Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 18 Juni 2011

Tugas Lembaga Peradilan Negara - Pengertian Definisi Lembaga Peradilan Negara

Tugas Lembaga Peradilan Negara - Pengertian Definisi Lembaga Peradilan Negara


AL QADLA'
(Lembaga Peradilan)

Qadla' (lembaga peradilan) adalah lembaga yang bertugas untuk menyampaikan keputusan hukum yang bersifat mengikat. Lembaga ini bertugas menyelesaikan perselisihan yang terjadi antara sesama anggota masyarakat atau mencegah hal-hal yang dapat merugikan hak jama'ah atau mengatasi perselisihan yang terjadi antara warga masyarakat dengan aparat pemerintahan, baik khalifah, pejabat atau pegawai negeri yang lain.

Dalil asal hukum disyari'atkannya lembaga peradilan itu adalah Al Kitab dan As Sunnah. Tentang dalil Al Kitab adalah firman Allah SWT.:

"Dan hendaknya engkau hukumi (perkara yang terjadi) di antara mereka dengan dasar apa yang telah diturunkan oleh Allah." (Quran Surat Al Maidah: 49)

"Dan apabila mereka diseru kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka..." (Quran Surat An Nur: 48)

Sedangkan dalil As Sunnah adalah, bahwa Rasulullah Saw. sendiri pernah memimpin lembaga peradilan (qadla') dan memutuskan masalah yang terjadi di tengah masyarakat. Salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari A'isyah istri Nabi Saw. yang mengatakan, bahwa Utbah Bin Abi Waqqas telah menitipkan bayi laki-laki Zam'ah kepada saudara laki-lakinya, yaitu Sa'ad Bin Abi Waqqas (dengan pesan): "Ini anakku, maka terima dan peliharalah menjadi anakmu." Pada saat penaklukan kota Makkah, anak itu diminta oleh Sa'ad, sambil berkata: "Ini anak saudaraku, yang dulu telah dititipkan kepadaku." Lalu Abdu Bin Zam'ah berdiri menghampirinya dengan berkata: "Ini saudaraku dan anak laki-laki bapakku, yang telah dilahirkan 'melalui tempat tidurnya' (keturunannya)." Kemudian mereka berdua sama-sama mengadu kepada Rasulullah Saw.. Di mana Sa'ad berkata: "Ya Rasulullah, ini adalah anak saudaraku yang telah dititipkan kepadaku." Sementara Abdu Bin Zam'ah berkata: "Dia sudaraku, dan anak laki-laki bapakku yang dilahirkan 'melalui tempat tidurnya' (keturunannya)." Rasulullah Saw. kemudian bersabda: "Dia saudaramu, ya Abdu Bin Zam'ah." Kemudian beliau bersabda: "Anak itu adalah milik keturunananya (lil firasy), sedangkan "lil 'ahir" (orang yang tidak memiliki garis keturunan dengannya) haram memilikinya."

Beliau juga pernah mengangkat para qadli. Beliau pernah mengangkat 'Ali Bin Abi Thalib untuk menjadi qadli di Yaman, di mana beliau pernah menasihatinya, berupa penjelasan terhadap cara memutuskan suatu perkara dengan bersabda:

"Apabila dua orang yang berselisih datang menghadap kepadamu, jangan segera kau putusi salah satu di antara mereka sebelum engkau mendengarkan pengakuan dari pihak yang lain."

Beliau juga pernah mengangkat Abdullah Bin Nufail sebagai qadli di Madinah.

Semuanya ini adalah dalil disyari'atkannya adanya lembaga peradilan (qadla'). Dari hadits A'isyah di atas, nampak jelas bagaimana tata cara yang telah ditempuh Rasulullah Saw. dalam memutuskan perkara sengketa antara Sa'ad dengan Abda Bin Zam'ah terhadap status anak laki-laki Zam'ah itu. Di mana masing-masing mengklaim anak tersebut adalah menjadi haknya. Rasulullah Saw. kemudian memberitahukan kepada mereka berdua tentang status hukum syara' yang berkaitan dengan anak laki-laki Zam'ah itu, sebagai hak Abda Bin Zam'ah, di mana anak adalah hak yang memiliki garis keturunan (lil firasy). Keputusan beliau itu merupakan pemberitahuan terhadap hukum syara', di mana beliau mengikat mereka berdua untuk menerima keputusan hukum tersebut. Dan Abdu Bin Zam'ahlah yang akhirnya bisa mengambil anak tersebut.

Ini adalah dalil tentang definisi lembaga peradilan. Di mana definisi itu merupakan sifat suatu fakta (realitas). Hanya saja karena fakta (realitas) tersebut merupakan fakta (realitas) syara', di mana definisi syar'i adalah hukum syara', maka definisi tersebut tentu membutuhkan dalil yang bisa digali untuk melahirkan definisi tersebut. Dan hadits-hadits di atas merupakan dalil bagi lahirnya definisi lembaga peradilan tersebut.

Sebagian orang ada yang mendefinisikan peradilan (qadla') sebagai lembaga yang menyelesaikan perkara-perkara sengketa di antara sesama manusia. Definisi ini kurang dari satu sisi, di mana definisi ini tidak menjelaskan realitas peradilan itu sendiri sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah dan apa yang disabdakan oleh beliau di sisi lain. Definisi ini hanya menjelaskan hal-hal yang bisa dihasilkan oleh lembaga peradilan (yaang berupa keputusan), padahal keputusan itu kadang-kadang tidak dihasilkan dari lembaga peradilan tersebut. Di mana seorang qadli, kadang-kadang memutuskan suatu perkara dan kadang tidak memutuskan sengketa antara dua orang yang berperkara. Karena itu, definisi yang menyeluruh (al jaami') dan bisa mengeliminasi kemungkinan-kemungkinan di luar masalah yang didefinisikan (al mani') itu adalah definisi yang dikemukakan di awal pembahasan lembaga peradilan ini. Di mana definisi inilah yang digali dari banyak hadits.

Bahwa definisi tersebut juga mencakup vonis terhadap perkara di tengah-tengah masyarakat itu esensinya seperti realitas yang ada di dalam hadits A'isyah di atas. Di samping meliputi masalah hisbah (pemutusan perkara-perkara penyelewengan yang bisa merugikan hak jama'ah) yaitu pernyataan yang mengatakan: "Menyampaikan keputusan hukum yang bersifat mengikat dalam masalah yang merugikan hak jama'ah." Di mana realitas inilah yang ditunjukkan oleh hadits "Seonggok makanan" (shubratut tha'am). Dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah yang mengatakan, bahwa Nabi Saw. berjalan (melihat-lihat) seonggok makanan, lalu beliau memasukkan tangan beliau ke dalam makanan tersebut. Di mana jari beliau menemukan, bahwa bagian bawah onggokan makanan itu basah (dicampuri air). Lalu beliau bertanya:

"Ini apa, wahai pemilik makanan?" Dia menjawab: "Terkena hujan, ya Rasulullah." Beliau bersabda: "Tidakkah seharusnya yang terkena hujan diletakkan di bagian atasnya makanan ini, sehingga orang-orang bisa mengetahuinya. (Ingatlah), siapa saja yang menipu, bukan termasuk umatku."

Definisi tersebut juga mencakup masalah memberi pertimbangan dalam perkara-perkara madzalim (kedzaliman pejabat dan penguasa), sebab perkara-perkara tersebut merupakan perkara peradilan, bukan perkara hukum. Karena perkara itu berupa pengaduan terhadap tindakan penguasa dan pejabat, yaitu perkara tindak kedzaliman, sebagaimana yang dinyatakan di dalam definisi tersebut: "Menyampaikan hukum dengan cara mengikat untuk mengatasi perselisihan yang terjadi antara warga masyarakat dengan aparat pemerintahan, baik khalifah, pejabat atau pegawai lainnya. Termasuk masalah yang terjadi di kalangan kaum muslimin, karena perbedaan dalam memahami makna salah satu nash syara' yang ingin diputuskan serta hukum yang ingin ditetapkan." Masalah tindak kedzaliman  itu dinyatakan dalam hadits Rasulullah Saw. ketika beliau bersabda:

"Aku sungguh tidak berharap bertemu (menghadap kepada) Allah Azza Wa Jalla, di mana ada orang yang menuntutku karena kedzaliman yang telah aku lakukan kepadanya, baik berkaitan dengan masalah darah maupun harta."

Juga nampak di dalam sabda Rasulullah Saw.:

"Siapa saja yang pernah hartanya aku ambil, maka inilah harta milikku silahkan ambil (hak yang pernah aku ambil) darinya. Siapa saja yang pernah aku cambuk tubuhnya, maka inilah tubuhku, maka balaslah (mana saja yang disuka) darinya."

Kenyataan ini membuktikan, bahwa perkara yang dilakukan  penguasa, wali atau pegawai negeri akan diangkat ke mahkamah madlalim (di-PTUN-kan) sesuai dengan apa yang diadukan oleh orang yang didzalimi. Di mana qadli madhalim-lah yang bertugas menyampaikan hukum itu dengan cara mengikat.

Oleh karena itu, definisi di ataslah yang menyeluruh dan  mencakup tiga bentuk pengadilan yang dinyatakan di dalam hadits-hadits Rasulullah Saw. serta af'al beliau di atas. Yaitu, penyelesaikan perkara sengketa yang terjadi di antara manusia, dan mencegah terjadinya hal-hal yang membahayakan hak jama'ah, serta menyelesaikan perselisihan yang terjadi antara rakyat dengan penguasa atau antara rakyat dengan pegawai negeri dalam melaksanakan tugas-tugas mereka.

Tugas Lembaga Peradilan Negara - Pengertian Definisi Lembaga Peradilan Negara
 Sistem Pemerintahan Islam - Nidzam Hukm Islam - Hizb ut-Tahrir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam