Manusia Tidak Mengetahui Masa Depan – Berusaha dengan Amal Perbuatan
HUBUNGAN KAIDAH KAUSALITAS DENGAN QADHÂ
Dalam kaitannya dengan pengaruh qadhâ’ --baik positif maupun negatif-- terhadap tercapainya suatu tujuan, Islam telah memisahkan antara perkara akidah dengan hukum syariat. Selama upaya untuk mewujudkan suatu tujuan itu menuntut keberadaan amal perbuatan. Hal tersebut berkaitan dengan hukum syariat; tidak berkaitan dengan akidah. Dengan kata lain, Allah menuntut para mukallaf untuk senantiasa terikat dengan hukum syariat dalam beraktivitas. Artinya, dalam konteks ini, akidah tidak langsung berkaitan dengan amal, sehingga tidak perlu dimasukkan ke dalam perhitungan pelaksanaan amal. Mencampuradukkan perkara akidah dengan hukum syariat pada saat menjalankan aktivitas akan membawa pengaruh negatif terhadap pelaksanaan aktivitas itu sendiri. Apabila as-sababiyyah merupakan suatu kewajiban, berarti hal itu harus diwujudkan tanpa memperhatikan lagi pengaruh dari lingkaran qadhâ’.
Keimanan seorang Muslim bahwa qadhâ’ berasal dari Allah akan berpengaruh positif terhadap aktivitasnya dalam keadaan bagaimanapun. Keyakinan semacam ini akan mendorongnya untuk melakukan aktivitas atau usaha, bukan menjadikan dirinya bersikap fatalistis dan malas-malasan; juga akan menambah kekuatannya, bukan malah melemahkannya ketika menghadapi kegagalan. Pada hakikatnya, seorang Muslim memiliki keimanan yang jauh lebih besar daripada keyakinan penganut akidah lain dalam perkara ini, yakni dengan tidak memasukkan pengaruh dari lingkaran qadhâ’. Seorang mukmin, ketika memperoleh kebaikan, ia akan merasa tenteram dan bersyukur. Sebaliknya, jika tertimpa keburukan, ia akan tetap memuji Allah. Sebab, hanya Dia-lah Yang layak dipuji, hatta dalam sesuatu yang dibenci dalam pandangan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar