“Dengan demikian, musuh kaum Muslim saat ini adalah negara-negara kafir imperialis seperti AS, Inggris, Perancis, Rusia, Cina, dan sekutu-sekutu mereka…”
Buku yang berjudul Foreign Relation of the United States:
1964-1968, volume XXVI- yang membeberkan hubungan AS dengan berbagai intrik
politik di kawasan Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Filipina- akhirnya
ditarik kembali dari peredaran oleh Deplu AS terhitung mulai tanggal 27 juli
2001. Alasannya, belum ada izin dari Deplu AS. Padahal, buku terbitan Office of the Historian Departement of State
Publication ini, dalam kata pengantarnya, sang editor menyebutkan, bahwa
penerbitannya telah seizin Deplu AS. Lagipula, menurut UU kebebasan informasi
AS, arsip-arsip yang bergolong rahasia dan sensitif –yang memenuhi buku
tersebut- sudah lewat dari 25 tahun, sehingga diperbolehkan untuk dibuka kepada
publik. Dari sini, para pengamat menilai bahwa CIA telah menekan Deplu AS agar
menarik kembali buku tersebut dari peredaran. CIA khawatir isi buku tersebut
akan membuka aib-aib AS di masa lalu.
Namun demikian, bagi
orang yang mengamati perilaku AS, penarikan buku tersebut berkaitan dengan
kekhawatiran, beredarnya buku tersebut akan merusak hubungan dan kepenttingan
AS di Indonesia pada era pemerintahan Megawati.
Yang menarik dari buku
tersebut adalah keterlibatan AS dalam mengganyang kekuatan komunis pada masa
rezim Soeharto; upaya AS menggusur kekuasaan Soekarno; dan dukungan AS terhadap
munculnya Soeharto. Keterlibatan AS dalam penggulingan kekuasaan Soekarno, yang
diikuti dengan naiknya Soeharto ke tampuk kekuasaan, diakui sendiri oleh
pemerintah AS. Dalam sebuah dokumen yang diedarkan untuk para wartawan,
pemerintah AS mengaku hanya memberikan ‘bantuan kecil’ kepada para jenderal di
Indonesia dalam peristiwa pembantaian pengikut komunis tahun 1965-1966. Bantuan
itu berupa pembayaran secara rahasia sebesar Rp50 juta, yang diberikan sebulan
setelah upaya kudeta tanggal 30 september 1965 dan langsung ditandatangani oleh
Dubes AS waktu itu, Marshall Green, kepada Menlu Adam Malik. Akan tetapi, buku
tersebut mengungkap lebih jauh dan lebih banyak lagi peranan AS dalam mendorong
perubahan politik di Indonesia saat itu.
Untuk mencapai
tujuannya, AS tidak segan-segan menggunakan segala cara, termasuk operasi
rahasia. Di dalam operasi rahasia ini tercakup propaganda hitam untuk
menjatuhkan seseorang atau pihak yang dianggap menghalang-halangi kepentingan
AS, perang urat syaraf, pembentukan milisi-milisi, upaya mengirim persenjataan
dan alat komunikasi, merusak perekonomian dengan mencetak dan menyebarkan uang
palsu, memanipulasi informasi dan data, memalsukan dokumen, pesekongkolan,
pembunuhan, dll. Itulah yang dilakukan CIA di berbagai negara, dengan skala
yang berbeda-beda; termasuk memorandum CIA yang disampaikan kepada Menlu S.
Rusk (tgl 18 Sept 1964), yang mengusulkan digelarnya operasi rahasia untuk
menggulung kekuatan komunis di Indonesia.
Suhu perang dingin
pada tahun 60-an antara kekuatan Barat yang kapitalis serta Uni Sovyet dan Cina
yang komunis menghangat. Soekarno yang didukung oleh kekuatan komunis, serta
persahabatannya yang erat dengan Uni Sovyet dan Cina, menjadi simbol hegemoni komunis
di Indonesia. Dengan semangat dan propagandanya yang anti AS, Soekarno dan
partai komunis dijadikan alasan oleh AS untuk melibatkan diri dalam pertarungan
tingkat tinggi.
AS yang saat itu
tengah gencar-gencarnya menggempur kekuatan Vietcong di daratan Vietnam dan
Kamboja, meski akhirnya gagal, tidak menginginkan poros Jakarta-Hanoi-Beijing
terwujud. Jika itu terjadi, dominasi Barat yang kapitalis dari kawasan Asia
Tenggara dan Timur Jauh yang kaya akan runtuh.
Oleh karena itu,
Inggris, yang menjadi sekutu AS -meskipun berbeda kepentingan dalam perkara
ini- mendorong Malaysia yang berada di bawah pengaruhnya untuk menghadang gerak
maju Soekarno. Meletuslah konfrontasi antara Malaysia dan Indonesia, yang
sebenarnya menggambarkan pertarungan negara-negara besar, yakni blok kapitalis
dengan blok komunis.
Kaum muslim dan TNI
telah juga dimanfaatkan AS untuk menghantam dan menghancurkan komunis. Jadilah
komunis bahaya laten bagi kaum muslim di negeri ini. Sayangnya, hal ini tidak
diikuti pula dengan “membahayalatenkan” ideologi kapitalis. Sejak naiknya Soeharto
ke puncak keuasaan, AS berhasil memenangkan pertarungan politiknya dengan
komunis di Indonesia. Hingga kini, AS leluasa memainkan bidak-bidak caturnya di
negeri ini; semata-mata untuk menjaga eksistensi serta kepentingan negara dan
bangsa mereka sendiri, tanpa mempedulikan keadaan bangsa-bangsa jajahan.
Buku tersebut
mengingatkan kepada kita, kaum Muslim, betapa AS berada di belakang berbagai
krisis politik yang melanda negeri-negeri Islam, bahkan yang melanda belahan
dunia lainnya. Posisinya sebagai negara adidaya amat memungkinkan untuk
mengontrol peta politik, ekonomi, sosial, dan militer di seluruh dunia.
AS telah menggunakan
segala cara dan sarana yang ada -termasuk lewat lembaga-lembaga keuangan
internasional, PBB, dewan keamanan, dan industri yang bernaung di bawah PBB-
untuk menguasai dan mengeksploitasi kaum muslim dan negeri-negeri Islam.
AS menyadari bahwa
setelah ideologi dan kekuatan komunisme runtuh, Islamlah yang menjadi halangan
utama mereka. AS juga sangat khwatir dengan munculnya politik Islam ideologis,
apalagi jika kaum Muslim menginginkan dibangunnya kembali negara Khilafah Islamiah
yang mencakup seluruh negeri-negeri Muslim; yang akan menerapkan seluruh
peraturan Allah SWT dan Rasul-Nya; yang akan membebaskan negeri-negeri Muslim
dari hegemoni AS dan sekutunya; dan yang akan berhasil berhadapan secara
militer, ekonomi, dan politik dg kekuatan AS. Oleh karena itu, sasaran utama
politik luar negeri kaum kafir imperialis saat ini dan masa datang adalah Islam
dan kaum Muslim. Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya
orang-orang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari
jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, yang kemudian menjadi sesalan
bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan.” (TQS. Al-Anfal 8: 36)
Dengan demikian, musuh kaum Muslim saat ini
adalah negara-negara kafir imperialis seperti AS, Inggris, Perancis, Rusia,
China, dan sekutu-sekutu mereka. Kaum musim harus menjadikan mereka
musuh, bukan sahabat; apalagi teman untuk meminta pertolongan dan bantuan dalam
upaya menangani berbagai krisis yang melanda negeri-negeri Islam, sesungguhnya
aneka krisis di negeri-negeri Muslim adalah karena konspirasi para imperialis
itu.
Kaum Muslim harus mewaspadai
seluruh muslihat dan mulut manis mereka dan antek-anteknya yang mengaku Muslim.
Pasalnya, sejarah dan kenyataan saat ini membuktikan, bahwa merekalah
hakikatnya yang berada di balik seluruh krisis yang sengaja diciptakan di
negeri-negeri Islam.
Apakah kita lupa
terhadap sejarah dan kenyataan yang ada di depan mata kita? Allah SWT
berfirman:
“Oleh karena itu,
perhatikanlah bagaimana akibat makar mereka itu.” (TQS. an-Naml: 51)
“Sesungguhnya Kami
menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia
dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat).” (TQS. Al-Mu’min: 51)
Bacaan: Jurnal Politik
Dan Dakwah al-Wa’ie edisi 13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar