THREE SCHOOL OF BARGAINING ETHICS
Ada tiga school of bargaining ethics, yang selama ini telah dikenal, yaitu:
The “It’s a Game” Poker School
Poker School memandang negosiasi sebagai sebuah permainan (game) dengan aturan tertentu atau yang mereka kenal hukum (law). Negosiator dikatakan etis jika melaksanakan negosiasi sesuai dengan aturan yang telah ditentukan dan jika negosiator melakukan sesuatu diluar aturan tersebut maka dikatakan tidak etis (unethical). Bluffing (omong kosong/ membual) dan misleading merupakan bagian integral dari permainan negosiasi menurut Poker School.
Deception (penipuan) adalah kunci untuk memainkan negosiasi secara efektif baik untuk bargaining maupun poker game. Selain itu juga, pemain yang baik harus bisa mengabaikan klaim persahabatan dan mengingatkan negosiasi pada hal-hal yang sifatnya menipu, dan melakukan bargainging secara keras.
Dalam bargaining game sangat penting untuk memahami bluffing atau bagaimana negosiator meyakinkan pihak lawannya dengan omongan atau bualan yang dia buat. Omong kosong/ bualan yang efektif adalah yang realistis, attraktif, sulit untuk di-cek (tetapi salah) atau authoritative supporting standar. Ada tiga masalah utama dalam Poker School ini, yaitu:
- Mengasumsikan terlebih dulu bahwa setiap orang memperlakukan bargaining sebagai sebuah permainan
- Setiap orang diharapkan mengetahui the rule cold
- Hukum merupakan masalah tertentu bahkan dalam single jurisdiction
The “Do the right Thing Even If It Hurts” Idealist School
Idealist school memandang bargaining sebagai sebuah aspek kehidupan social, tidak merupakan aktivitas khusus dengan serangkaian aturan yang dimilikinya. Etika yang diyakini dalam kehidupan sehari-hari harus diterapkan dalam negosiasi misalnya kalau berbobong adalah salah dalam kehidupan social maka berbohong dalam negosasiasi juga salah untuk dilakukan. Pengikut Idealist School ini lebih suka untuk melakukan negoasiasi secara jujur tanpa adanya penipuan.
Konsep-konsep negosiasi dalam idealist school berasal dari agama dan filosofi yang dianut. Idealist school ini juga menolak ide yang menyatakan bahwa negosiasi merupakan sebuah permainan. Pihak-pihak yang melakukan negoasiasi merupakan pihak yang sedang mendamaikan perbedaan sehingga kehidupan social akan berkerja untuk memperoleh benefit bersama.
Masalah besar yang muncul dari idealist school ini, yaitu:
- Standar yang dibuat kadang-kadang sulit untuk menghasilkan cara yang realistic ketika dalam negoasiasi
The “What Goes Around Comes around” Pragmatiist School
Berbeda dengan dua mahzab etika lainnya, Pragmatist school lebih menekankan pada bagaimana potensi efek negative jika kita melakukan negoasiasi dengan cara-cara yang menipu terhadap hubungan saat ini dan hubungan di masa yang akan datang. Berbohong dan membuat pernyataan yang misleading merupakan salah satu yang dapat merusak kredibilitas sesorang dalam negoasiasi. Dan cost yang harus diatanggung lebih besar daripada manfaat/ keuntungan yang didapatkan dalam jangka pendek. Yang menjadi credo dalam pragmatist school ini yaitu What Goes Around Comes Around.
The Ethical Scholl in Action
Ketika negosiator dengan kelompok ethical school yang berbeda dihadapkan pada masalah yang sama maka cara mereka melakuakn negoasiasi akan berbeda. Negosiator dari Poker school mungkin akan menerapkan unsure penipuan dalam negoasiasi yang terpenting dia dapat memenangkan negosiasi tersebut, negosiator dari idealist school mungkin akan melakukan negosiasi dengan dengan jujur dan menjawab pertanyaan dengan lurus tidak membuat misleading.
Negosiator dari pragmatist school dalam negosiasi dia akan menggunakan blocking technique, memnggunakan ssuatu yang lebih sophisticated. Blocking technique ini dilalukan untuk melindungi diri dengan cara tetap konsisten untuk mempertahankan hubungan kerja.
Beberapa blocking technique yang dapat dilakukan, yaitu:
- Declare the question out of bounds
- Answer a different question
- Dodge th e question
- Ask a queation of your own
- Change the subject
Tidak ada komentar:
Posting Komentar