Keunikan Jenis Gaya Bahasa Al-Qur'an
Keunikan Jenis Gaya Tata Bahasa Artistik Al-Qur'an
“Sebagai satu monumen literatur al-Qur'an adalah berdiri sendiri, satu produksi yang unik dibanding literatur Arab lain, tiada karya yang sebelumnya atau setelahnya yang berada di posisi yang sama. Kaum Muslimin di semua masa bersatu dalam mendeklarasikan tak-bisa-ditiru-nya al-Qur'an tidak hanya mengenai isinya tapi juga gayanya... dan dalam mendorong dialek Arab menjadi serangkaian pemikiran baru, al-Qur'an membentuk prosa retorika yang kuat dan luar biasa efektif yang darinya berbagai sumberdaya modulasi sintaksis dieksploitasi dengan kebebasan dan keaslian yang besar.”
Pernyataan ini yang datang dari ahli struktur Bahasa Arab H. Gibb, adalah deskripsi tepat gaya al-Qur'an, tapi jenis ini tidak hanya sekedar kesimpulan subjektif, ini adalah realitas berdasarkan penggunaan fitur-fitur yang banyak ada di semua bahasa. Hal ini mungkin tampak aneh bahwa al-Qur'an telah membentuk gayanya sendiri dengan menggunakan elemen-elemen tata bahasa yang ada. Namun, harus dicatat bahwa ekspresi al-Qur'an menggunakan elemen-elemen umum bahasa itu dengan cara yang tidak pernah digunakan sebelumnya. Penrice mengetahui keunggulan tata bahasa al-Qur'an:
“Bahwa pengetahuan kompeten al-Qur'an adalah tak terpisahkan sebagaimana pendahuluan untuk studi literatur Arab akan diakui oleh semua yang telah ahli melebihi pelajaran dasar bahasa itu. Dari kemurnian gayanya dan sifat elegan diksinya, al-Qur'an telah dianggap sebagai standar Bahasa Arab...”
Al-Qur'an adalah jenis gaya independen dengan sendirinya. Gaya unik al-Qur'an dinyatakan melalui dua elemen tak terpisahkan; retorikal dan elemen-elemen kohesif. Dari sudut pandang linguistik, retorika dapat didefinisikan sebagai penggunaan bahasa untuk menyenangkan atau untuk mempengaruhi / membujuk. Sifat kohesif adalah fitur yang menyatukan antar kalimat secara gramatikal dan leksikal (kata-kata). Itu juga menunjuk pada bagaimana kata-kata saling berkaitan satu sama lain menjadi kalimat-kalimat dan bagaimana kalimat-kalimat akhirnya saling berkaitan satu sama lain untuk membentuk unit-unit teks yang lebih besar.
Elemen-elemen itu bergabung satu sama lain dengan cara sedemikian rupa sehingga saling mengunci dan menjadi tak terpisahkan. Kombinasi unik ini menyandera si pembaca dan mencapai tujuan komunikasi efektif. Komponen-komponen retorikal dan kohesif teks al-Qur'an tidak bisa diceraikan antara satu dengan yang lain. Jika teks al-Qur'an dicabut dari elemen-elemen itu, sisa teksnya akan tidak lagi al-Qur'an dan tidak juga akan berbunyi seperti al-Qur'an. Arbuthnot menyatakan:
“...al-Qur'an adalah dianggap sebagai satu spesimen Bahasa Arab yang paling murni, ditulis dalam setengah puisi dan setengah prosa. Al-Qur'an telah dinyatakan dalam beberapa situasi para ahli struktur bahasa telah mengadopsi aturan-aturan dari al-Qur'an untuk setuju dengan beberapa frase tertentu dan ekspresi yang digunakan di dalamnya, dan bahwa meski beberapa usaha telah dilakukan untuk memproduksi satu karya yang menyamainya, sejauh penulisan elegan menjadi perhatian, tidak ada yang pernah berhasil.”
Dari sudut pandang linguistik, al-Qur'an memberdayakan berbagai macam fitur retorika seperti penggunaan ritme, konotasi, persamaan, metafora, dan pertanyaan-pertanyaan retoris. Juga, penggunaan ironi dan pengulangan kata-kata hanyalah sebagian kecil karya dari alat-alat retorika al-Qur'an. Sifat kohesifnya termasuk berbagai macam metode seperti kohesi struktur paralel, ikatan frase, substitusi, referensi dan leksikal. Fitur-fitur itu menjadi batu landasan dan bersatu bersama untuk membentuk gaya unik al-Qur'an.
Tulisan-tulisan Arab non-Qur'an hampir semuanya menggunakan elemen-elemen kohesif tapi al-Qur'an memberdayakan baik elemen-elemen kohesif maupun retoris dalam setiap ayat. Berikut ini adalah satu contoh bagus untuk menegaskan keunikan gaya al-Qur'an:
"laki-laki dan perempuan yang banyak mengingat Allah"
Ayat al-Qur'an di atas, dalam urutan kata berbeda seperti yang di bawah ini,
"laki-laki yang banyak mengingat Allah dan perempuan yang banyak mengingat Allah"
al-dhakirina Allaha kathiran wa'l-dhakirati Allaha kathiran
Tidak akan memberikan efek yang sama, karena kata 'Allah' menjadi secara linguistik terlalu banyak terulang, dengan kata lain itu telah menjadi terlalu banyak kata tanpa perlu atau repetitif dalam ekspresi. Struktur asli al-Qur'an mencapai tujuannya dengan memisahkan kedua subjek dalam rangka memasukkan kata 'Allah' dan menggunakan partikel / kata fungsi 'wa' sebagai penyatu linguistik. Ayat al-Qur'an ini juga memiliki satu elemen retorika yaitu kata 'Allah' adalah 'digandeng' dan 'dipeluk' oleh orang-orang sholeh yang banyak mengingat-Nya, yang diindikasikan oleh pengaturan kata-kata dalam ayat ini. Selain itu, bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh urutan kata al-Qur'an mencapai harmoni lebih besar daripada pengaturan lainnya. Hal ini menjadi contoh al-Qur'an mengkombinasikan elemen-elemen retoris dan kohesif untuk memproduksi arti yang dimaksud. Perubahan apapun pada satu ayat al-Qur'an jelas akan mengubah efek tata bahasanya. Al-Qur'an juga mencapai bentuk literatur unik sebab ia tidak sesuai dengan gaya-gaya lain yang diketahui seperti Puisi, Prosa Berirama dan Prosa; argumen ini tidak akan dibahas di sini tapi akan diperiksa dalam artikel “Bentuk Tata Bahasa al-Qur'an” - “The Literary Form of the Qur’an”. Arbuthnot menjelaskan itu dalam bukunya "The Construction of the Bible and the Koran" efek gaya al-Qur'an ini:
“Adalah diakui sebagai standar lidah Arab... Gaya al-Qur'an secara umum adalah indah dan lancar... dan di banyak tempat, khususnya di mana keagungan dan berbagai atribut Tuhan dideskripsikan, mulia dan besar... Ia berhasil dengan sangat baik, dan secara aneh sangat menyandera pikiran para audiensnya, hingga beberapa musuhnya menyangka itu adalah pengaruh dukun dan sihir.” Untuk mengakhiri bagian ini, dengan kata-kata Philip H. Hitti:
“Gaya al-Qur'an adalah gaya Tuhan. Itu adalah berbeda, tak berbanding dan tak-bisa-ditiru. Ini pada dasarnya adalah apa yang membentuk 'karakter mukjizat' (ijaz) al-Qur'an. Dari semua keajaiban, ini adalah yang terbesar: jika semua orang dan jinn berkolaborasi, mereka tak akan bisa memproduksi yang seperti itu. Sang Nabi telah diberi otoritas untuk menantang para pengkritiknya untuk memproduksi sesuatu yang sebanding. Tantangan ini diambil oleh lebih dari satu ahli gaya literatur Arab – dengan kesimpulan yang bisa diprediksi.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar