Jika kekuasaan dipisahkan dari Khilafah, maka siapakah yang
menerapkan hukum dan menjalankan pemerintahan? Mushthafa Kamal sangat berambisi
untuk memisahkan kesultanan dari Khilafah. Dia sudah merencanakannya lebih dulu
sebelum menentukan bentuk pemerintahan yang akan menggantikan Kekhilafahan.
Kekhilafahan
akan diubah menjadi Pemerintahan Turki. Karena itu, dia menentukan bentuk
pemerintahan baru setelah menghapus (memisahkan) kesultanan. Apakah Mushthafa
Kamal akan menyusun parlemen ketika masih menjadi kepala pemerintahan bidang
perundang-undangan, sementara Khalifah masih "memiliki" kekuasaan
(pengaruh, bukan wewenang formal) karena penghapusan [kekuasaan] dianggapnya
tidak memiliki pengaruh (tidak sah)?
Khalifah
tidak menerima Mushthafa Kamal yang hendak menyusun parlemen. Namun, Mushthafa
Kamal menyembunyikan apa yang menjadi tekadnya. Kemudian dia melanjutkan
operasinya dengan dukungan kekuatan dan kekuasaan yang dimilikinya, dan
menjalankan pemerintahan melalui jalur kebangsaan.
Dia
membentuk partai yang dinamakan Partai Kebangsaan. Tujuannya adalah untuk
mengambil opini umum menjadi miliknya. Meski langkah-langkahnya sudah
sedemikian jauh, Mushthafa Kamal tidak bisa memungkiri bahwa suara mayoritas di
Komite adalah lawannya setelah dia mengumumkan dengan paksa pemisahan
kesultanan dari Khilafah. Karena itu, dia perlu mengambil inisiatif untuk
diumumkan tentang bentuk pemerintahan yang ditetapkannya, yaitu Pemerintahan
Republik Turki dan memproklamirkan dirinya sebagai presidennya.
Kemudian
Mushthafa Kamal bekerja keras untuk menjerumuskan Komite dalam berbagai kemelut
berdarah sehingga dia punya alasan untuk meminta pembatalan parlemen (parlemen
lama) yang menjalankan pemerintahan dan mengajukan pembatalannya pada Komite
Kebangsaan.
Komite
tidak menemukan orang yang pas untuk menguasai parlemen. Setelah kemelut
memuncak, dia usul pada komite agar Mushthafa Kamal menguasai parlemen. Komite
pun menerimanya karena keadaannya memang sangat genting dan Mushthafa Kamal
dipercaya untuk mengatasinya. Komite meminta Mushthafa Kamal menguasai
(memerintah) parlemen dan menyelesaikan krisis.
Pada
mulanya, dia menampakkan kesulitan, kemudian menjawab permintaan, lalu naik ke
pelaminan dan berkata kepada anggota dewan: "Kalian telah mengirimkan
utusan untuk memintaku agar menyelamatkan keadaan dalam benaman krisis yang
susul-menyusul. Akan tetapi, krisis ini akibat perbuatan kalian. Tidaklah
tempat pertumbuhan krisis ini adalah persoalan yang lewat saja (sepele), tetapi
telah meninggalkan garis kebijakan yang mendasar dalam sistem pemerintahan
kita. Maka dari itu, Komite Kebangsaan menjalankan fungsi kekuasaan merumuskan
hukum dan undang-undang serta kekuasaan pelaksana dalam satu waktu. Setiap
dewan dari kalian harus bersekutu dalam mengeluarkan setiap keputusan dengan
menteriku dan menyusupkan jari-jarinya dalam tiap birokrasi pemerintahan.
Setiap keputusan milik menteri. Hai Tuan-tuan, tidaklah seorang menteri
(pejabat tinggi dalam pemerintahan Khilafah) mampu memikul tanggung jawab dan
menerima kedudukan dalam kondisi seperti ini? Kalian harus menyadari bahwa
pemerintahan yang berdiri di atas asas ini adalah pemerintahan yang mustahil
mampu mewujudkannya. Jika dijumpai pemerintahan seperti itu, maka itu bukanlah
pemerintahan, bahkan merupakan kekacauan. Kita wajib mengubah kebijakan ini.
Karena itu, aku memutuskan Turki menjadi Republik yang memiliki seorang
presiden yang dipilih melalui pemilihan umum."
Setelah
menyelesaikan pidatonya, dia mengumumkan rumusan yang dijanjikan sebelumnya,
yaitu mengubah Negara Islam menjadi Republik Turki dan Mushthafa Kamal dipilih
menjadi presiden Turki pertama. Dengan demikian, dia mengangkat dirinya menjadi
penguasa hukum undang-undang negara.
Akan
tetapi, persoalannya tidak segampang sebagaimana yang dikehendaki Mushthafa
Kamal. Bangsa Turki adalah bangsa muslim. Apa yang dilakukan Mushthafa Kamal
adalah bentuk penentangan terhadap Islam.
Negara
didominasi pemikiran yang menyatakan bahwa Mushthafa Kamal bertekad menghabisi
Islam. Pemikiran ini diperkuat dengan perilaku-perilaku Mushthafa Kamal sendiri
yang jelas-jelas mengingkari dan melanggar Islam di sepanjang hidupnya,
khususnya dalam menentang semua hukum syara'.
Dia juga
sering menampakkan pelecehan atau merendahkan setiap keputusan suci atau hukum
yang berlaku di tengah kehidupan kaum muslimin. Mayoritas umat yakin bahwa
Pemerintahan Ankara yang bertanah keras adalah pemerintahan kufur yang bertanah
tandus.
Masyarakat
akhirnya bergabung di seputar Khalifah Abdul Majid dan berusaha untuk
mengembalikan kekuasaan kepadanya dan menjadikannya penguasa yang akan
menghukum kaum murtad.
Mushthafa
Kamal mengetahui bahaya yang mulai membesar. Dia juga melihat bahwa mayoritas
rakyat membencinya dan mempersepsikannya sebagai seorang zindiq, kafir, dan
atheis. Mushthafa Kamal berpikir keras tentang persoalan ini. Akhirnya, dia
memantapkan langkahnya dengan meningkatkan aktivitas propaganda menentang
Khalifah dan Khilafah.
Di setiap
tempat dan kesempatan, dia membakar gelora semangat Komite Kebangsaan hingga
Undang-undang Pemberantasan (subversif) semakin dipertajam dengan menyatakan
bahwa setiap penentang Republik dan setiap dukungan terhadap sultan dicap
sebagai pengkhianat yang diancam hukuman mati. Kemudian dalam setiap mejelis
pertemuan, apalagi dalam Komite Kebangsaan (Dewan Nasional), Mushthafa Kamal
membahas, memperbincangkan, dan mengumumkan bahaya Khilafah….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar