Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 28 Mei 2011

Bai'at Kepada Kepala Negara Islam - Khalifah Khilafah Daulah Islam


 Bai'at Kepada Kepala Negara Islam - Khalifah Khilafah Daulah Islam

F. Bai'at

   Bai'at adalah suatu kewajiban bagi seluruh kaum muslimin, sekaligus merupakan hak setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Kewajiban bai'at tersebut didasarkan pada hadits-hadits Nabi yang banyak jumlahnya. Diantaranya ialah sabda Nabi Saw.:

"Siapa saja yang mati dan di pundaknya tidak ada bai'at (kepada khalifah), maka matinya dalam keadaan seperti mati jahiliyah".

Bai'at dinyatakan sebagai hak kaum muslimin, karena fakta bai'at itu sendiri menunjukkan hal itu. Sebab, bai'at diberikan oleh kaum muslimin kepada khalifah dan bukan dari khalifah kepada kaum muslimin. Banyak hadits shahih yang menjelaskan terjadinya bai'at kaum muslimin kepada Rasulullah Saw. Dalam hadits Bukhari yang diriwayatkan dari Ubadah Bin Shamit berkata:

"Kami telah membai'at Rasulullah Saw. untuk setia mendengarkan dan mentaati perintahnya, baik dalam keadaan yang kami senangi maupun tidak kami senangi; dan agar kami tidak merebut kekuasaan dari seorang pemimpin; juga agar kami menegakkan atau mengatakan yang haq di manapun kami berada dan kami tidak takut karena Allah terhadap celaan orang-orang yang mencela".

Dalam Shahih Bukhari juga diriwayatkan sebuah hadits yang berasal dari Ayyub dari Hafsah dari Ummu 'Athiyyah yang berkata:

Kami membai'at Rasulullah Saw., lalu Beliau memerintahkan kepadaku: 'jangalah kalian menyekutukan Allah dengan sesuatu'; dan melarang kami melakukan "niyahah" (histeris menangisi mayat), karena itulah seorang wanita dari kami menarik tangannya (dari berjabat tangan) lalu wanita itu berkata: 'seseorang (perempuan) telah membuatku bahagia dan aku ingin (terlebih dahulu) membalas jasanya' dan ternyata Rasulullah Saw. tak berkata apa-apa. Lalu wanita itu pergi kemudian kembali lagi".

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah bersabda:

"Ada tiga orang yang pada hari kiamat nanti, di mana Allah SWT. tidak mengajak bicara mereka, tidak mensucikan mereka, dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih. Pertama, orang yang memiliki kelebihan air di jalan namun melarang ibnu sabil (musafir yang kehabisan bekal) memanfaatkannya. Kedua, orang yang telah membai'at seorang imam tetapi hanya karena pamrih keduniaan; jika diberi apa yang diinginkannya, maka ia menepati bai'atnya, kalau tidak ia tidak menepatinya. Ketiga orang yang menjual barang dagangan kepada orang lain setelah waktu 'ashar, lalu dia bersumpah demi Allah bahwa dia telah diberi keuntungan dengan dagangan itu segini dan segini (dia telah menjual dengan harga tertentu), orang itu (calon pembeli) mempercayainya lalu membeli dagangan tersebut, padahal dia (penjual) tidak diberi keuntungan dengan dagangan itu (belum menjual dengan harga tersebut)".

Juga apa yang diriwayatkan dari Abdullah Bin Umar ra. yang berkata:

"Kami dahulu, ketika membai'at Rasulullah Saw. untuk mendengar dan mentaati perintahnya, selalu beliau mengatakan kepada kami: 'fimastatha' ta' (dalam hal yang dapat kamu kerjakan)".

Diriwayatkan dari Jarir Bin Abdullah yang berkata:

"Aku membai'at Rasulullah Saw. untuk mendengar dan mentaati perintahnya, seraya beliau menuntunku mengucapkan: 'fii mastatha' tu' (dalam hal yang dapat aku kerjakan); juga agar selalu memberi nasehat kepada setiap muslim".

Sebuah riwayat berasal dari Junadah bin Abi Umayyah yang berkata:

"Kami pernah berkunjung kepada Ubadah Bin Shamit yang waktu itu sedang sakit. Kami berkata: 'Semoga Allah SWT. memperbaiki keadaanmu, ceritakanlah kepada kami sebuah hadits yang anda dengar dari Nabi Saw. (semoga Allah SWT. memberikan manfaat ilmu kepadamu)' Lalu ia berkata: 'Nabi Saw. mengajak kami (untuk membai'atnya), lalu kami pun membai'at beliau. Kemudian beliau mengajarkan kepada kami bagaimana harus membai'at. Lalu kami membai'at beliau untuk mendengar dan mentaati perintahnya, baik dalam keadaan yang kami senangi maupun tidak kami senangi, dalam keadaan sulit ataupun lapang, serta dalam hal tidak mendahulukan urusan kami; juga agar kami tidak merebut kekuasaan dari seorang pemimpin, kecuali (sabda beliau): 'Kalau kalian melihat kekufuran secara terang-terangan, yang dapat dibuktikan berdasarkan keterangan dari Allah'".

Jadi bai'at kepada khalifah berada di tangan kaum muslimin dan menjadi hak mereka. Kaum musliminlah yang melakukan pembai'atan, dan hanya dengan bai'at merekalah akad khilafah itu terwujud bagi seorang khalifah.

   Bai'at dapat dilakukan secara langsung dengan berjabat tangan atau secara tertulis melalui surat. Abdullah Bin Dinar telah menggambarkan:

"Aku menyaksikan Ibnu Umar di mana orang-orang telah bersepakat untuk membai'at Abdul Malik bin Marwan, ia berkata: 'Dia menulis: 'Aku berikrar untuk mendengarkan dan mentaati Abdullah bin Abdul Malik sebagai amirul mukminin atas dasar aturan Allah  dan aturan Rasul-Nya dalam hal yang aku mampu'".

Diperbolehkan pula bai'at dilakukan dengan menggunakan berbagai sarana yang memungkinkan (misalnya telepon, faksimil, telegram dan lain-lain, pent.).

   Hanya saja disyaratkan agar bai'at itu dilaksanakan oleh orang yang sudah baligh. Jadi, tidak sah bai'at yang dilakukan oleh anak kecil. Abu Uqail Zahrah bin Ma'bad telah meriwayatkan hadits dari kakeknya yaitu Abdullah bin Hisyam yang pernah bertemu dengan Nabi Saw.; Abdullah pergi dibawa oleh ibunya, yaitu Zainab Binti Humaid, menghadap Rasulullah Saw. Ibunya berkata: "Wahai Rasulullah terimalah bai'atnya!" Kemudian Nabi Saw. menjawab: "Dia masih kecil" lalu beliau mengusap-usap kepala anak kecil itu dan mendoakannya.

   Adapun lafazh bai'at tidak disyaratkan terikat dengan lafazh-lafazh tertentu. Akan tetapi harus mengandung makna "mengamalkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya" bagi khalifah, dan harus mengandung makna "sanggup mentaati dalam keadaan sulit atau lapang, senang atau tidak senang." bagi kaum muslimin yang membai'at.

   Manakala pihak yang membai'at telah memberikan bai'atnya kepada khalifah, atau khilafah telah diwujudkan secara sah dengan pembai'atan oleh sebagian kaum muslimin di tempat lain, maka bai'at itu telah menjadi amanah di atas pundak pihak yang membai'at dan tidak diperbolehkan mencabutnya. Sebab, bai'at ditinjau dari segi terwujudnya khilafah adalah hak yang harus dipenuhi. Kalau bai'at itu sudah diberikan, maka ia wajib terikat dengannya. Kalau yang memberikan bai'at hendak menariknya kembali, maka hal ini tidak diperbolehkan. Diriwayatkan dalam shahih Bukhari dari Jabir Bin Abdillah ra. bahwa ada seorang Badui pernah membai'at Rasulullah Saw. untuk menetapi Islam. Suatu ketika ia menderita sakit, kemudian berkata: "Kembalikan bai'atku padaku.". Ternyata beliau Saw. menolaknya. Lalu dia datang dan berkata: "Kembalikan bai'atku padaku." Beliau tetap menolak kemudian orang itu pergi. Lantas beliau Saw. bersabda:

"Madinah ini seperti tungku (tukang besi), yang bisa menghilangkan debu-debu yang kotor dan membikin cemerlang yang baik."

Diriwayatkan dari Nafi' yang berkata bahwa Umar berkata kepadaku: "Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

"Siapa saja yang melepaskan tangan dari ketaatan kepada Allah, ia akan bertemu dengan Allah di hari kiamat nanti tanpa mempunyai hujjah."

Membatalkan bai'at kepada khalifah sama artinya dengan melepaskan tangan dari ketaatan kepada Allah. Hanya saja ketentuan ini berlaku jika bai'at kepada khalifah tersebut adalah bai'at in'iqad, atau merupakan bai'at taat kepada khalifah yang telah disetujui oleh kaum muslimin dan mereka telah membai'atnya. Adapun dalam keadaan bai'at itu baru pada tahap awal, kemudian ternyata bai'at tersebut tidak sempurna maka orang yang berbai'at boleh melepaskan bai'atnya, dengan catatan bahwa kaum muslimin secara keseluruhan belum dapat menerima pembai'atan tersebut. Jadi, larangan dalam hadits itu berlaku untuk orang yang menarik kembali bai'at khalifah, bukan menarik kembali bai'at dari seseorang yang belum sempurna jabatan khilafahnya.

  Bai'at Kepada Kepala Negara Islam - Khalifah Khilafah Daulah Islam
    Sistem Pemerintahan Islam - Nidzam Hukm - Hizb ut-Tahrir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam