Bidang Kehidupan Formalisasi Syariah Islam
Cakupan Formalisasi Syariah. Bidang kehidupan yang diatur adalah hubungan sesama manusia, yang meliputi aspek muamalat dan uqubat. Aspek muamalat misalnya sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem pendidikan, pergaulan pria-wanita, dan hubungan luar negeri. Aspek uqubat (sanksi-sanksi) meliputi hudud (seperti hukum rajam), jinayat (seperti hukum qishash), ta’zir (sanksi atas pelanggar syara’ yang tak dijelaskan ketentuan sanksinya dalam nash), dan mukhalafat (sanksi terhadap penyimpangan aturan administrasi negara). Inilah yang diatur dalam formalisasi syariah.
Sedangkan dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, yaitu ibadat, pada dasarnya khalifah tidak melakukan adopsi, misalnya khalifah tidak menetapkan qunut pada sholat Shubuh atau tarawih 20 rakaat pada bulan Ramadhan. Khalifah tidak mentabanni hukum dalam hukum ibadat karena : (1) tidak sesuai dengan fakta adopsi hukum, yaitu hanya menyangkut hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan (2) dapat menimbulkan haraj (kesulitan/kesempitan) padahal Islam memerintahkan menghilangkan haraj (QS Al Hajj : 78).i
Namun demikian, untuk hukum-hukum ibadat yang ada kaitannya dengan interaksi masyarakat dan menyangkut kesatuan negara dan masyarakat, khalifah wajib melakukan adopsi hukum, misalnya dalam hukum jihad, zakat, dan juga penetapan hari-hari untuk mengawali/mengakhiri puasa Ramadhan, dan penetapan Iedul Fitri dan Iedul Adha.
Mengenai hubungan manusia dengan Tuhan yang berupa pemikiran-pemikiran yang berkaitan dengan aqidah, khalifah juga tidak melakukan adopsi. Misalnya khalifah tidak mengadopsi pemikiran bahwa Al Qur`an adalah makhluk. Hal ini disebabkan adopsi pemikiran seperti itu telah menyalahi realitas adopsi dan juga menimbulkan haraj (kesulitan/kesempitan), seperti halnya dahulu Imam Ahmad bin Hanbal –rahimahullah--yang mengalami siksaan penguasa karena menolak mengikuti pendirian penguasa yang menyatakan Al Qur`an adalah makhluk.ii
[i]
[i] Taqiyuddin an-Nabhani, Muqaddimah Ad Dustur, pasal 2 dan 3, hlm.11-19; Mahmud Abdul Majid Al Khalidi, “Hukm Tabanni Rais Ad Daulah fi Al Ibadat” dan “Hukm Tabanni Rais Ad Daulah fi Al Aqa`id”, Qawaid Nizham Al Hukm fi Al Islam, hlm. 356-362.
[ii]
[ii] Negara secara prinsip menjadikan Aqidah Islamiyah sebagai dasar negara. Namun negara (khalifah) tidak mengadopsi pemikiran yang berkaitan dengan aqidah, yaitu pemikiran yang tidak ada nash yang qath’i padanya, misalnya masalah khalqul Qur`an (kemakhlukan Al Qur`an), Qadha`-Qadar, dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar