Khilafah
merupakan bagian dari ajaran Islam yang dalam istilah modern disebut dengan
negara Islam (ad daulah al Islamiyyah)
atau sistem pemerintahan Islam (nizham al hukm
fi al Islam). Dalam istilah para fuqaha terdahulu, Khilafah disebut juga
dengan istilah Imamah atau Darul Islam. (Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 8/407)
Definisi
Khilafah adalah:
اَلْخِلاَفَةُ
هِيَ رِئَاسَةٌ عَامَّةٌ لِلْمُسْلِمِيْنَ جَمِيْعاً فِي الدُّنْيَا لإِقَامَةِ
أَحْكَامِ الشَّرْعِ الإِسْلاَمِيِّ، وَحَمْلِ الدَّعْوَةِ الإِسْلاَمِيَّةِ إِلَى
الْعَالَمِ
“Kepemimpinan umum bagi kaum muslimin seluruhnya di
dunia untuk menerapkan hukum-hukum Syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke
seluruh dunia.” (Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 2/13)
Pengertian
ini sekaligus menjelaskan muatan dari Khilafah yakni: ukhuwah, syariah dan
dakwah. Khilafah mempunyai 3 (tiga) tugas pokok yang tak dapat terlaksana
secara sempurna kecuali dengan adanya Khilafah, yaitu; pertama, mempersatukan umat Islam di seluruh
dunia di bawah satu pemimpin dan satu negara. Kedua, menerapkan hukum-hukum Syariah Islam secara menyeluruh (kaffah) dalam segala bidang kehidupan. Ketiga, menyebarkan Islam ke seluruh penjuru
dunia dengan dakwah dan jihad pembebasan.
Khilafah
adalah ide Islam. Karena itu Khilafah harus didukung oleh umat. Khilafah
bersumber dari al-Quran, as-Sunnah, dan Ijmak Sahabat. Dalam Islam, Khilafah
atau al-Imamah al-‘Uzhma merupakan perkara ma’lûmun
min ad-dîn bi adh-dharûrah (telah dimaklumi sebagai bagian penting dari
ajaran Islam).
Firman
Allah SWT:
﴿فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ
أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنْ الْحَقِّ﴾
“Putuskanlah
perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang
kepadamu.” (QS. al-Maidah [5]: 48)
وَأَنِ احْكُمْ
بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ
أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ
“Hendaklah
kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan.
Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kamu terhadap
mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah Allah
turunkan kepada kamu.” (QS. al-Maidah [5]: 49)
Ayat
yang mulia ini maupun ayat-ayat lainnya menjelaskan bahwa Rasul Saw. adalah
pihak yang diberi taklif (kewajiban)
untuk melaksanakan hukum ini. Seruan kepada Rasul Saw. untuk memutuskan perkara
(menghukumi) dengan Islam juga merupakan seruan kepada para penguasa pengganti
masa Rasul Saw. Ini berdasarkan kaidah ushul yang menyatakan, bahwa seruan kepada
Rasul juga merupakan seruan untuk umatnya, sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Mafhum-nya
adalah hendaknya umat Beliau mewujudkan seorang hakim setelah Rasulullah Saw.
untuk memutuskan perkara di antara mereka sesuai dengan apa yang diturunkan
oleh Allah. Perintah dalam seruan ini bersifat tegas (jazim). Karena yang menjadi obyek seruan adalah wajib. Hakim
(penguasa) yang memutuskan perkara di antara kaum muslim setelah wafatnya
Rasulullah Saw. adalah Khalifah. Karena itu, sistem pemerintahan menurut aspek
ini adalah sistem Khilafah. Maka mewujudkan penguasa yang menegakkan Syariat
Islam itu hukumnya wajib.
Penerapan
Syariah Islam secara menyeluruh (kaffah), juga merupakan kewajiban Syar’i atas
umat, sesuai firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ
الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam
Islam keseluruhan (kaffah), dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al
Baqarah [2]: 208)
Bahkan
Islam dengan tegas melarang penerapan Syariah secara parsial, misalnya hanya
menjalankan rukun Islam saja, seraya mengabaikan hukum-hukum Islam lainnya.
Sebagai
pelajaran, Allah Swt. memperingatkan kaum Bani Israil dalam surat Al Baqarah
ayat 85:
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا
جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ
بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
“Apakah
kamu beriman kepada sebahagian (isi) Al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian
(isinya) yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian
daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat
mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa
yang kamu perbuat.” (QS. Al-Baqarah: 85)
Imam Thabariy menyatakan: “Ayat di atas merupakan perintah kepada orang-orang
beriman untuk menolak selain hukum Islam; perintah untuk menjalankan Syari’at
Islam secara menyeluruh; dan larangan mengingkari satupun hukum yang merupakan
bagian dari hukum Islam.” (Imam Thabariy, Tafsir Thabariy, II/337)
Pada
dasarnya, seluruh kekuasaan di dalam Islam ditujukan untuk menegakkan hukum
Allah SWT dan amar makruf nahi mungkar.
Rasulullah
Saw. pernah bersabda kepada Kaab bin Ujrah:
«أَعَاذَكَ
اللَّهُ مِنْ إِمَارَةِ السُّفَهَاءِ» ، قَالَ: وَمَا إِمَارَةُ السُّفَهَاءِ؟
قَالَ: «أُمَرَاءُ يَكُونُونَ بَعْدِي، لاَ يَقْتَدُونَ بِهَدْيِي، وَلاَ
يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي، فَمَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ، وَأَعَانَهُمْ عَلَى
ظُلْمِهِمْ، فَأُولَئِكَ لَيْسُوا مِنِّي، وَلَسْتُ مِنْهُمْ، وَلاَ يَرِدُوا
عَلَيَّ حَوْضِي، وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ، وَلَمْ يُعِنْهُمْ
عَلَى ظُلْمِهِمْ، فَأُولَئِكَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُمْ، وَسَيَرِدُوا عَلَيَّ
حَوْضِي»
“Aku
meminta perlindungan kepada Allah untuk kamu dari kepemimpinan (pemimpin) yang
bodoh (sufaha’).” Kaab bertanya, “Apa
kepemimpinan yang bodoh itu?” Beliau bersabda, “Para pemimpin yang ada setelah
aku. Mereka tidak mengikuti petunjukku dan tidak mencontoh sunnahku. Siapa yang
membenarkan kebohongan mereka dan menolong mereka atas kezaliman mereka, maka
mereka bukan golonganku dan aku bukan golongan mereka, dan mereka tidak ikut
aku di Telaga (di Akhirat). Sebaliknya, siapa yang tidak membenarkan kebohongan
mereka dan tidak menolong mereka atas kezaliman mereka maka mereka termasuk
golonganku dan aku bagian dari golongan mereka dan mereka akan ikut aku di
Telaga.” (HR. Ahmad, Ibn Hibban dan
al-Hakim)
“Pada
hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam Neraka, mereka berkata: Alangkah
baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul."
Dan mereka berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati
pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari
jalan (yang benar).” (QS. (33) al-Ahzab: 66-67)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar