وَإِذَا
دُعُوا إِلَى
اللَّهِ
وَرَسُولِهِ
لِيَحْكُمَ
بَيْنَهُمْ
إِذَا
فَرِيقٌ مِنْهُمْ
مُعْرِضُونَ
(48) وَإِنْ
يَكُنْ
لَهُمُ
الْحَقُّ
يَأْتُوا
إِلَيْهِ
مُذْعِنِينَ
(49) أَفِي
قُلُوبِهِمْ
مَرَضٌ أَمِ
ارْتَابُوا
أَمْ
يَخَافُونَ
أَنْ يَحِيفَ
اللَّهُ
عَلَيْهِمْ
وَرَسُولُهُ
بَلْ
أُولَئِكَ هُمُ
الظَّالِمُونَ
(50)
“Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul
menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak
untuk datang. Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka
datang kepada Rasul dengan patuh. Apakah (ketidakdatangan mereka itu karena)
dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena)
takut kalau-kalau Allah dan Rasul-Nya berlaku dzalim kepada mereka? Sebenarnya,
mereka itulah orang-orang yang dzalim.” (QS. an-Nur [24]: 48-50).
Ibnu katsir: “Jika keputusan hukum tidak
menguntungkan mereka, maka merekapun berpaling darinya dan mengajak untuk
berhukum kepada yang tidak haq serta menghendaki agar berhukum kepada selain
Rasulullah Saw. demi mendukung kebathilan mereka. Kemudian Allah berfirman “(artinya)
Apakah (ketidakdatangan
mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit” Yakni tidak ada
alternatif lain selain hati mereka telah dijangkiti penyakit yang selalu
menyertai, atau keraguan tentang agama ini telah merasuk ke dalam hati mereka,
atau mereka khawatir Allah dan Rasul-Nya berlaku zhalim dalam menetapkan
hukum.” (Tafsir Ibnu
Katsir: Terjemahan Lubaabut Tafsiir Min
Ibni Katsiir, juz 18, hal. 74)
كُلُّ
أُمَّتِي
يَدْخُلُونَ
الْجَنَّةَ إِلَّا
مَنْ أَبَى
قَالُوا يَا
رَسُولَ اللَّهِ
وَمَنْ
يَأْبَى
قَالَ مَنْ
أَطَاعَنِي
دَخَلَ
الْجَنَّةَ
وَمَنْ
عَصَانِي
فَقَدْ أَبَى
Rasulullah SAW pernah bersabda, “Setiap orang dari umatku akan masuk Surga,
kecuali yang enggan.” Para
sahabat bertanya heran, “Siapa yang enggan masuk Surga, wahai Rasulullah?” Kata
beliau, “Mereka
yang menaati aku akan masuk Surga, sedangkan yang menentang aku berarti mereka
enggan masuk Surga.” (HR. al-Bukhari, Ahmad dan
an-Nasa’i)
Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Al-Qur’an
itu merupakan pemberi syafaat dan benar isinya. Siapa saja yang menjadikan
al-Qur’an sebagai imamnya niscaya ia akan memandunya menuju Surga. Sebaliknya,
siapa saja menjadikan al-Qur’an di belakang punggungnya (tidak diterapkan) maka
ia akan menjebloskannya ke dalam Neraka.” (HR. Ibnu Hibban)
Imam Ibnu Katsir berkata:
ينكر
تعالى على من
خرج عن حكم
الله المحكم
المشتمل على
كل خير ،
الناهي عن كل
شر وعدل إلى
ما سواه من
الآراء
والأهواء
والاصطلاحات
، التي وضعها
الرجال بلا
مستند من
شريعة الله ، …
فلا يحكم
بسواه في قليل
ولا كثير ،
قال الله
تعالى : ﴿
أَفَحُكْمَ
الْجَاهِلِيَّةِ
يَبْغُونَ ﴾
أي : يبتغون
ويريدون ، وعن
حكم الله
يعدلون . ﴿
وَمَنْ
أَحْسَنُ
مِنَ اللَّهِ
حُكْمًا لِقَوْمٍ
يُوقِنُونَ ﴾
أي : ومن أعدل
من الله في
حكمه لمن عَقل
عن الله شرعه
، وآمن به
وأيقن وعلم
أنه تعالى
أحكم الحاكمين
.
“Alloh mengingkari siapa-siapa yang tidak menerapkan hukum Alloh Swt.
yang jelas, komprehensif meliputi setiap kebaikan dan mencegah dari setiap
keburukan, serta berpaling kepada selainnya yang berupa pendapat, hawa nafsu,
dan istilah-istilah yang dibuat oleh manusia tanpa bersandar kepada Syari’at
Alloh Swt., … maka tidak boleh berhukum dengan selain hukum Alloh Swt., baik
sedikit maupun banyak. Alloh Swt. berfirman (yang artinya): “Apakah hukum
Jahiliyah yang mereka kehendaki”, atau: yang mereka kehendaki dan mereka mau,
sedangkan dari hukum Alloh Swt. mereka berpaling. “dan (hukum) siapakah yang
lebih baik daripada (hukum) Alloh bagi orang-orang yang yakin?” atau: siapakah
yang lebih adil syari’atnya daripada hukum Alloh Swt. bagi siapa-siapa yang
berfikir tentang Alloh Swt., mengimani-Nya, dan yakin serta tahu bahwa Alloh Swt.
adalah seadil-adilnya hakim.” (Al-Marja’
As-Sabiq, juz 3, hlm. 131)
Nabi Saw. bersabda:
إِنْ
اللهَ فَرَضَ
فَرَائِضَ
فَلاَ تُضَيِّعُوهَا
وَحَدَّ
حُدُودًا
فَلاَ
تَعْتَدُوهَا
وَنَهَى عَنْ
أَشْيَاءَ
فَلاَ تَنْتَهِكُوهَا
“Sesungguhnya Allah telah
mewajibkan sejumlah kewajiban maka janganlah kalian menelantarkannya; telah
memberikan sejumlah batasan maka janganlah melanggarnya; dan telah melarang
sejumlah perkara maka janganlah melakukannya.” (HR. ad-Dâruquthniy)
Allah Swt. melarang kaum Muslim berkompromi dalam masalah
aqidah dan hukum. Allah Swt. berfirman:
فَلَا
تُطِعِ
الْمُكَذِّبِينَ
(8) وَدُّوا لَوْ
تُدْهِنُ
فَيُدْهِنُونَ
(9)
“Maka janganlah kamu ikuti
orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah). Maka mereka menginginkan supaya
kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).” (QS. al-Qalam
[68]: 8-9)
At-Tirmidzi meriwayatkan dalam Musnadnya
dari Ali karramallahu wajhah, yang
berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Kelak akan ada fitnah”. Ali berkata: “Apa
yang bisa menyelamatkan dari fitnah itu, wahai Rasulallah?” Rasulullah SAW
bersabda: “Kitabullah
(Al-Qur’an). Di dalamnya terdapat berita tentang orang-orang sebelum dan
sesudah kalian. Ia pemberi keputusan atas apa yang kalian perselisihkan.
Al-Qur’an merupakan pemisah antara hak dan bathil, dan ia bukanlah senda gurau.
Siapa saja yang meninggalkannya dengan sombong, maka ia menjadi musuh Allah.
Siapa saja yang mencari petunjuk pada selain Al-Qur’an, maka Allah akan
menyesatkannya. Al-Qur’an adalah tali Allah yang kokoh, cahaya-Nya yang terang,
peringatan yang bijak, jalan yang lurus, obat yang ampuh, menjaga siapa saja
yang berpegang teguh dengannya, keselamatan bagi siapa saja yang mengikutinya;
apa saja yang bengkok, al-Qur’an meluruskannya; apa saja yang menyimpang,
al-Qur’an akan mengembalikannya. Al-Qur’an tidak akan disesatkan oleh hawa
nafsu, tidak akan tercampuri oleh bahasa-bahasa lain, tidak akan diwarnai oleh
berbagai pendapat, tidak membuat kenyang para ulama, tidak membuat bosan
orang-orang yang takwa, tidak usang meski banyak yang menolak, dan kehebatannya
tidak pernah habis. Al-Qur’an membuat jin berhenti seketika ketika jin
mendengarnya. Sehingga jin berkata: ‘Sesungguhnya kami mendengar bacaan
(Al-Qur’an) yang begitu mengagumkan. Siapa saja yang mengetahuinya, maka ia
mengetahui hal-hal sebelumnya; siapa saja yang berkata dengannya, maka ia
benar(jujur); siapa saja yang berhukum dengannya, maka dia pasti adil; siapa
saja yang mengamalkannya, maka ia mendapatkan pahala; dan siapa saja yang
menyeru kepadanya, maka ia menyeru kepada jalan yang lurus.’
قُلْ
إِنْ
كُنْتُمْ
تُحِبُّونَ
اللهَ فَاتَّبِعُونِي
يُحْبِبْكُمُ
اللهُ
“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai
Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali
Imron (3): 31)
Frasa fattabi‘ûnî (ikutilah aku)
bermakna umum, karena tidak ada indikasi adanya pengkhususan (takhshîsh), pembatasan (taqyîd), atau penekanan (tahsyîr) hanya pada
aspek-aspek tertentu yang dipraktikkan Nabi Saw.
Imam Ibnu Katsir menyatakan,”Ayat yang
mulia ini (QS. Ali Imron (3): 31) adalah pemutus bagi siapa saja yang mengaku
mencintai Allah SWT, namun ia tidak berjalan di atas jalan Nabi Muhammad SAW;
maka ia telah berdusta dalam pengakuannya itu, hingga ia mengikuti Syariat Nabi
Muhammad SAW dan agama Nabi SAW di seluruh perkataan dan perbuatannya. Seperti
yang ditetapkan dalam hadits shahih dari Rasulullah SAW bahwasanya beliau SAW
bersabda, “Barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak kami perintahkan,
maka perbuatan itu tertolak.” (Imam Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-‘Adziim, QS. Ali Imron (3): 31)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar