Orang-orang propagandis di Eropa dan sekolah-sekolah asing telah melompat
jauh hingga berhasil menembus barisan para pengemban khazanah keilmuan Islam.
Penjajah Barat yang menyerang mereka dengan menikam Islam telah menakutkan
mereka. Mereka mencoba menangkis tikaman ini. Dalam penolakan ini, mereka rela
menjadikan Islam dalam keadaan tertuduh atau menakwili nash-nash sesuai dengan
pemahaman-pemahaman Barat. Ini justru akan lebih banyak membantu serangan
misionaris daripada menolaknya.
Yang lebih
tragis dan menambah kehancuran Islam adalah hadharah (kebudayaan) Barat yang
jelas-jelas bertentangan dengan hadharah (kebudayaan) Islam justru dijadikan
bagian dari pemahaman-pemahaman mereka. Kebanyakan mereka mengatakan bahwa
Barat mengambil hadharah (kebudayaan) dari Islam dan kaum muslimin. Karena itu,
mereka menakwili hukum-hukum Islam sesuai dengan hadharah (kebudayaan) ini
bersamaan masih adanya pertentangan secara mutlak antara Islam dan hadharah
(peradaban) Barat.
Dengan
demikian, mereka menerima hadharah (kebudayaan) Barat dengan penerimaan yang
sempurna dan penuh kerelaan ketika memperlihatkan bahwa akidah dan hadharah
(kebudayaan) mereka sesuai dengan hadharah (keudayaan) Barat. Artinya, mereka
menerima hadharah (kebudayaan) Barat dan melepaskannya dari hadharah
(kebudayaan) mereka yang seharusnya Islami. Inilah yang menjadi sasaran
penjajahan Barat ketika berhasil memusatkan menjadi satu antara misi para
misionaris dan penjajahan.
Dengan
adanya orang-orang yang berpemikiran asing dan pemahaman yang jelek terhadap
tsaqafah (keilmuan) Islam, maka di samping kaum muslimin ditemukan
pemahaman-pemahaman Barat tentang kehidupan, seperti dalam rumah-rumah mereka
yang dipraktekkan hadharah (kebudayaan) Barat yang materialistik.
Akibatnya,
kehidupan dalam masyarakat menjadi tunduk pada hadharah (kebudayaan) dan
pemahaman Barat. Kaum muslimin pada umumnya tidak mengetahui bahwa sistem
demokrasi dalam pemerintahan dan sistem kapitalisme dalam ekonomi kedua-duanya
dari sistem aturan kufur. Mereka tidak terpengaruh jika di antara mereka
diputuskan suatu keputusan yang didasarkan pada selain yang diturunkan Allah.
Mereka
tidak tahu bahwa Allah telah berfirman: "Barangsiapa
yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir" (TQS. Al-Maaidah: 44).
Semua itu
disebabkan oleh hadharah (kebudayaan) Barat yang dibangun di atas dasar
pemisahan agama dari negara. Hadharah (kebudayaan) ini telah menguasai
masyarakat mereka. Pemahaman-pemahaman Barat yang materialis juga menguasai
angkasa mereka. Mereka terkadang merasa perlu melaksanakan kewajiban-kewajiban
agama dan menjaga shalat jika meyakini Allah meski di waktu yang sama dalam
mengatur urusan dunia, mereka menyesuaikan dengan pandangan dan keinginan
sendiri semata karena mereka terpengaruh dengan pemahaman-pemahaman Barat yang
mengatakan: "Apa yang untuk kaisar berikan
kepada kaisar dan apa yang untuk Allah adalah untuk Allah."
Mereka
tidak terpengaruh dengan pemahaman-pemahaman Islam yang menjadikan pemimpin dan
apa-apa yang menjadi milik pemimpin adalah hanya milik Allah, menjadikan
shalat, jual-beli, pengupahan, pemindahan hutang, pemerintahan, dan pendidikan
semuanya berjalan sesuai dengan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah.
Benar,
mereka tidak terpengaruh dengan pemahaman-pemahaman ini meski mereka membaca
firman Allah:
"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara
mereka menurut apa yang diturunkan Allah" (TQS. Al-Maaidah: 49)
dan ayat
"Jika kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya" (TQS.
Al-Baqarah: 282)
dan ayat
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah
jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang
mukmin, Kami biarkan ia leluasa berbuat kesesatan yang dilakukannya itu dan
Kamu masukkan ia ke dalam Jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat
kembali" (TQS. Al-Nisaa': 115)
dan ayat
"Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin pergi
semuanya [ke medan perang]. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya jika telah kembali supaya mereka dapat
menjaga diri" (TQS. Al-Taubah: 122).
Benar,
mereka tidak terpengaruh dengan pemahaman-pemahaman ini dalam ayat-ayat
Al-Qur'an meski mereka membacanya karena mereka tidak membacanya sebagai
ayat-ayat Al-Qur'an sebagaimana kewajiban seorang muslim membaca ayat sebagai
kehidupan yang mengalir (berdenyut) untuk dipraktekkan dalam kancah kehidupan.
Mereka
hanya membacanya dalam kondisi pemahaman-pemahaman Barat yang telah menguasai
mereka, maka mereka hanya terpengaruh dengan ruh ayat-ayat ini dan meletakkan
penghalang di antara benak dan pemahaman serta madlul
(makna yang ditunjukkan) ayat.
Semua itu
karena hadharah (kebudayaan) Barat bertindak sesuka hati pada mereka dan
pemahaman-pemahaman Barat menguasai mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar