2. Perpecahan
dalam barisan umat Islam karena negara-negara kebangsaan nasionalisme
Perpecahan dalam barisan umat Islam adalah hambatan terbesar yang
menghalangi berjayanya umat Islam. Hal itu dikarenakan, kekuatan umat Islam
terkandung dalam terpenuhinya kewajiban persatuan mereka dalam Negara wajib
Khilafah Islamiyah. Jika mereka bercerai berai, maka mereka akan menjadi umat
yang tidak bersyariah Islam secara lengkap dan tidak mempunyai kekuatan; tidak
mempunyai kekuasaan yang dipimpin seorang Khalifah.
Islam datang ketika dunia dalam kondisi perpecahan. Tidak ada yang
mengikat persatuan kecuali fanatisme golongan dan ikatan fanatisme keturunan,
ras, suku, termasuk juga kebangsaan/nasionalisme; itu semua adalah paham
jahiliyah yaitu ashabiyah.
Islam muncul
dan berhadapan dengan manusia yang mengagungkan ikatan tanah air, nasab, atau
menyatu karena asas kemaslahatan dan kemanfaaatan. Maka Islam datang dan
menyeru kepada semua manusia untuk meninggalkan semua ikatan yang bersifat
jahiliah itu dan selanjutnya mereka bersatu dalam satu umat yang memiliki
syi’ar “Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah.”
Dan
demikianlah, Islam menggoreskan kalimatnya yang mantap dalam perkara yang agung
ini yang menggariskan hubungan antara sebagian manusia dengan sebagian lainnya.
Islam menyatakan bahwa tidak ada perbedaan warna kulit, jenis, keturunan, tanah
air, serta kemanfaatan. Kesemuanya itu tidak dapat mengikat dan menyatukan
manusia dan tidak dapat dijadikan standar hukum perbuatan/sikap. Yang dapat
dijadikan standar dan barometer adalah akidah
atau keyakinan.
Pengikat
sahih untuk mengumpulkan manusia adalah akidah;
sebab akidah Islam
adalah akidah
yang sahih yang memancarkan sistem yang lengkap; demikian itulah ideologi
Islam.
Dengan
sendirinya Islam unggul di atas ras dan kebangsaan manusia. Islam menyerukan
semua bangsa untuk menciptakan persatuan mereka dalam satu umat yang
bersaudara. Di dalam Islam tidak ada keutamaan kecuali berdasarkan takwa dan
amal salih.
Allah menyeru
kepada kaum mukmin di segenap penjuru bumi dan dalam setiap generasi untuk
bersatu dalam persatuan yang sesuai Syari’ah, yaitu persatuan dalam wadah
Negara Khilafah. Negara inilah wujud nyata konsep jamaah kaum Muslimin dalam
Islam. Konsep jamaah kaum Muslimin seluruh dunia bukanlah konsep jamaahnya
George Washington, Benjamin Franklin, atau Hitler, Stalin, ataupun Raja Saud,
Ratu Elizabeth; tapi konsep jamaah umat Islam seluruh dunia adalah taat bersatu
di bawah kepemimpinan seorang Khalifah: Negara Khilafah.
”Sesungguhnya
(agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; Umat yang satu (ummatan wahidah)
dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. (QS. Al-anbiya:92)
“Sesungguhnya
(agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, Umat yang satu (ummatan wahidah)
dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertaqwalah kepada-Ku.” (QS. Al-Mukminun:52)
AL-QUR’AN MENETAPKAN PERSAUDARAAN IMAN
”Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong sebagian yang lain.” (QS. At-Taubah:71)
”Orang-orang
yang beriman adalah bersaudara.” (QS.Al-Hujuraat: 10)
”Dan
berpeganglah kamu pada tali Allah dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS.Ali
Imran: 103)
Imam Thabari
berkata: “Dan berpeganglah kamu dengan agama Allah yang hal itu
diperintahkan oleh Allah dan merupakan perjanjian-Nya kepada kalian dalam
kitab-Nya berupa persatuan dalam kalimat kebenaran dan penyerahan kepada urusan
Allah Swt.”
”Dan
ta'atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang
menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatan dan bersabarlah.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfaal:46)
Sunnah Nabi
baik perbuatan dan perkataan juga telah mengakui pentingnya persatuan
kepemimpinan Negara Islam di antara umat dan memperingatkan dengan keras
terhadap perpecahan.
Tindakan
pertama yang dilakukan Rasulullah Saw. setelah beliau membangun Negara Islam
dan masjid adalah mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar. Beliau
bersabda kepada mereka: “Bersaudaralah kalian karena Allah, dua orang, dua
orang.” [Abul Qasim
Abdurrahman as-Suhaili, arraudl al-anif hal.242] Rasulullah bermaksud
agar mereka saling menopang satu sama lain. Dengan demikian, kekuatan umat
Islam bertambah mantap dan Negara Islam disegani baik di Madinah maupun di
tempat lainnya.
Maka sesama
warga Daulah Islam merasakan ketenangan dan kebahagiaan. Mereka mencintai
Negara Islam yang ketika itu baru berkuasa atas Madinah saja. Dan mereka
semuanya berada dalam suasana persaudaraan.
”Dan
orang-orang yang telah menempati Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum
(kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada
mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa
yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan
(orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan
(apa yang mereka berikan itu) Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,
mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr:9)
”Perumpamaan
kaum mukminin dalam persaudaraan, kasih sayang, dan kelembutan mereka seperti
satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh mengeluh sakit, maka anggota tubuh
lainnya ikut tak bisa tidur malam dan merasa demam.” [HR. Imam Muslim dalam
kitab sahihnya jilid 4 hal.1999, dari Nu’man bin Basyir ra.] ….BERLANJUT
Perpecahan umat Islam karena negara nasionalisme
Tidak ada komentar:
Posting Komentar