BAB 3
Barat dan Rezim Diktator
Dokumen
pemerintah Inggris berupaya keras menjustifikasi perang dengan menjadikan rezim
represif Saddam Hussein sebagai alasan. Walau demikian, sedari dulu sudah ada hubungan
buruk antara negara-negara Barat yang ‘terpilih secara demokratis’ dengan
‘rezim-rezim diktator’ di dunia. Ketika manfaat menjadi aksioma dijalankannya
politik Barat, maka segala macam hukum internasional, prinsip-prinsip dan
kebijakan ‘etis’ luar negeri dapat disingkirkan dengan mudah. Sehingga, bukan
merupakan suatu kejutan bahwa Inggris dan AS berada di garis terdepan dalam
membangun aliansi dengan berbagai rezim diktator paling brutal sepanjang abad
yang lalu dan yang masih berlanjut hingga kini. Banyak contoh yang
memperlihatkan bagaimana mereka mendudukkan, mendukung dan menjatuhkan pemimpin
sebuah negara berdasarkan kepentingan nasional mereka. Aliansi mereka dengan
berbagai rezim tercipta di bawah eufimisme yang berhubungan dengan strategi,
geopolitik dan semacamnya. Bab ini mencoba menapaktilasi keterkaitan Barat
dengan rezim-rezim diktator dan selanjutnya membuktikan bagaimana mereka
berkolusi dan mendukung aktivitas despotisme yang brutal. Anda, sidang pembaca,
harus menyadari sepenuhnya bahwa AS dan Inggris senantiasa memunculkan sejumlah
premis kosong untuk memberlakukan berbagai hukum dan standar terhadap seluruh
negara di dunia.
Terrorists become any foreign people you
don’t like
(Kini teroris adalah setiap orang asing
yang tidak Anda sukai).
[Frank
Furedi]
If the Nurenberg laws were applied
today, then every Post-War American President would have to be hanged
(Andaikata hukum Nurenberg diberlakukan
sekarang, maka setiap Presiden AS pasca perang harus digantung).
[Noam
Chomsky]
1.
Daftar
para diktator, di mana Barat turut membantu dan bersekongkol dengan mereka,
sangatlah panjang dan terkenal. Bisa jadi kita perlu sebuah dokumen
tersendiri jika ingin mengkaji semuanya secara utuh. Sekadar informasi saja,
berikut ini daftar para dikatator yang kami buat.
Sani Abacha
Daniel Arap
Moi
Jerry
Rawlings
Yoweri
Museveni
Muammar
Khaddafi
Gamal Abdul
Nasser
Anwar Sadat
Hosni Mubarak
Islam Karimov
Adeeb
Shishkaly
Hosni As Zaim
Abdul Kareem
Kassem
Hafez Al Asad
Jenderal Ayub
Khan
Jenderal
Yahya Khan
Jenderal Zia
ul Haq
Jenderal
Pervaiz Musharraf
Jenderal
Suharto
Ferdinand
Marcos
Pol Pot
Josef Stalin
Adolf Hitler
Jenderal
Augustine Pinochet
Reza Pahlevi
– Shah Iran
Mobuto Sese
Seko
Laurent
Kabila
Robert Mugabe
Saddam
Hussein
2.
Agaknya sejarah akan menempatkan Josef Stalin
dan Adolf Hitler di antara para pembunuh massal dan tirani pada zaman kita.
Jumlah orang yang mereka bunuh berada pada kisaran jutaan dan itupun baru
perkiraan. Bagaimanapun, pihak
Baratlah yang telah memberi mereka peluang untuk tampil ke pentas dunia
sekaligus membantu kejahatan yang mereka lakukan.
3.
Pernyataan George W. Bush bahwa ‘Diktator Irak
adalah murid Stalin,’ merupakan sesuatu yang ironis. Hal ini mengingat Baratlah,
khususnya AS, yang menjalin dan menciptakan persekutuan dengan diktator –yang
secara historis tidak diragukan lagi– paling brutal sepanjang Perang Dunia II
itu. Nama Josef Stalin akan selalu dikenang dalam sejarah sebagai diktator
terbrutal di zaman ini. Pada tahun 1932, ia memerintahkan untuk membuat bangsa
Ukraina kelaparan agar mau menjalankan program kolektivisasi dan menanggalkan
nasionalisme mereka. Setidaknya 8 juta orang Ukraina dibunuh, sementara yang
lain terpaksa menjalankan praktek kanibalisme. Sejak tahun 1917 hingga kematian
Stalin di tahun 1953, Uni Soviet telah menembaki, menyiksa, mengusir,
membekukan dan semacamnya hingga menewaskan lebih dari 40 juta orang rakyatnya.
Beberapa sejarawan Rusia bahkan mengklaim bahwa jumlah yang sebenarnya adalah
lebih dari itu. Akan tetapi, hal
itu tidak menghentikan Barat untuk tetap menjalin persahabatan dan memberikan
bantuan sepanjang Perang Dunia II atas dasar ‘greater good’ (“kemaslahatan
yang lebih besar”).
4.
Fenomena tentang hubungan Presiden AS Roosevelt
dengan Stalin telah dikenal luas. Dalam bukunya, ‘From Chronicles of Wasted
Time: Number 2 The Infernal Grove’, penulis Inggris Malcolm Muggeridge di
halaman 199 menulis: ‘Roosevelt… melakukan apapun yang dapat ia lakukan
untuk memastikan bahwa, ketika Jerman kalah, Stalin dengan mudahnya menduduki
dan menguasai berbagai negara bersama dengan sekutu-sekutunya…. Dan ahli
spionase muda kita (semacam Kim Philby dan lain-lain) telah menunjukkan maksud
yang sama dengan mengatur agar, di negara yang jauh, dia (Stalin) diberi
pasukan dengan persenjataan yang lengkap, keuangan yang besar dan pasukan bawah
tanah yang terorganisasi dengan baik’. AS melihat bahwa partisipasi Rusia
sangat krusial untuk membentuk tatanan dunia pasca perang dan karenanya,
menjalin perjanjian dengan Stalin dipandang sebagai strategi imperatif yang
sangat esensial. Harry Hopkins, ajudan terdekat Roosevelt, merefleksikan
pemikiran sang presiden itu dalam tulisan yang dibuatnya: ‘Kita tidak dapat
mengatur dunia antara Inggris dan kita begitu saja tanpa menyertakan Rusia
sebagai mitra sejajar. Untuk itu, jika urusan dengan Chiang Kai Sek berjalan
dengan baik, aku pun akan menyertakan Cina’. Di antara para pembesar
Inggris pun ada yang cenderung mengagumi sang pembantai hampir 20 juta orang
tersebut. ‘Bila aku harus menyusun sebuah tim negosiasi, Stalin akan
menjadi pilihan pertamaku,’ ucap Anthony Eden, Menteri Luar Negeri Inggris.
Dalam sebuah pertemuan di Teheran pada tahun 1943, Churchil berkata, ‘Marshal
Stalin berhak mengambil tempat di antara tokoh-tokoh besar dalam sejarah Rusia,
dan layak disebut sebagai ‘Stalin yang Agung’’ [Edward Radzinsky,
‘Stalin’].
5.
Alvin Finkel dan Clement Leibovitz mengupas
keterlibatan Inggris dengan Nazi dalam karya tentang Nazi yang baru terbit, ‘The
Chamberlain-Hitler Collusion’. Sang penulis menyodorkan berbagai bukti
tertulis untuk meyakinkan bahwa pada kenyataannya para penguasa Inggris tidak
menemukan sesuatu yang perlu dibenci dari Nazi. Ini bertentangan dengan
kepercayaan yang lazim bahwa Inggris boleh berbangga hati dengan perannya saat
Perang Dunia II di mana seluruh rakyat bersatu untuk mempertahankan demokrasi
dan hak-hak negara-negara kecil, dan untuk mengalahkan tirani Fasisme. Penguasa
Inggris justru menyambut baik rezim Hitler (seperti yang mereka lakukan
terhadap rezim Franco dan Mussolini), mendukung Jerman untuk kembali
mempersenjatai diri, dan sangat berharap untuk bersekutu dengan Jerman hingga
tahun 1939. Buku tersebut menghapus anggapan bahwa Chamberlain mengharapkan
sebuah kesepakatan dengan Hitler karena dia sangat naif atau ingin menghindari
pertumpahan darah. Sir Neville Henderson, Duta Besar Inggris untuk Jerman
periode 1937-1939, pada bulan Oktober 1939 menulis, ‘ada banyak hal di dalam
organisasi dan institusi sosial Nazi … yang harus kita pelajari dan terapkan
terhadap bangsa kita dan demokrasi model lama’. Adapun tentang Hitler, ‘andai
saja dia tahu kapan dan di mana dia harus berhenti: misalnya, setelah adanya
dekrit Munich dan Nurenberg untuk Yahudi, dia akan dikenang sebagai pemimpin
besar di dunia’. Bagi orang-orang Inggris, Nazi bebas melakukan apapun di
Eropa Timur dan Eropa Tengah. Pemerintah Inggris dapat menerima aksi Hitler di
Austria, Cekoslowakia, dan lain-lain. Dengan kata lain, Inggris dapat menerima semua tindakan Nazi
sepanjang tidak mengganggu koloni dan pasar Inggris.
6.
Finkel dan Leibovitz menyoroti bagaimana pemerintah
Inggris sangat mendukung dipersenjatainya kembali Jerman karena mereka melihat
Nazi sebagai sekutu alami dan potensi kuat yang dapat digunakan untuk
melawan komunisme. Chamberlain menulis kepada Raja, mengemukakan gagasan bahwa
Jerman dan Inggris akan menjadi ‘dua pilar perdamaian Eropa dan benteng
perlawanan terhadap Komunisme’. Ketika pada tahun 1936 Rhineland
di-remiliterisasi, kabinet Inggris secara gencar menentang rencana Perancis
yang bermaksud menghentikan hal tersebut. Laporan kabinet memperlihatkan bahwa
mereka merasa apabila rencana Perancis berhasil, maka Hitler akan terguling dan
itu merupakan sebuah keuntungan bagi kaum komunis di Jerman. Argumentasi ini
selalu diandalkan oleh pemerintahan Chamberlain. Inggris membenarkan invasi
Jerman ke Austria di bulan Februari 1938 dengan alasan bahwa kedua negara itu
telah memutuskan untuk bersatu secara damai. Hitler pun diberitahu bahwa
mengingat banyaknya populasi suku Sudeten Jerman di Cekoslowakia, maka Inggris
tidak akan menghalangi invasi terhadap ‘tujuan Jerman berikutnya (her next
goal)’. Inggris bahkan menandatangani Anglo-German Naval Accord di tahun
1935, yang memungkinkan Hitler untuk mengembangkan mesin-mesin perang, sesuatu
yang secara langsung bertentangan dengan Perjanjian Versailles dan LBB. Rencana
tersebut akan membuat Hitler memiliki ‘kebebasan’ di Eropa Tengah dan
Timur, sementara Kerajaan Inggris tidak diusik sama sekali. Inilah makna
sebenarnya dari ungkapan Chamberlain tentang ‘peace in our time’ –yaitu
stabilitas bagi pemerintahan dan untuk mengusir orang-orang Yahudi, Slavia,
Rumania, dan bangsa atau kaum lain yang tidak dikehendaki, terutama Komunis.
Keterlibatan AS dengan apa yang disebut sebagai ancaman Nazi pun lebih
tersembunyi daripada yang mereka akui. Antara tahun 1929 dan 1939, investasi
perindustrian AS di Nazi-Jerman jauh lebih pesat ketimbang investasinya di
negara manapun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar