Islam Menolak Sistem Politik Barat
Bagian 4 Kembalinya Khilafah
19 Timur Tengah: Kemajuan Demokrasi Amerika Membuat Sekularisme Tergusur
"65% ingin menyatukan semua negeri Islam menjadi satu Negara tunggal Islam atau Khilafah.” –- WorldPublicOpinion.org
Tidak seberapa lama yang lalu, Presiden Bush mengumumkan Greater Middle East Initiative – Inisiatif Timur Tengah Lebih Besar yang banyak diinginkan sebagai bagian dari perang terhadap terorismenya. Tujuan rencana itu adalah untuk melestarikan kekuasaan sekular saat ini di seantero daerah itu melalui promosi kebebasan dan demokrasi. Tapi hari ini, dalam masyarakat Timur Tengah, inisiatif Bush mendapatkan efek sebaliknya. Para Islamis seantero daerah itu telah menunjukkan perolehan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam pemilu baru-baru ini dan sekarang menjadi tantangan langsung bagi berbagai kediktatoran dan monarki yang makmur di bawah dukungan Amerika.
Selama pemilu parlementer Mesir di 2005, Muslim Brotherhood – Persaudaraan Muslim mengamankan 20% xxii dari semua kursi. Jika Mubarak tidak mengandalkan intimidasi di ronde kedua dan ketiga pemilu, angkanya akan jauh lebih tinggi. Tapi meski berbagai taktik para rezim brutal untuk menekan para Islamis, Muslim Brotherhood memberdayakan slogan ‘Islam adalah solusi’ dan mengalahkan para saingan sekular dalam mengumpulkan dukungan lebih besar di antara para elektorat Mesir. Dalam pemilu parlementer Irak 2005, partai-partai religius mengambil kebanyakan voting Irak. Dari 275 kursi di Council of Representatives – Dewan Perwakilan, Syiah yang mendominasi United Iraqi Alliance – Aliansi Bersatu Irak memenangkan 128 kursi. Aliansi itu termasuk the Dawa Party – Partai Dakwah yang dipimpin oleh Perdana Menteri Ibrahim al-Jaafari dan the Supreme Council for Islamic Revolution in Iraq – Dewan Agung untuk Revolusi Islam di Irak, dipimpin oleh Abdul Aziz al-Hakim. Aliansi itu kalah 10 voting dari mayoritas absolut. Para fundamentalis Sunni dari Iraqi Accord Front – Front Kesepakatan Irak mengamankan 44 kursi, sementara para Islamis Kurdi mengambil 5 kursi. Jika Amerika dan para anteknya tidak mengintervensi secara langsung dalam proses pemilihan, kekuatan voting para Islamis akan sepenuhnya memarjinalisasi para sekularis. Dalam kasus apapun, Iraqi Council of Representatives akan didominasi oleh para wakil yang memiliki mental religius yang kuat dan diharapkan membuang berbagai kebijakan yang mereka nilai nyata-nyata sekular. Hasil pemilu Palestina yang dijadwalkan 15 Januari 2006 mungkin akan meniru hasil pemilu di Mesir dan Irak.
Para penyurvei memprediksi kuatnya Hamas yang terang-terangan anti-Israel dan telah menjanjikan kehancurannya. Hamas dengan 62 kandidat diproyeksikan mengambil lebih dari 1/3 dari 132 kursi yang tersedia dalam Legislative Council – Dewan Legislatif Palestina. Ancaman-ancaman dari Israel untuk menyingkirkan organisasi itu dari berlomba dalam pemilu dan ketidaksukaan Amerika atas pendiriannya yang bergaris-keras telah mendongkrak popularitas kelompok itu. Selain Fatah, partai sekular lainnya tidak bisa menghimpun tantangan efektif melawan pengaruh Hamas dan para Islamis lainnya yang semakin berkembang. Fatah yang berkisar seputar perpecahan internal dan dipandang luas sebagai korup akan menjadi pecundang utamanya.
Pola para Islamis mengalahkan para sekularis dalam pemilu diulangi di tempat lain di dunia Arab. Sebagai contoh pada pemilu municipal – publik Saudi tahun lalu, para Islamis memenangkan 6 dari 7 kursi di Riyadh dan menyapu pemilu-pemilu di Jeddah dan Makkah. Para kandidat yang didukung oleh para Islamis Sunni juga memenangkan kendali dewan publik di sejumlah kota di Yaman, the Yemeni Reform Group (Islah) – Kelompok Islah Yaman, suatu kombinasi para Islamis dan elemen-elemen suku, memenangkan 46 dari 301 kursi dan sekarang membentuk oposisinya. Tahun itu, para Islamis bergabung untuk memenangkan 17 dari 50 kursi di parlemen Kuwait, di mana mereka membentuk blok ideologis dominan. Di Yordania, Bahrain dan Maroko juga, para Islamis telah memperoleh hasil seringkali mengalahkan para sekularis xxiii.
Kehadiran serempak para Islamis dan penurunan cepat para sekularis telah merubah medan politik dunia Arab. Berbagai indikasi awal menunjukkan bahwa transformasi ini akan menjadi permanen. Menurut polling 2004 oleh Zogby International-Sadat Chair, dari mereka yang disurvei di Jordan, Arab Saudi, dan UAE mengatakan bahwa ulama harus memainkan peran lebih besar dalam sistem politik mereka. 50% orang Mesir yang disurvei mengatakan bahwa para ulama tidak boleh mendikte sistem politik, tapi sebanyak 47% mendukung peran lebih besar bagi mereka. Jadi tren politiknya jelas; semakin demokratis dunia Arab, semakin mungkin para Islamis mendapatkan kekuasaan xxiv.
Tidak hanya laju demokrasi Bush di Timur Tengah memperkuat Islam politik, ia juga gagal meredakan ombak Islam militan yang tumbuh semakin kasar setiap hari. Pada April 2005, Departemen Negara AS memutuskan untuk menghentikan publikasi laporan tahunan terorisme internasional setelah kantor pusat tertinggi terorisme pemerintah menyimpulkan bahwa terdapat lebih banyak serangan teroris di 2004 daripada di tahun lain sejak 1985, tahun pertama yang dilaporkan. Efek lain inisiatif ini adalah pertarungan hati dan pikiran. Menurut poll Zogby 2005 mengenai sikap Arab terhadap Amerika, 63% orang Yordania, 85% Mesir, 89% orang Saudi, 66% orang Lebanon, dan 69% rakyat di UAE memiliki opini yang menunjukkan tidak suka Amerika.
Runtuhnya rencana Bush untuk melajukan demokrasi di Timur Tengah tidak lepas dari perhatian para pembuat kebijakan di dalam negeri. Perseteruan yang lebih tajam terjadi antara para suporter Bush dan pengkritik rencananya. Penentang berargumen bahwa Bush tidak cukup bertindak untuk mengisolasi para Islamis dan mempromosikan kemoderatan sebagai bagian dari dorongan demokrasi di Timur Tengah. Mereka juga memegang pendirian bahwa para Islamis, khususnya mereka yang lantang anti-Amerika tidak bisa dipercaya dan harus disingkirkan dari eksperimen demokrasi. Pandangan mereka didasarkan ide bahwa penolakan dunia Muslim untuk menerima nilai-nilai Barat ada pada ideologi Islam. Dalam opini mereka teks Islam harus diubah secara fundamental sebelum dunia Arab bisa diterima oleh Barat.
Para suporternya di sisi lain menyarankan pendekatan yang lebih pragmatis. Mereka percaya bahwa dengan mengkooptasi para Islamis dalam proses demokrasi, dunia Arab akan bisa dibentuk menjadi daerah yang menerima nilai-nilai Barat, jauh lebih tidak anti-Amerika dan mau menerima hagemoni Amerika. Keyakinan mereka berdasar pada premis bahwa dengan menjaga para Islamis tetap di luar proses demokrasi hanya akan membiakkan kemarahan dan kekerasan terhadap Barat. Mereka mengutip Turki sebagai model ideal bagi dunia Arab untuk diikuti. Pendukung utama pandangan ini adalah si neokonservatif Marc Gerecht yang akhir-akhir ini berargumen di dalam artikel berjudul ‘Devout Democracies’ bahwa penguasaan sendiri di dunia Muslim akan memiliki komponen religius dan Barat seharusnya tidak takut akan fenomena ini.
Yang manapun dari kedua pandangan itu yang berhasil membimbing eksperimen demokrasi Amerika di Timur Tengah, itu akan memiliki dampak yang bisa diabaikan dalam menghambat bangkitnya Islam politik. Ini karena rakyat di Timur Tengah tidak akan melupakan atau memaafkan dukungan sebesarnya Amerika terhadap Israel, dukungan sekuatnya terhadap berbagai kediktatoran brutal Arab, eksploitasi sumberdaya alam mereka, penimpaan berbagai solusi dan nilai kapitalis, dan usaha-usaha sengaja untuk mengadakan perang melawan rakyat Irak dan umat Islam lainnya. Berbagai realita menyakitkan itu tertanam secara permanen pada pikiran orang Arab dan terus mendesak populasi Arab untuk mencari naungan dalam Islam politik.
Timur Tengah adalah jantung dunia Islam dan sekarang ia berdenyut dengan Islam politik yang pasti akan menghasilkan munculnya-kembali Khilafah. Mempromosikan demokrasi atau menghindari implementasinya, mengganti interpretasi teks Islam dengan interpretasi sekular, mengisolasi para Islamis dan mendorong para moderat, menghancurkan rezim-rezim dan mengganti mereka dengan antek AS yang patuh tidak akan mengubah hasilnya. Berbagai hubungan masa lalu Amerika dengan orang Arab telah menyegel nasibnya dengan Arab sekarang ini. Waktunya telah tiba bagi para pembuat kebijakan AS untuk memikirkan tentang masa depan – jenis hubungan seperti apa yang diinginkan AS dengan Khilafah?
Januari 23, 2006
[ Islam Menolak Sistem Politik Barat ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar