Pengaruh Buruk Budaya Kecantikan Barat
BAB VI
PENGARUH MITOS KECANTIKAN TERHADAP
MUSLIMAH
Amat
disayangkan bahwa ada sejumlah kalangan Muslimah –baik yang tinggal di Barat
maupun di dunia Islam– yang terpengaruh dengan mitos kecantikan ini. Bagi kaum
Muslimah yang tinggal di negara-negara Barat, barangkali mudah dipahami mengapa
mereka terpengaruh mitos tersebut, yakni karena setiap hari mereka “dicekoki”
dengan konsep citra perempuan dan harapan-harapan yang tidak wajar itu
sebagaimana perempuan-perempuan non Muslim yang ada di masyarakat. Tidak
mengherankan pula, jika mitos kecantikan tersebut juga mempengaruhi sebagian
kalangan Muslimah yang tinggal di dunia Islam, karena budaya Barat itu juga
diekspor ke negeri-negeri Muslim oleh berbagai media, industri hiburan, dan
industri periklanan. Majalah-majalah yang berisi trend gaya hidup Barat seperti
Vogue, Cosmopolitan, dan Marie Clare juga mengisi rak-rak penjual koran dan
toko-toko buku yang bertebaran di Pakistan, Bangladesh, Turki, jazirah Arab,
dan Asia Tenggara. Salon-salon kecantikan yang menjajakan citra perempuan Barat
semakin hari semakin banyak bermunculan di jalan-jalan kota Karachi, Lahore,
Dhaka, Abu Dhabi, Kuala Lumpur, dan sebagainya. Pada bulan Oktober 2002 lalu,
BBC menyiarkan suatu kisah mengenai Afghanistan dengan tajuk “Afghan Lipstick
Liberation”. Acara tersebut membahas suatu proyek yang pada saat itu tengah
berjalan, yang didanai oleh Amerika Serikat untuk “kepentingan” kaum perempuan
Afghanistan. Proyek tersebut berupa sebuah sekolah kecantikan ala Barat yang
dibangun di Kabul di bawah pengawasan Kementerian Urusan Perempuan Afghanistan,
dan harus dapat diselesaikan pada bulan Januari 2003. Proyek tersebut bertujuan
untuk melatih perempuan Afghanistan agar dapat memotong rambut dan menjalankan
“bisnis kecantikan” dengan perlengkapan kosmetika bantuan perusahaan-perusahaan
kosmetika terkemuka seperti Revlon dan MAC. Jelas bahwa proyek tersebut
bertujuan untuk menanamkan pengaruh di benak para Muslimah Afghanistan agar
mempunyai keinginan meniru penampilan perempuan-perempuan Barat.
Sekali lagi,
amat disayangkan bahwa dari realitas yang terjadi di masyarakat ini, ternyata
ada di antara kaum Muslimah yang mengadopsi atau mencita-citakan citra
perempuan Barat yang berlandaskan jati diri peradaban Barat dan pandangan hidup
sekulerisme tersebut. Konsep Barat mengenai ukuran-ukuran kecantikan telah
menjadi kriteria bagi para Muslimah itu untuk menilai penampilan mereka, antara
lain tinggi semampai, bertubuh ramping, berkulit putih, dan berpenampilan muda.
Ketika hendak menikah, seorang laki-laki atau kedua orangtuanya tidak jarang mencari
seorang gadis yang memenuhi kriteria-kriteria di atas, tanpa memikirkan lagi
sejauh mana keteguhannya dalam beragama. Para Muslimah banyak yang memiliki
anggapan bahwa di masyarakat telah berkembang luas pandangan “semakin putih
kulitnya, maka semakin cantik seorang perempuan”. Pandangan tersebut telah
mendorong para Muslimah untuk mendapatkan penampilan seperti itu, sehingga
banyak di antara mereka yang menggunakan berbagai cara untuk memutihkan kulit
mereka, termasuk dengan menggunakan obat-obatan pemutih, tanpa menghiraukan
lagi konsekuensi yang mungkin timbul. Salah satu jenis obat pemutih itu disebut
Jolen telah diidentifikasi sebagai penyebab kanker. Selain itu, operasi plastik
dan kasus anorexia semakin banyak terjadi di kalangan para Muslimah, baik yang
tinggal di Barat maupun di negeri-negeri Muslim. Padahal di masa-masa
sebelumnya, operasi kosmetik dan kasus anorexia itu merupakan perkara yang
asing bagi umat Islam dan kaum Muslimah.
Bahkan dunia
perfilman India, Bollywood, yang baru-baru ini dipopulerkan di Barat dan
disebut-sebut banyak kalangan mempunyai konsep penampilan perempuan serta model
busana yang berbeda, dalam kenyataannya ternyata mengadopsi konsep-konsep
sebagaimana yang diyakini oleh masyarakat Barat. Majalah-majalah kecantikan dan
gaya hidup yang diproduksi oleh masyarakat Asia, seperti Asian Bride, Asian
Woman, dan Libas, juga membahas konsep-konsep yang serupa, seperti bahwa
perempuan bebas menentukan bentuk penampilan serta perilaku yang mereka
kehendaki, dan juga memuat gagasan yang sama tentang kriteria kecantikan
perempuan. Harapan-harapan yang dikembangkan dalam majalah-majalah tersebut
sama persis dengan penampilan perempuan Barat. Aktris India, Ashwariya Rai,
yang sangat terkenal di Bollywood saat ini, banyak dipuja gadis-gadis Asia
karena kulitnya yang putih dan matanya yang biru. Memang semakin banyak aktris
India terkemuka yang melakukan operasi kosmetik dengan harapan agar mempunyai
penampilan seperti Karishma dan Rekha. Demikianlah, di dunia perfilman
Bollywood, kaum perempuan menentukan segala sesuatu berdasarkan konsep
kebebasan. Sebagaimana jati diri perempuan Barat, akal pikiran dan hawa
nafsunya menjadi standar bagi mereka untuk menentukan bentuk penampilannya,
busana yang mereka pakai di tengah masyarakat, serta model pergaulan yang
mereka jalin. Bagi orang-orang yang membanggakan diri karena berpandangan bahwa
citra perempuan di Bollywood jauh lebih “sopan” daripada kaum perempuan di
Hollywood, barangkali perlu kembali meneliti fakta bahwa shahwar kamiz
(saling berpelukan), pakaian tradisional (sari) yang mempertontonkan
aurat, serta rok-rok pendek yang dipakai aktris-aktris India itu tidak akan
dilewatkan oleh kebanyakan majalah fesyen Barat.
Baru-baru
ini, BBC menyiarkan sebuah tayangan dokumenter berjudul “Faith in Fashion”,
yang secara khusus memperbincangkan sebuah konsep tentang bagaimana seorang
perempuan yang beragama Islam tetapi tetap bisa menjadi bagian komunitas fesyen
yang dibentuk masyarakat Barat, serta berupaya mengadopsi model pakaian Barat
yang “Islami” – entah bagaimana bentuknya.
Namun
demikian, yang perlu dicermati lebih jauh adalah tujuan yang melatarbelakangi
tindakan orang-orang Barat dalam mempengaruhi kaum Muslimah yang tinggal di
Barat agar mau mengadopsi konsep kecantikan, serta tujuan mereka mengekspor
citra tersebut ke negeri-negeri kaum Muslim. Tujuan mereka mempengaruhi kaum
Muslimah yang tinggal di Barat adalah untuk menyatukan kaum Muslim –khususnya
para Muslimah– dengan masyarakat Barat, sedemikian rupa sehingga kaum Muslimah
kehilangan jati diri ke-Islamannya, serta lupa dengan tanggung jawab dan
kewajiban-kewajibannya selaku Muslimah. Bagi kalangan Muslimah yang tinggal di
negeri-negeri Muslim, konsep kecantikan itu disebarluaskan untuk mengikis
pemikiran dan perilaku Islam dalam diri para Muslimah, serta menanamkan jati
diri sekuler Barat kepada mereka. Penyebarluasan konsep kecantikan ini
merupakan salah satu bentuk kolonialisme budaya (ghazw ats-tsaqafi) yang
dilancarkan kaum kafir Barat. Satu contoh yang sangat jelas adalah pembangunan
sekolah kecantikan di Kabul seperti yang pernah disampaikan di depan. Di tengah
sekian banyak masalah yang dihadapi kaum perempuan di Afghanistan, seperti
bahaya kelaparan, serta langkanya air bersih dan obat-obatan, orang-orang Barat
justru menetapkan bahwa masalah yang harus diketahui kaum Muslimah adalah
bagaimana cara mempercantik diri mereka!! Pada dasarnya, semua upaya tersebut
dilakukan negara-negara Barat untuk mencegah kembalinya Islam sebagai pandangan
hidup kaum Muslim, serta mempertahankan pandangan hidup sekuler Barat beserta
budaya dan aturan-aturannya agar terus berkuasa di seluruh permukaan bumi.
Upaya tersebut juga dimaksudkan untuk melindungi kepentingan-kepentingan
material masyarakat Barat dan mempertahankan hegemoni mereka.
Demikianlah
akibatnya jika kaum Muslimah bercita-cita untuk mendapatkan citra kecantikan
sebagaimana yang ditetapkan oleh Barat serta mengadopsi jati diri orang-orang
Barat. Inilah agenda Barat yang belum banyak diketahui kaum Muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar