Penyebab Kehancuran Keluarga Masyarakat Sekular – Sebab Keruntuhan Kehidupan Keluarga Sekuler
[ Penyebab Kehancuran Keluarga dan Kehidupan Masyarakat Sekular ]
Respon berbagai pemerintah Barat terhadap masalah parah “Kehancuran Keluarga” ini umumnya berdasarkan finansial – insentif pajak untuk mendorong pernikahan dan para pasangan untuk hidup bersama, perawatan anak yang terjangkau supaya para ibu-tanpa-suami bisa bekerja, bekerja dan pengurangan pajak anak bagi keluarga-keluarga miskin, dan bahkan membayar para pasangan agar mereka punya anak kedua atau ketiga seperti yang dilakukan di Perancis. Melempar uang pada berbagai masalah tampaknya menjadi reaksi refleks yang selalu berulang di banyak masyarakat kapitalis sekular dalam berusaha menyelesaikan berbagai masalah-berat masyarakat mereka.
Percaya bahwa sekedar menggunakan lebih banyak uang akan bisa memecahkan keadaan perkara parah keluarga sama saja dengan percaya bahwa segepok kertas dollar bisa menutup lubang kapal Titanic yang mulai tenggelam. Tentu saja para pemerintah Barat telah mencoba berbagai inisiatif lain dan memasyarakatkan pentingnya tanggung jawab keluarga. Itu termasuk kelas-kelas parenting atau denda bagi para orangtua abai, selain itu juga membuat hukum-hukum untuk menindak diskriminasi terkait-kehamilan di tempat kerja tapi aksi-aksi itu gagal memahami bahwa penyebab fundamental kehancuran keluarga ini adalah inti nilai-nilai sekular dan minimnya perhatian yang diberikan pada kehidupan keluarga di dalam masyarakat kapitalis.
Budaya “cinta-kebebasan” masyarakat liberal telah menyuburkan sikap hedonistik dan tak-peduli terhadap kehidupan karena didasarkan atas pemanjaan nafsu dan keinginan hewani dan individualistis bukannya menumbuhkan pola pikir tanggung jawab dan hormat terhadap orang lain. Ini telah menciptakan rasa alergi terhadap pernikahan di kepala banyak orang karena tingkat komitmen, kesetiaan dan tanggung jawab yang dibutuhkan – melihat pernikahan sebagai “mengekang kebebasan mereka” dan memilih “bebas dan bujang” dan untuk mendapatkan hubungan-hubungan seksual dengan “siapapun, kapanpun”.
Itu telah mengembang-biakkan budaya hewani serba-boleh yang menghasilkan tingkat yang semakin meninggi kehamilan remaja, aborsi, ibu tak bersuami dan perzinahan yang merupakan penyebab utama perceraian di Inggris. Itu telah menciptakan situasi di mana seorang pria punya banyak hubungan dengan banyak wanita, ayah dari anak dari berbagai ibu berbeda dan tidak mengambil tanggung-jawab fisik maupun emosional bagi anaknya ataupun si ibu selain cek di kotak pos sebulan sekali.
Situasi ini telah menciptakan krisis kepercayaan pada orang-orang yang mencari pasangan untuk menikah, tidak yakin apakah suatu hubungan yang didasarkan atas loyalitas, kesetiaan dan pemenuhan dan perhatian satu sama lain akan bisa bertahan dalam iklim masyarakat yang didasarkan atas norma perzinahan dan individualisme.
Pola pikir “kanker” individualistis “Saya, diriku, dan Aku” ini, yang terbiakkan di dalam masyarakat kapitalis yang mensakralkan perlindungan kepentingan-pribadi individu atas semua hal yang lain telah memangsa pondasi-pondasi struktur keluarga. Itu telah menyebabkan orang-orang untuk fokus pada apa yang terbaik bagi diri mereka sendiri bukannya apa yang terbaik untuk pasangan mereka atau pernikahan sehingga menghasilkan meningkatnya perceraian.
Itu telah menyebabkan para orangtua untuk mengabaikan anak-anak mereka sementara mengejar kepentingan-kepentingan pribadi mereka sendiri. Itu telah menyebabkan anak-anak mengabaikan orangtua mereka yang sudah renta, memandang mereka sebagai beban-beban atas waktu mereka dan keuangan pribadi mereka, menempatkan mereka di rumah supaya diurus orang lain. Perhatian individualistis terhadap keluarga sendiri dan pengabaian atau pembiaran anggota keluarga telah menyebabkan krisis sistem dukungan bagi keluarga besar yang menghadapi masalah-masalah fisik, finansial dan emosional, menyebabkan orang-orang menderita sendirian dalam kesunyian.
Selain itu, di dalam masyarakat sekular terjadi penurunan nilai keibuan – hidup-menjadi-ibu dan kehidupan keluarga dibandingkan dengan kehidupan ekonomi. Pertama, di tingkat historis, perjuangan Barat untuk kesetaraan jender dan peningkatan feminisme telah menempatkan kehidupan publik dan peran sebagai pekerja di atas kehidupan-sebagai-ibu dan peran asli wanita sebagai pengurus keluarga.
Banyak feminis beralasan bahwa kehormatan dan kebebasan perempuan tidak kompatibel dengan kebergantungan ekonomi pada suaminya, tidak juga pada tanggung jawab penuh domestik dan oleh karenanya ini bukan sekedar perkara wanita punya hak untuk bekerja tapi adalah perlunya untuk bekerja. Christabel Pankhurst, feminis radikal terkenal dan anggota gerakan feminis – suffragette di awal abad 20 berkomentar mengenai tanggung jawab kehidupan-rumah-tangga bahwa itu adalah beban yang tak bisa ditolerir atas seorang wanita menikah, buang-buang waktu dan energi perekonomian, dan adalah tidak dibayar dan tidak dihargai.
Hari ini, salah satu konsekuensi pandangan terhadap kehidupan-rumah-tangga dan konsep “Kesetaraan Jender” ini adalah penciptaan oleh masyarakat di mana wanita tidak sekedar punya hak untuk bekerja tapi juga diharapkan untuk bekerja bahkan jika para ibu-tanpa-suami punya tanggung jawab utama merawat dan mendidik anak-anak mereka. Konsep kesetaraan jender yang dalam teorinya adalah untuk memproduksi “para wanita yang punya segalanya” dalam kenyataannya memproduksi “para wanita yang melakukan segalanya” - yang terus menanggung tanggung jawab menjadi-ibu dan urusan rumah tangga dan sekarang juga berjuang dengan beban tambahan secara finansial untuk menghidupi keluarga.
Dengan kedua orangtua sebagai pekerja terjadi di banyak keluarga, terdapat perjuangan konstan untuk mendapatkan waktu bagi anak-anak mereka atau waktu untuk membuat pernikahan manjadi kuat. Dasar dari kesetaraan jender di mana orang melihat pada apa yang terbaik bagi wanita versus apa yang terbaik bagi pria bukannya apa yang terbaik bagi keluarga dan komunitas secara keseluruhan dapat mengabaikan apa yang terbaik bagi pernikahan yang kuat, bagi anak-anak dan masyarakat.
Selain itu, ide kesetaraan jender yang menggerus penghormatan atas perbedaan jenis kelamin di tempat kerja dan masyarakat, mengabaikan bukannya memfasilitasi perlindungan hak-hak spesifik berdasarkan perbedaan jenis kelamin seperti kehamilan atau hak-hak sebagai-ibu atau jam kerja fleksibel bagi para wanita itu yang memiliki anak-anak kecil dan membuka pintu kepada diskriminasi.
Kedua, sistem kapitalis, materialistis yang telah menempatkan pengejaran "£" or "$" sebagai tujuan ideologis yang paling utama, telah menempatkan keuntungan di atas rakyat dan keuangan di atas keluarga-keluarga. Itu telah berkonsentrasi secara konsisten atas mengamankan peti harta pemerintahan atau bisnis di atas mengamankan keluarga. Dorongan konstan profitabilitas ini telah menjatuhkan nilai hidup-sebagai-ibu dan kehidupan keluarga dan memaksa bahkan para ibu-tak-bersuami untuk bekerja, meninggalkan mereka dengan sedikit waktu untuk mendidik anak-anak mereka secara efektif.
Bahkan, sering ada insentif finansial bagi para ibu untuk kembali bekerja; sangat sedikit ada insentif bagi mereka untuk tinggal di rumah dalam rangka memastikan perkembangan efektif anak-anak mereka jika mereka merasa hal ini perlu, dan itu adalah diperlukan khususnya oleh kebanyakan para orangtua tak-bersuami /beristri. Penghargaan materialisme ini di atas hidup-sebagai-ibu telah menggiring kepada situasi di mana seorang wanita hamil atau wanita yang punya anak kecil seringkali dipandang sebagai beban bagi perusahaan bukannya sebagai satu aset bagi masyarakat.
Suatu survei 2005 terhadap 98 perusahaan oleh the Recruitment and Employment Confederation menemukan bahwa ¾ perusahaan memilih untuk melanggar hukum daripada memperkerjakan seorang wanita hamil atau seorang wanita usia mengasuh anak – suatu fakta yang sangat dikenal oleh banyak wanita yang memilih menunda punya anak atau tetap tak punya anak daripada menghadapi “penalti kesuburan” ini terhadap penghasilan atau karir mereka. Tampak bahwa menjadi “terikat ke tempat cucian piring” telah digantikan menjadi “terikat ke pasar ekonomi”.
Sayangnya, Umat Muslim yang hidup di Barat atau di dunia Muslim telah tak terlindungi dari nilai-nilai sekular atau materialistis itu. Konsekuensinya adalah bahwa konsep “pernikahan kuat” dan “unit keluarga kuat” yang selalu dipahami oleh kaum Muslimin melintasi generasi sebagai jantung atau beton bagi komunitas yang kuat, hari ini juga digerus.
Kita menghadapi problem-problem yang sama dengan yang didiskusikan karena pengadopsian nilai-nilai dan pola pikir sekular dan liberal ke dalam kehidupan kita – peningkatan perceraian, peningkatan dalam perzinahan, kehancuran keluarga, pengabaian atas anak-anak, pengabaian atas lansia, krisis hubungan dengan keluarga besar dan seterusnya. Selain itu, komunitas kita telah dibutakan oleh berbagai tradisi dan budaya Asia/Arab/Afrika non-Islam yang juga mempengaruhi pernikahan, hubungan orangtua-anak, hubungan karena-pernikahan dan struktur keluarga.
Issues Explained
Thursday, 10 April 2008
Hizb ut-Tahrir Britain
Syariah dan Khilafah
Kehancuran keluarga di Inggris di atas membuktikan bahwa trinitas sistem kafir sekularisme, liberalisme, demokrasi adalah rusak, gagal, buruk sejak lahirnya dan itulah sifat dasarnya. Dan memang semua sistem buatan manusia itu adalah HARAM. Dan juga disebarkan oleh para kafir imperialis Barat untuk menghancurkan kaum Muslimin di atas tanah Islam kita yang kaya demi keuntungan dunia agama Kapitalisme.
Ya Allah, Lindungilah umat Islam ini dari paham-paham kafir – jalan hidup kafir. Dan jadikanlah Islam menyelamatkan umat manusia sekali lagi melalui tangan-tangan kami. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar