Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 26 Januari 2021

Budi Pekerti ala Sekuler Selamatkan Bangsa?



Pendidikan Indonesia tidak beres, sudah banyak diketahui. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pun prihatin atas kuallitas pendidikan tersebut. Makanya, memasuki tahun pelajaran baru 2015-2016, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mencanangkan secara resmi Program Penumbuhan Budi Pekerti (PBP). PBP adalah pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah, yang dimulai sejak masa orientasi peserta didik baru sampai dengan kelulusan, dari jenjang Sekolah Dasar (SD), sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan sekolah pada jalur pendidikan khusus. Persoalannya, akankah program tersebut memberikan efek nyata bagi peningkatan kualitas output pendidikan saat ini hingga mampu mengeluarkan bangsa ini dari keterpurukan?

Membentuk Perilaku Shalih

Bisa jadi program peningkatan kualitas peserta didik, terutama budi pekerti adalah upaya perbaikan untuk menutup rusaknya kurikulum pendidikan sekuler yang selama ini dijalankan pemerintah. Hanya saja, perbaikan tersebut memang terkesan setengah-setengah, tidak menyeluruh. Beberapa kalangan menyangsikan jika hal ini akan efektif untuk meningkatkan kualitas moral peserta didik apalagi menyelamatkan bangsa dari keterpurukan.

Sesungguhnya perilaku (budi pekerti) seseorang dipengaruhi oleh akidah dan pemahamannya terhadap hukum syariat. Pada titik ini, penguasaan tsaqafah Islam menjadi salah satu kunci terwujudnya keshalihan pribadi. Sebab, pribadi yang shalih harus tercermin dari perilaku yang tidak menyalahi ajaran agama (Syariah Islam) dalam seluruh sisi kehidupan. Masalahnya, apakah aspek ini sudah tercakup dalam program perbaikan yang dicanangkan pemerintah tersebut? Sebab, budi pekerti yang dimaksud pun belum jelas, apakah berstandar pada akidah Islam ataukah moral kemanusiaan semata.

Selanjutnya, keshalihan pribadi yang telah terwujud itu akan tertanam kuat dan memberikan pengaruh pada masyarakat jika dipelihara oleh sebuah sistem. Karenanya topangan negara dia butuhkan untuk mengawal keshalihan pribadi yang sudah sudah mulai terbentuk. Inilah rangkaian dan komponen pembentukan pribadi yang shalih dalam sebuah masyarakat. Pada titik ini, semakin jelas, bagaimana efektivitas sebuah program peningkatan budi pekerti di sekolah dalam sistem yang tidak Islami seperti sekarang. Dengan demikian tampaklah kelemahan program tersebut, yaitu di samping ketidakjelasan arah, juga lemahnya hasil yang diperoleh.

Sesungguhnya, bangsa ini membutuhkan perubahan besar, tidak hanya dalam perubahan kurikulum pendidikan, misalnya dengan program penumbuhan budi pekerti, atau yang lainnya. Paradigma pendidikan Islam diperlukan untuk mengubah paradigma pendidikan konvensional yang nyata-nyata hanya menghasilkan manusia pintar tapi 'bodoh'. Peningkatan budi pekerti menjadi tidak ada artinya jika tidak didasarkan pada akidah dan pemahaman hukum syariah.

Islam telah menggariskan prinsip umum pendidikan Islam yang bertujuan membentuk kepribadian Islam, yang bersandar pada kekuatan akidah dan pemahaman hukum syariah. Sehingga, output pendidikannya adalah manusia yang menegakkan hukum Allah SWT, yang menjadikan hawa nafsunya sejalan dengan aturan Allah SWT dan Rasul-Nya. Firman Allah SWT:

”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (TQS. Al-Mujadillah [58] :11)

”Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu, sehingga aku lebih dicintai dari ayahnya, atau anaknya, atau manusia seluruhnya.” (HR. Bukhari, Muslim).

Tentu saja, tujuan pendidikan tersebut hanya akan terwujud sempurna dalam sistem kehidupan yang Islami, yaitu Khilafah Islam. Sebab, pendidikan tidak akan lepas dari aspek lain kehidupan manusia. Ia berkait dengan aspek politik, ekonomi, keamanan, sosial, dan sebagainya. Karenanya, memperbaiki pendidikannya saja tak cukup. Namun, keseluruhnya harus diperbaiki agar sesuai dengan Islam. Inilah urgensi kehadiran Khilafah Islam. Oleh karena itu, memperjuangkannya menjadi kewajiban yang tak bisa ditunda-tunda lagi bagi seluruh komponen umat, terlebih saat generasi dan bangsa ini makin terpuruk. Mari bergerak! []noor afeefa

Paradigma Sistem Pendidikan Islam

Dalam kerangka membangun kepribadian (character building) dan sikap-mentalitas masyarakat suatu negara, keberadaaan ideologi sebagai asas dan landasan sebagai fakta yang tidak dapat ditolak. Ideologi merupakan way of life; berfungsi sebagai unifying force dan driving integrating motive yang memberikan nilai dasar (basic values) kehidupan masyarakat dan negara.

Sistem pendidikan yang ditegakkan berdasarkan ideologi sekulerisme-kapitalisme atau sosialisme-komunisme berkeinginan mewujudkan struktur masyarakat sekuler-kapitalis atau sosialis-komunis. Sebaliknya, sistem pendidikan yang berbasiskan ideologi Islam berkehendak untuk membangun struktur masyarakat Islam, yang tentu saja akan berbeda dengan dua sistem ideologi di atas.

Berkenaan dengan hal itu, pemahaman terhadap karakter sebuah ideologi merupakan langkah awal dan mendasar ketika membicarakan sistem pendidikan. Ketidakpahaman terhadap basis sistem pendidikan dan karakteristik manusia yang hendak dibentuknya hanya akan membuat program-program pendidikan sebagai sarana trial and error dan menjadikan peserta didik bagai kelinci percobaan.

Pendidikan dalam Islam adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis dalam rangka membentuk manusia yang memiliki: (1) Kepribadian Islam; (2) Menguasai pemikiran Islam dengan handal; (3) Menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, Ilmu/sains, dan teknologi/PITEK); (4) Memiliki ketrampilan yang tepat guna dan berdayaguna.

Pembentukan kepribadian Islam harus dilakukan pada semua jenjang pendidikan yang sesuai dengan proporsinya melalui berbagai pendekatan. Salah satu di antaranya adalah dengan menyampaikan pemikiran Islam kepada para siswa.

Tsaqafah (pemikiran) Islam adalah ilmu-ilmu yang dikembangkan berdasarkan akidah Islam yang sekaligus menjadi sumber peradaban Islam. Muatan inti yang kedua ini diberikan pada seluruh jenjang pendidikan sesuai dengan proporsi yang telah ditetapkan.

Sementara kurikulum dibangun berlandaskan akidah Islam sehingga setiap pelajaran dan metodologinya disusun selaras dengan asas itu. Konsekuensinya, waktu pelajaran untuk memahami tsaqafah Islam dan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya mendapat porsi yang besar, tentu saja harus disesuaikan dengan waktu bagi ilmu-ilmu lainnya. Ilmu-Ilmu terapan, diajarkan sesuai dengan tingkat kebutuhan dan tidak terikat dengan jenjang pendidikan tertentu (formal).

Secara struktural, kurikulum pendidikan Islam dijabarkan dalam tiga komponen materi pendidikan utama, yang sekaligus menjadi karakteristiknya, yaitu: (1) pembentukan kepribadian Islami); (2) penguasaan tsaqafah Islam; (3) penguasaan ilmu kehidupan (PITEK, keahlian, dan ketrampilan).

Dalam proses pendidikan, keberadaan peranan guru menjadi sangat penting; bukan saja sebagai penyampai materi pelajaran (transfer of knowledge), tetapi sebagai pembimbing dalam memberikan keteladan (uswah) yang baik (transfer of values).

Dalam Islam, negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan, bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, akreditasi sekolah/PT, metode pengajaran, dan bahan-bahan ajarnya, tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah. Rasulullah SAW bersabda:

“Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya. (HR. al-Bukhari dan Muslim). []fl

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 155
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam