqiyuddin An
Nabhani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar