CIRI KEPEMIMPINAN KHILAFAH YANG ADIL
”Umat yang
bahagia adalah umat yang diberikan anugerah Allah Swt. berupa pemimpin-pemimpin
yang beriman dan jujur. Pemimpin itu mengetahui dengan persis terhadap perintah
Tuhan. Mereka takut kepada Allah ketika menangani urusan rakyat sehingga mereka
tidak berbuat dzalim terhadap masyarakat dan tidak melanggar hak-hak manusia.
Para pemimpin itu juga menjalankan hukum-hukum had Allah dan tidak
mengerjakan apa yang diharamkan Allah bagi mereka.
Seorang dari mereka bergadang karena membahagiakan rakyat dan mencari
keridhaan Tuhannya. Mereka taat dan patuh kepada Allah. Hal itu terpancar dalam
penanganannya yang baik terhadap urusan masyarakat.
Pemimpin itu bahagia dan membahagiakan masyarakat. Pemimpin dan rakyat
semuanya hidup dengan aman dan sejahtera dengan kemakmuran hidup yang baik. Pemimpin itu mencintai masyarakat dan masyarakatpun mencintainya.
Pemimpin itu berdoa untuk masyarakat dan masyarakat juga mendoakannya.
Mereka itulah para pemimpin yang paling baik
dan paling mulia di sisi Allah dan di hadapan manusia sebagaimana telah
dijelaskan Rasulullah Saw. dalam sabda beliau:
”Pemimpin-pemimpin paling baik adalah mereka yang kalian cintai, dan
mereka mencintai kalian. Kalian mendoakan mereka dan mereka mendoakan kalian. Sedangkan
pemimpin-pemimpin yang buruk adalah mereka yang kalian benci dan membenci
kalian, dan kalian melaknat mereka dan mereka melaknat kalian.” [Muhammad mahmud ashshawwaf, muqaddimatun
hal.8-9. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim ra dalam bukunya jilid 3
hal.1481 kitab kepemimpinan bab pemimpin yang paling baik dan paling buruk,
dari Auf bin Malik ra.]
Seorang ulama
pengikut Syafi’i yang bernama Imam Mawardi berkata: ”Termasuk sifat pemimpin
yang paling penting adalah mempunyai ilmu, memiliki sikap santun, zuhud, wara’,
takut kepada Allah, makrifat, dan simpati terhadap rakyat. Kemudian bergadang
demi kepentingan umat Islam, sibuk dengan urusan umat Islam , berpikir
terus-menerus dan membela kepentingan umat dan meninggikan bendera mereka. Lalu
memajukan negeri rakyat, dan berbuat agar Islam dapat meluaskan sayapnya di
muka bumi supaya tidak terjadi fitnah dan agama menjadi milik Allah.” [ahmad Muhammad Jamal, muhimmat alhaakim
alMuslim, hal.40]
Ketika Umar
bin Abdul Aziz menjadi Khalifah, beliau menulis pesan kepada Hasan Bashri ra.
agar Hasan menuliskan baginya sifat Imam yang adil. Maka Hasan Bashri
menulisnya dan memberikannya kepadanya. Isi tulisan Hasan Bashri sebagai
berikut: ”Ketahuilah wahai amirul mukminin, bahwa Allah Swt. menjadikan Imam
yang adil sebagai penegak setiap yang condong dan pemberi peringatan kepada
orang dzalim.
Imam yang
adil juga memperbaiki setiap orang yang rusak, memberi pengayoman bagi orang
lemah, menolong setiap orang yang didzalimi dan penghibur setiap orang yang
terkena musibah…
Wahai amirul mukminin, Imam yang adil seperti hati dalam jajaran
anggota tubuh lainnya. Anggota tubuh itu akan baik jika hati baik dan rusak
jika hati rusak.
Wahai amirul mukminin, Imam yang adil berdiri di hadapan Allah dan
hamba-hamba-Nya. Ia mendengarkan firman Allah dan memperdengarkannya kepada
rakyatnya, melihat kepada Allah dan memperlihatkan Allah kepada mereka. Ia
mengarahkan dirinya kepada Allah dan mengarahkan rakyat kepada Allah…
Dan ketahuilah wahai amirul mukminin bahwa Allah menurunkan hukuman had
agar menjadikannya sebagai peringatan dari perbuatan keji dan buruk. Maka
bagaimanakah jika orang yang menangani had itu justru melakukan
perbuatan buruk itu? Allah telah menurunkan qishash sebagai kehidupan
bagi para hamba-Nya. Maka bagaimanakah jika orang-orang yang bertugas qishash
ternyata justru membunuh para hamba itu?” [Ali Mahfudz, Hidaayatul mursyidin hal.383]
Adalah Umar
bin Abdul Aziz ra., yang suatu saat ditemui oleh pembantunya Muzahim. Muzahim
melihat Umar merasa sedih karena urusan Khilafah dan terlalu serius
memperhatikan perkara pemerintahan. Maka muzahim bertanya kepada Umar: ”Apakah
engkau sedang serius memperhatikan sesuatu wahai amirul mukminin? Maka Umar
menjawab: Urusan seperti ini yang membuat aku memperhatikannya dengan serius.
Tidak ada seorangpun dari umat Muhammad di timur dan barat kecuali mendapatkan
haknya di hadapanku yang harus saya tunaikan, meskipun ia tidak menuliskan
haknya dan tidak memintanya kepadaku.” [Ahmad
Muhammad jamal, muhimmat alhakim alMuslim hal.18]
Istri Umar bin Abdul Aziz menghampiri Umar. Namun Umar menangis
sehingga membuat istrinya bertanya-tanya tentang sebab ia menangis. Maka Umar
menjawabnya: Perlu engkau ketahui wahai Fathimah, saya menangani perkara umat
ini dan saya berpikir tentang kondisi orang fakir yang kelaparan, orang sakit
yang tidak terawat, orang tidak berpakaian yang menderita, anak yatim yang
terlantar, orang yang didzalimi yang dipaksa, orang perantauan, tawanan, lanjut
usia, janda yang sendirian, keluarga yang mempunyai banyak anak sedangkan
rezekinya sedikit, dan orang-orang yang seperti mereka yang tersebar di segenap
penjuru bumi.
Saya mengetahui bahwa Tuhan akan menanyakan
saya tentang mereka pada hari kiamat nanti, dan Muhammad Saw. akan membela
mereka. Maka saya
kuatir tidak dapat memberikan jawaban, karena itulah saya menangis ». [Jalaluddin as-Suyuthi, tarikhul khulafa’
hal.270]
Umat Islam wajib mempunyai kepemimpinan yang beriman kepada Allah dan
Islam sebagai ideologinya, itulah Negara Khilafah; kepemimpinan yang mewakili
Islam dan menerapkan ajarannya secara baik untuk urusan dalam negeri maupun
luar negeri; kepemimpinan yang melewati waktu pagi dan sore dengan
berkonsentrasi terhadap Islam dan umatnya.
Ketika Kepemimpinan sah dan adil -sesuai Syariah- terpenuhi, maka
berbagai hambatan baik internal dan eksternal akan lenyap. Beragam
ketertindasan yang menjangkiti umat selama bertahun-tahun akan hilang. Dengan demikian, umat Islam akan mampu mendapatkan kejayaan dari Allah.
Dan ketika itulah orang-orang yang beriman merasa gembira dengan pertolongan
Allah.
CIRI KEPEMIMPINAN YANG ADIL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar