Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Kamis, 16 Juni 2011

Pengertian Kepala Daerah - Tugas Pimpinan Daerah - Definisi Wali Khilafah


Pengertian Kepala Daerah - Tugas Pimpinan Daerah - Definisi Wali Khilafah


WALI
(Pimpinan Daerah)
 
Wali adalah orang yang diangkat oleh khalifah sebagai pejabat (hakim) di salah satu wilayah kekhilafahan serta menjadi pimpinan di sana.

Negeri yang diperintah oleh negara Islam dipilah menjadi bebarapa wihdat (bagian) dan masing-masing bagian itu disebut wilayah (setingkat propinsi atau daerah tingkat I). Setiap wilayah dipilah lagi menjadi beberapa wihdat (bagian), di mana masing-masing bagian itu disebut 'imalah (setingkat daerah tingkat II). Sedangkan orang yang memimpin wilayah itu disebut wali dan orang yang memimpin 'imalah disebut 'amil atau hakim.

Karena itu para pejabat daerah itu merupakan hakim (pejabat), sebab wewenang ke-wilayah-annya itu merupakan wewenang pemerintahan. Di dalam kamus Al Muhith dinyatakan: "Wa Waliya As Syai': Dia memiliki wilayah (pemerintahan) dan walayah (kekuasaan). Kata "Wilayah" tersebut merupakan bentuk masdar (gerund). Dengan dikasrah huruf Wau-nya (sehingga dibaca Wilayah), maka maknanya adalah urusan (huttah), kepemimpinan (imarah) serta kekuasaan (as sulthan)."

Jabatan kewaliyan itu harus diserahkan oleh khalifah atau orang yang bisa mewakilinya dalam melakukan penyerahan jabatan. Sehingga wali hanya bisa diangkat secara sah kalau yang melakukannya adalah khalifah. Asal adanya jabatan kewalian atau imarah (kepemimpianan) itu adalah karena adanya af'al Rasulullah Saw.. Di mana Rasulullah Saw. pernah mengangkat para wali untuk memimpin beberapa wilayah (daerah). Dan mereka diberi hak untuk memimpin daerah-daerah tersebut. Beliau pernah mengangkat Mu'ad Bin Jabal menjadi wali di Janad, sedangkan Ziyad Bin Labid menjadi wali di Hadramaut, sementara Abu Musa Al Asy'ari di Zabid dan 'Adn.

Seorang wali adalah wakil khalifah, sehingga dia senantiasa melakukan tugas-tugas yang diwakilkan oleh khalifah berdasarkan akad inabah, untuk mewakilinya. Dalam pandangan syara', jabatan wali tidak memiliki batasan yang tegas. Oleh karena itu, siapa saja yang menjadi wakil khalifah dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, bisa saja disebut wali dalam tugas itu; sesuai dengan lafadz yang telah ditentukan oleh khalifah dalam pengangkatannya. Hanya saja, daerah teritorialnya ditentukan sebab Rasulullah Saw. telah melakukan pembatasan daerah teritorial yang akan dipimpin oleh seorang wali, atau daerah yang akan diserahkan kepemimpinannya kepada amir daerah tersebut.

Jabatan wali tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu wali dengan wewenang secara umum, dan khusus. Jabatan wali dengan wewenang secara umum meliputi semua urusan pemerintahan, di mana penyerahannya bisa dilakukan oleh khalifah dengan cara menyerahkan kepemimpinan satu negeri, atau satu propinsi agar dia memimpin semua penduduknya serta mengontrol tugas-tugas yang telah disepakatinya, sehingga wewenangnya umum, meliputi semua urusan. Sedangkan jabatan wali dengan wewenang secara khusus tersebut adalah menjadikan urusan seorang wali terbatas dalam masalah mengurusi pasukan, atau mengurus rakyat, atau melindungi benteng, atau menjaga daerah dan negeri tersebut dari hal-hal yang dilarang. Di mana dia tidak diberi hak untuk memberikan keputusan hukum, maupun hak untuk menarik kharaj dan zakat.

Nabi pernah mengangkat seorang wali dengan wewenang secara umum, di mana beliau pernah mengangkat 'Amru Bin Hazm untuk menjadi wali di Yaman dengan wewenang secara umum. Beliau juga pernah mengangkat Ali Bin Abi Thalib untuk menjadi qadli di Yaman. Para khalifah sepeninggal beliau, banyak melakukan hal tersebut. Mereka pernah mengangkat seorang wali dengan wewenang secara umum. Umar Bin Khattab, misalnya, pernah mengangkat Mu'awiyah Bin Abi Sufyan untuk menjadi wali dengan wewenang secara umum. Dan mereka juga pernah mengangkat seorang wali dengan wewenang secara khusus. Ali Bin Abi Thalib, misalnya, pernah mengangkat Abdullah Bin Abbas untuk menjadi wali di Basrah selain masalah harta benda (mal), sedangkan beliau mengangkat Ziyad untuk menjadi wali yang mengurusi masalah harta benda.

Jabatan wali pada masa-masa awal (pemerintahan Islam) dahulu dibedakan menjadi dua, yaitu waliyus shalat dan waliyul kharaj. Oleh karena itu, akan banyak ditemukan buku-buku sejarah menyebut wewenang para pimpinan daerah itu dengan mempergunakan dua bentuk kata tersebut. Pertama, imarah 'alas shalat (kepemimpinan masalah pemerintahan) dan kedua imarah 'alas shalat wal kharaj (kepemimpinan masalah pemerintahan dan harta). Artinya, bisa jadi pimpinan tersebut memimpin "shalat" dan "kharaj" sekaligus atau hanya memimpin "shalat" saja. Yang dimaksud dengan kata "shalat" di sini bukan berarti menjadi imam shalat saja, melainkan memimpin dalam semua urusan selain urusan harta. Sedangkan yang dimaksud dengan kata "shalat" di sini adalah masalah pemerintahan, selain masalah penarikan harta (amwal). Apabila seorang wali memiliki wewenang untuk mengurusi masalah "shalat" dan "kharaj" sekaligus, berarti wewenang wali itu adalah umum. Sedang apabila wewenang wali itu sebatas mengurusi masalah "shalat" atau "kharaj" saja, maka berarti wewenang wali itu adalah khusus.

Hanya saja, semuanya harus dikembalikan kepada rancangan khalifah tentang wewenang wali khusus tersebut. Karena khalifah bisa saja menentukan wewenangnya hanya mengurusi kharaj atau peradilan atau selain harta ataupun peradilan dan pasukan. Dia juga berhak melakukan apa saja dengan menggunakan pendapatnya, yang dia anggap layak untuk mengatur negeri dan daerah tersebut. Sebab, syara' tidak pernah menentukan batasan tugas-tugas khusus bagi seorang wali. Syara' juga tidak pernah mewajibkan agar wali mengurusi semua urusan pemerintahan. Namun, syara' hanya membatasi tugas wali atau pimpinan daerah itu adalah tugas pemerintahan. Sebagaimana syara' telah menentukan bahwa wali merupakan wakil khalifah. Di mana syara' telah menentukan tugas wali sebagai pimpinan di daerah tertentu. Semuanya itu mengikuti apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah Saw.. Namun, khalifah telah diberi wewenang untuk mengangkat seorang wali dengan wewenang secara umum dan wewenang khusus, sesuai dengan tugas-tugas yang dia berikan. Semuanya itu nampak dari af'al Rasulullah Saw..

 Pengertian Kepala Daerah - Tugas Pimpinan Daerah - Definisi Wali Khilafah
 Sistem Pemerintahan Islam - Nidzam Hukm Islam - Hizb ut-Tahrir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam