Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 14 September 2011

AL-'ILMU WA AL-DZAN Pengertian Ilmu (Keyakinan) Dan Dzan (Prasangka)

AL-'ILMU WA AL-DZAN Pengertian Ilmu (Keyakinan) Dan Dzan (Prasangka)


AL-'ILMU WA AL-DZAN

    Dua kata ini, al-‘ilmu dan al-dzan, merupakan terminologi yang sering digunakan dalam pembahasan ‘aqidah. Akan tetapi, tidak sedikit dari kaum muslim yang belum memahami makna dari dua kata ini.   Padahal, mengetahui makna dari kedua kata ini merupakan faktor yang sangat penting sebelum memulai pembahasan-pembahasan ‘aqidah. 

    Al-‘Ilmu sering diartikan dengan iman atau yakin [Imam Abu Bakar al-Raaziy, Mukhtaar al-Shihaah, bab yaqana, hal. 743].   Iman sendiri bermakna, pembenaran (tashdiiq) [ibid, bab amana, hal. 26] pasti yang berkesesuaian dengan fakta dan dibangun berdasarkan dalil [Fathi Salim, al-Istidlaal bi al-Dzan fi al-‘Aqidah, ed.II, Daar al-Bayaariq, 1414H/199M, hal.22].  Keyakinan hati yang tidak sampai ke derajat kepastian, tidak absah disebut sebagai iman.   Keyakinan semacam ini disebut dengan al-dzan.

    Berikut ini akan kami ketengahkan ayat-ayat yang berbicara tentang al-‘ilmu dan al-dzan.  Allah Swt. berfirman;

    "Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akherat, mereka benar-benar menamakan malaikat  itu dengan nama perempuan.  Dan mereka tidak mempunyai pengetahuan (AL-'ILMU) tentang itu.  Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedangkan sesungguhnya persangkaan itu (AL-DZAN) tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran." (al-Najm : 27-28)

    "...maka tidak ada dosa kepada keduanya (bekas suami pertama dari isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.." (Al-baqarah : 230)

    "dan karena ucapan mereka:" Sesungguhnya kami telah membunuh Al- Masih, 'Isa putera Maryam, Rasul Allah, padahal mereka tidak membunuhnya, dan tidak pula menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan 'Isa bagi mereka.  Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) 'Isa, benar-benar dalam keraguan tentang yang dibunuh itu.  Mereka tidak mempunyai keyakinan, tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah 'Isa". (Al-Nisaa' : 157)

    Di dalam al-Quran, kata al-'ilmu kadang-kadang bermakna al-qath'iy (pasti) dan al-yaqiin (yakin).  Penyebutan kata al-'ilmu dengan makna al-dzan (prasangka kuat) sangatlah sedikit.  Allah Swt. berfirman,

    "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan (AL-'ILM) tentangnya..." (al-Isra' : 36)

    "..Maka jika kamu telah mengetahui (Al-'ILM) bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. (al-Mumtahanah : 10)

    Kata al-‘ilmu dalam ayat-ayat ini bermakna al-dzan (prasangka kuat).

    Kata al-dzan bisa juga bermakna al-wahm (dugaan tanpa dasar).  Al-Quran telah menyatakan hal ini dalam surat Al-najm ayat 28;

    "Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedangkan sesungguhnya persangkaan itu (AL-DZAN) tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran." (Al-najm : 28)

    Kadang-kadang al-dzan juga bermakna al-qath'i dan al-yaqiin.  Allah Swt. berfirman;

    "(yaitu) Orang-orang yang meyakini (yadzunnuun), bahwa mereka akan menemui Tuhan-Nya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya." (al-Baqarah : 46)

    Al-dzan kadang bermakna tarjiih (prasangka kuat).  Allah Swt. berfirman,"...maka tidak ada dosa kepada keduanya (bekas suami pertama dari isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.." (Al-baqarah : 230)

    Al-dzan dengan makna al-wahm (sangkaan ilutif)  tidak boleh dijadikan dalil dalam perkara keyakinan (al-'aqaaid), dan hukum syara'. Orang yang mengatakan bahwa malaikat itu berjenis kelamin perempuan, sesungguhnya, perkataan mereka itu tidak didasarkan pada dalil, ataupun syubhah dalil. [Syubhat dalil adalah dalil-dalil istidlal (sumber penggalian hukum) yang masih diperbincangkan keabsahannya di kalangan 'ulama ushul, semisal al-mashlahat al-mursalah, istihsan, syar'u man qablanaa, jalb al-mashalih wa dar`u al-mafaasid, dll.  Dalil adalah  Al-Quran, Sunnah, Ijma' Shahabat, dan Qiyas. Syubhat dalil kadang juga digunakan untuk menyebut suatu pendapat yang lemah.] Mereka tidak memiliki bukti apapun kecuali sekedar persangkaan saja.  Jenis al-dzan semacam  ini (al-wahm) tidak membawa kebenaran sedikitpun baik dalam masalah keyakinan ('aqaaid) maupun hukum syara’.

    Al-dzan yang berma'na tarjiih al-ra'yi (pendapat kuat) absah digunakan dalil dalam persoalan hukum syara', namun tidak untuk masalah 'aqidah.  Ketentuan semacam ini didasarkan pada firman Allah Swt. ;

"...jika keduanya berpendapat (in dzanna) akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah"   [2:230].

    Ayat ini berbicara mengenai kasus seorang laki-laki yang men-thalaq-tiga isterinya. Jika laki-laki tersebut ingin kembali kepada isterinya kembali, maka isterinya harus nikah dengan suami yang lain terlebih dahulu. Jika suami kedua menceraikannya, maka ia boleh kembali kepada isterinya yang pertama. Allah Swt. telah menyatakan ketetapan ini dengan sangat jelas, "...jika keduanya berpendapat (in dzanna) akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah"   [2:230].

Suami boleh ruju’ kembali dengan isterinya, meskipun pelaksanaan ruju’ tersebut didasarkan pada dzan (prasangka kuat).   Ruju’ merupakan bagian dari hukum syara’.  Ini menunjukkan bahwa, dalam melaksanakan hukum-hukum syara’, tidak harus didasarkan pada al-‘ilm (keyakinan), akan tetapi cukup didasarkan pada al-dzan (prasangka kuat) saja.

    Walaupun dzan (prasangka kuat) absah digunakan dalil dalam masalah hukum syara’, akan tetapi, ia tidak absah digunakan dalil dalam masalah 'aqidah. Ketentuan semacam ini sejalan dengan kisah diangkatnya Nabi Isa as. yang termuat dalam surat al-Nisaa':157.

    Ayat itu menjelaskan bahwa orang-orang yang menyangka 'Isa as. telah  tertawan, dibunuh, dan disalib, memiliki bukti yang sangat kuat. Persangkaan mereka bukan sekedar wahm. Sebab, mereka menyaksikan 'Isa as. berada di dalam sebuah rumah bersama murid-muridnya, sedangkan para tentara telah mengepung rumah itu. Kemudian, Allah menyerupakan salah seorang muridnya seperti beliau as. Tanpa sepengetahuan para tentara, Allah mengangkat nabi 'Isa as. ke atas langit. Ketika  para tentara memasuki rumah dan menangkap orang yang berada di dalam rumah, mereka menyangka bahwa orang yang diserupakan dengan Isa, adalah 'Isa as. Mereka menangkap orang yang diserupakan 'Isa as. tersebut, dan menyalibnya hingga mati. Peristiwa ini disaksikan oleh khalayak ramai, sekaligus merupakan bukti kuat bagi orang yang menyangka bahwa Isa as. telah tersalib.

    Namun, bukti yang mereka sodorkan tidak sampai kepada keyakinan, bahkan mengandung keraguan dilihat dari dua sisi.  Pertama, penyerupaan itu tidak sempurna. Wajah orang yang diserupakan Isa itu,  adalah wajah 'Isa as., akan tetapi, tubuhnya bukan tubuh 'Isa as. Kedua,  bahwa jumlah orang yang bersama Isa as. di dalam rumah berkurang satu. Padahal, di dalam rumah itu terdapat 13 orang, 'Isa as. dan 12 muridnya. Akan tetapi, tatkala para tentara masuk ke dalam rumah, mereka tidak mendapatkan kecuali 12 orang laki-laki. Karena ada perbedaan pada wajah dan jumlah, timbullah keraguan. Persoalan itu akhirnya jatuh dari derajat yakin  inderawiy ke derajat dzan.

    "Mereka tidak mempunyai keyakinan , tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka". (Al-Nisaa' : 157).

    Allah Swt. telah melarang dzan semacam ini untuk dijadikan dalil dalam masalah 'aqidah (keyakinan), walaupun dalil tersebut rajih (kuat).  Allah telah menetapkan, 'aqidah tidak boleh dibangun di atas dalil-dalil yang bersifat dzanniyyah (persangkaan kuat). ‘Aqidah harus dibangun di atas dalil-dalil yang meyakinkan (qath’iy). Allah telah menyatakan", mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah 'Isa" (al-Nisaa':157).  Orang yang meyakini bahwa Isa as. telah terbunuh, tidak memiliki bukti yang meyakinkan. Keyakinan semacam ini adalah keyakinan yang dicela oleh Al-Quran.



Dari Buku: MELURUSKAN AQIDAH KITA HADITS AHAD TIDAK BOLEH DIJADIKAN HUJJAH DALAM PERKARA AQIDAH ; Syamsuddin Ramadlan


AL-'ILMU WA AL-DZAN Pengertian Ilmu (Keyakinan) Dan Dzan (Prasangka)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam