UPAYA
MELENYAPKAN KHILAFAH ISLAM
Perang
Dunia I berakhir ditandai dengan gencatan senjata antara dua pihak yang
bertempur. Pasca-perang, Sekutu memperoleh kemenangan yang gemilang. Sementara
Khilafah 'Utsmani hancur berkeping-keping menjadi negara-negara bangsa yang
kecil-kecil.
Sekutu
berhasil menguasai seluruh Negara Arab. Mesir, Suriah, Palestina, Timur Yordan,
dan Iraq dipaksa melepaskan diri dari kesatuan Negara Khilafah Islam.
Di tangan
penguasa Khilafah 'Utsmani tidak ada yang tersisa selain Turki. Turki sendiri
sudah disusupi Sekutu. Angkatan Laut Inggris menguasai pelayaran. Pasukannya
menduduki sebagian ibukota, semua pelayaran Selat Dardanil, dan medan-medan
pertempuran yang penting di semua wilayah Turki.
Pasukan
Perancis menduduki sebagian Istambul dan memenuhi jalan-jalan Sinegal. Tentara
Itali menganeksi Beira dan jalur rel kereta api. Para perwira sekutu mengatur
tata tertib kepolisian, penjagaan wilayah, dan pelabuhan. Mereka juga melucuti
senjata para perwira Turki dan mensipilkan sebagian besar mereka.
Jam'iyyatu al-Ittihaadi wa al-Taraqiy (Komite
persatuan dan kemajuan) menyusut. Jamal Pasya dan Anwar Pasya lari keluar
negeri. Sisa-sisa anggota jam'iyyah
menyembunyikan diri. Pemerintahan yang kurus (sakit) ini akhirnya dibentuk
kembali dengan kepemimpinan Taufiq Pasya agar menjalankan instruksi-instruksi
musuh yang berkuasa.
Ketika itu
Khalifah adalah Wahiduddin. Dia melihat bahwa dirinya berada di depan masalah
ini dan harus bertanggung jawab. Karena itu, dia bertekad akan menyelamatkan
kedudukannya dengan cara yang sangat bijak. Langkah pertama yang ditempuhnya
membubarkan parlemen dan menyerahkan jabatan perdana mentri kepada sahabat
karibnya yang paling jujur, Farid.
Kondisinya
pun masih tetap seperti semula karena Sekutu masih terus mengontrol, sementara
Turki terlena dalam kebekuan hingga pertengahan tahun 1919 M. Di ujung tahun
ini keadaan mulai berubah dan berganti. Kelemahan menggerogoti kedudukan
Sekutu. Itali, Perancis, dan Inggris mengalami kelesuan yang sangat parah
karena pertikaian masalah ras. Konflik internal sangat tajam hingga nyaris
mencerai-beraikan barisan kesatuan mereka.
Di antara
negara-negara Sekutu sendiri pun telah dirayapi pertikaian. Indikasinya
terlihat di Istambul di tengah para aktor politik Sekutu yang memperebutkan
harta rampasan perang. Tiap-tiap anggota negara-negara Sekutu berambisi untuk
memperoleh bagian yang paling besar dari markas-markas militer dan
keistimewaan-keistimewaan ekonomi yang dikuasainya. Kondisi ini sebenarnya
sangat memungkinkan bagi Turki mencoba membidikkan anak panahnya yang terakhir
sehingga diharapkan dapat menyelamatkan kedudukan Khilafah. Tindakan ini
seharusnya diambil Turki setelah melihat Sekutu dalam keadaan lemah dan saling
bertikai sampai-sampai di antara sesama mereka saling berebut membakar Turki
agar melawan negara-negara tertentu dan membantu mengalahkan negara-negara tertentu
lainnya dari kelompok yang sama, yaitu Sekutu.
Pasca-perang,
di tengah konflik internal Sekutu, konferensi perdamaian belum ditetapkan.
Syarat-syarat perdamaian juga belum dirumuskan. Sementara di ufuk, kilauan
kecermelangan angan-angan mulai tampak. Di tengah kehidupan manusia, keyakinan
akan kemungkinan menyusun gerakan perlawanan mulai membentuk. Akan tetapi,
Inggris lebih dulu menangkap tanda-tanda ini. Dengan cepat, Inggris
mempekerjakan Mushthafa Kamal. Dia harus berjalan sesuai dengan garis politik
Inggris, melaksanakan kebijakan globalnya, dan mewujudkan misi utamanya yang
hendak menghabisi Khilafah.
Maka, di
Istambul dibentuk kelompok-kelompok rahasia yang jumlahnya lebih dari 10.
Tujuannya mencuri senjata dari gudang-gudang negara (Khilafah 'Utsmani) yang
pengawasannya sudah dibeli supaya tunduk pada musuh. Di samping itu, Inggris
juga mengirimkan sistem aturannya yang samar dan menyusupkannya ke dalam
Khilafah. Sebagian pejabat resmi justru membantu penyusupan ini.
Untuk
lebih memperlancar keberhasilan misi politik Inggris, maka 'Ashamta diangkat
menjadi wakil mentri peperangan, Fauzi menjadi kepala kesatuan militer, Fathiy
menjadi mentri dalam negeri, dan Rauf menjadi mentri kelautan. Mereka semua
membantu gerakan-gerakan bawah tanah. Maka tidak heran jika kelompok-kelompok
ini berdiri dalam jumlah yang banyak. Tujuannya yang paling penting adalah
menjalankan permusuhan rahasia terhadap musuh. Lalu muncul kelompok al-Ittihad wa al-Taraqiy. Sebagian kelompok
militer sistematis bergabung dengan gerakan-gerakan ini.
Kemudian
gerakan-gerakan berkumpul dalam satu wadah di bawah pimpinan Mushthafa Kamal.
Dia memainkan peran penting dalam memberikan perlawanan terhadap Sekutu (selain
Inggris karena Mushthafa bekerja untuknya) dan mengusir mereka dari Khilafah.
Dalam operasi ini, Mushthafa Kamal memperoleh hasil yang besar. Kemudian dia
melihat bahwa pemerintah pusat dan kekuasaan di Istambul jatuh di bawah kontrol
Sekutu. Karena itu, sebagai gantinya dia harus menjalankan pemerintahan
kebangsaan di Anatoli.
Dalam
melaksanakan aksinya, Mushthafa Kamal mengawali revolusinya dengan memberi baju
kebangsaan dan mengakhirinya dengan melenyapkan kekhilafahan dan memisahkan
Turki dari bagian-bagian wilayah Khilafah 'Utsmani. Bukti di lapangan
menunjukkan revolusi Mushthafa Kamal untuk kepentingan Inggris. Inggrislah yang
menyiapkan segala hal untuk kesuksesan revolusi ini. Inggris mengirim Mushthafa
Kamal agar mengadakan revolusi.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar