Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Kamis, 07 Januari 2021

Bangga Mewarisi Islam. Islam Harus Diinstal


muslim denmark perjuangkan ideologi Islam

Polaritas umat beragama di Indonesia kian tajam. Ide toleransi dalam kacamata pluralisme pun kembali didengungkan. Tak ayal seorang remaja putri asal Banyuwangi, Afi Nihayah (18) menjadi perbincangan karena mengungkapkan idenya tentang kebhinekaan, toleransi, dan agama.

Salah satu kutipannya adalah: “Kebetulan saya lahir di Indonesia dari pasangan Muslim, maka saya beragama Islam. Seandainya saja saya lahir di Swedia atau Israel dari keluarga Kristen atau Yahudi, apakah ada jaminan bahwa hari ini saya memeluk Islam sebagai agama saya? Tidak. Saya tidak bisa memilih dari mana saya akan lahir dan di mana saya akan tinggal setelah dilahirkan. Kewarganegaraan saya warisan, nama saya warisan, dan agama saya juga warisan."

Generasi Kritis

Sangat jarang remaja kritis seperti Afi yang mau mengungkapkan pandangannya secara terbuka. Apalagi memiliki pandangan yang cukup sensitif, yakni masalah agama. Sayangnya, pemahamannya soal agama terlihat masih mentah. Maklum, usianya masih remaja. Tampak sekali jika proses belajar Islamnya pun belum kaffah. Maka, ada kesalahan mendasar mengenai pandangannya bahwa agama Islam yang dipeluknya “hanyalah" warisan dari orang tuanya.

Benar, sebagai manusia kita lahir dari orang tua siapa, di kota mana, negara mana, warna kulit apa, bentuk hidung seperti apa, dll, tidak bisa memilih. Itulah qadha AIlah. Takdir, orang menyebutnya. Tidak perlu kita pertengkarkan dan tidak perlu disesali. Toh, wilayah itu juga tidak akan di-hisab oleh Allah SWT.

Seseorang tidak akan masuk Neraka disebabkan ia lahir dari orangtua miskin, berkulit gelap atau karena hidungnya tidak mancung. Karena itu semua memang tidak diadili oleh Sang Pencipta. Tetapi, masalah keyakinan, ini akan ditanya di hari kiamat. Mengapa kita beriman pada Allah SWT atau mengapa kita kufur?

Maka, pertama-tama yang harus dilakukan seorang Muslim adalah bersyukur sepenuh syukur, ketika dilahirkan dari orang tua Muslim. Karena dengan begitu, jalan menuju hidayah lebih terbuka. Setidaknya, inilah titik awal seseorang akan terkondisikan dengan suasana keIslaman.

Islam Harus Diinstal

Begitu lahir ke dunia, saat bayi Muslim membuka mata, disambut azan dan iqamah oleh sang ayah. Itu adalah peletak dasar Islam pada sang anak. Anak yang kelak akan bertumbuh, membesar, remaja hingga dewasa.

Dalam proses bertumbuh itulah, keberIslaman harus diinstal secara terus-menerus agar sang anak benar-benar menerima Islam secara menyeluruh. Mewujud menjadi seorang Muslim yang paham Islam seutuhnya. Islam kaffah. Membentuk kepribadian Islam yang sempurna. Unik.

Siapa yang menginstalnya? Orang tua di rumah, pendidik di sekolah dan guru ngaji di lingkungannya. Ditambah bacaan-bacaan Islami, teman-teman yang shalih dan lingkungan yang baik. Itu semua akan membentuk kepribadian seorang Muslim.

Karena, yang namanya pemahaman, tidak langsung terinstal begitu saja dalam tubuh si anak sejak lahir. Ketika kita lahir dari orang tua Muslim, tidak otomatis kita langsung paham Islam seutuhnya. Tidak otomatis tahu tata cara wudhu, syarat sahnya salat, paham fikih Islam, ngerti tafsir Al-Qur’an, paham sirah Nabawiyah, dll. Tidak. Semua itu perlu proses.

Pemahaman Islam tidak diwariskan melalui jalur genetik secara otomatis, melainkan dipelajari. Turun-temurun. Terus-menerus. Melalui periwayatan dengan sanad yang jelas. Melalui proses pendidikan dan pembiasaan.

Rasulullah SAW, menerima wahyu secara berurutan dari Allah SWT melalui malaikat Jibril. Lalu mewariskan kepada para sahabatnya dengan proses belajar-mengajar. Halaqah. Mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an secara face to face. Para sahabat mengajarkannya kembali kepada generasi setelahnya, setelahnya dan setelahnya.

Semua melalui proses belajar-mengajar yang tiada habisnya. Maka benar ketika Rasulullah SAW memerintahkan umat Islam agar menuntut ilmu dari buaian hingga liang lahat. Belajar ilmu Islam hampir-hampir tiada habisnya. Demikian cara mewariskan Islam kepada umat sedunia.

Dengan cara seperti itulah, umat Islam yakin terhadap kebenaran agamanya. Ia paham bahwa hanya Islam saja yang benar, sebagaimana ia mengkaji surat Al-Maidah ayat 3 yang artinya: ”…pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu…” (Al-Maidah: 3)

Iman 100 Persen

Seseorang yang beragama, sudah pasti dia akan mengklaim agamanyalah yang benar. Karena agama menyangkut keyakinan. Terkait iman. Penganut Islam, harus yakin 100 persen agamanya yang benar. Keyakinan ini tidak diwariskan begitu saja. Al-Qur’an jelas dapat dibuktikan kemukjizatannya; kerasulan Nabi Muhammad Saw. jelas bisa dibuktikan; singkatnya, Islam bisa 100% diyakini sebagai satu-satunya agama yang benar.

Maka, jika hari ini ada Muslim yang merasa berIslam sekadar mendapat warisan orang tuanya, tetapi belum pernah duduk halaqah mengkaji Islam; rutin menuntut ilmu-ilmu Islam; belum memiliki guru bersanad; belum pernah membahas kitab-kitab para ulama, belum memahami ayat-ayat al-Qur’an yang jelas, belum pernah belajar sirah Nabawiyah, belum pernah menelusuri perjalanan hidup para ulama, dsb. Sesungguhnya, dia belumlah mendapat warisan apa-apa. Islamnya baru sebatas status, boleh jadi baru sebatas Islam KTP.

Artinya, kalau Islam tetapi merasa biasa-biasa saja dalam berIslam, tidak bangga sedikitpun, tidak ada dorongan membela Islam, tidak ada keinginan menyampaikan kebenarannya yang tunggal, maka sejatinya ia belumlah menjadi umat yang mewarisi Islam. Apalagi jika malah ragu, membenarkan agama-agama lain, dan membela propaganda mereka atas nama toleransi. Ini sungguh bukan sikap seorang Muslim sejati.

Aset Muslim

Seseorang yang telah mengalir dalam darahnya kebanggaan dan rasa syukur atas keIslamannya, tak akan betah berdiam diri. Ia akan terdorong mengemban dakwah. Bersemangat menyampaikan kebenaran Islam, mengajak orang lain memahami Islam seperti dirinya. IniIah yang tampak pada karakter seorang Muslim yang telah bersyakhsiyah Islamiyah.

Jika sikap ini belum muncul pada generasi muda saat ini, tak lain karena sekarang mereka telah banyak teracuni ide-ide sekular yang memisahkan agama dari kehidupan. Di dalam dirinya telah terinstal pemikiran-pemikiran yang bertolak belakang dengan Islam. Baik melalui kurikulum pendidikan, bacaan, tayangan, teman, opini di media, dan sebagainya.

Kita bisa belajar dari kasus Malala Yousafzai, remaja kritis asal Pakistan yang kini menjadi pion Barat untuk menghantam agamanya sendiri. Remaja Muslim seperti Afi, adalah aset umat. Mari entaskan dari kebutaan terhadap Islam, agama yang seharusnya mengalir deras dalam darahnya. Membuatnya bangga dan gigih membela Islam.

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 198


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam